KPAI: Kurangi Biaya SPP
Pandemi Covid-19 ( Corona Virus Diseases-19) telah mengubah banyak aspek kehidupan masyarakat
Evin mengatakan, anaknya bersekolah di salah satu SMA swasta di Jakarta. Setiap bulan, ia harus mengeluarkan biaya SPP sebesar Rp 500 ribu.
Selama pandemi Covid-19, Evin yang merupakan orang tua tunggal itu kesulitan untuk membayar SPP. Ia tidak bisa keluar rumah untuk mencari nafkah. "Ini saja, sudah hampir satu bulan saya tidak bisa kerja," kata pekerja harian itu.
Menurut Evin, pembayaran penuh SPP itu tidak adil bagi wali murid, karena selama pandemi pembelajaran lebih banyak di rumah. Ia mengatakan, kini orang tua yang menjadi guru anak di rumah, sementara guru di sekolah hanya memberikan tugas saja.
Evin mengungkapkan, di kelas anaknya, baru dua siswa yang membayar SPP bulan April 2020. Hal itu menunjukkan perekonomian wali murid terganggu karena pandemi itu. "Mohon ada kebijaksanaan dari sekolah swasta selama pandemi Covid-19 ini," katanya.
Sementara itu Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengusulkan agar pembayaran SPP dapat dikurangi selama pandemi Covid-19. Hal ini mengingat sudah hampir dua bulan seluruh sekolah menerapkan sistem pendidikan jarak jauh akibat wabah tersebut.
"Karena ada pembiayaan seperti listrik, air dan ekskul yang tidak ada, maka sebaiknya ada pengurangan biaya SPP," kata Komisioner KPAI Bidang Pendidikan Retno Listyarti.
Retno mengatakan, dinas pendidikan dan kantor wilayah agama dapat berkoordinasi dengan pihak sekolah atau madrasah untuk melaksanakan pengurangan SPP ini. Menurut dia, pengurangan pembayaran SPP menjadi penting lantaran banyak orang tua murid yang terdampak ekonominya akibat wabah corona.
Pengurangan ini diharapkan mampu mengurangi beban para orang tua sekaligus memberikan empati terhadap mereka. "Saling meringankan adalah bentuk kepekaaan dan empati yang dibutuhkan saat ini," ujar Retno.
Mengacu pada survei yang dilakukan KPAI terkait pelaksanaan pendidikan jarak jauh, sebagian besar siswa justru mengusulkan supaya SPP selama pembelajaran jarak jauh ditiadakan. Dari 1.700 siswa yang menjadi responden survei, sebanyak 56,6 persen mengaku tidak bersedia membayar SPP.
Kemudian, sebanyak 29,1 persen siswa mengaku bersedia membayar SPP secara utuh. "Sisanya, sebanyak 14,3 persen usul membayar separuh," kata Retno. (tribun network/den/dod/kps)