KPAI: Kurangi Biaya SPP
Pandemi Covid-19 ( Corona Virus Diseases-19) telah mengubah banyak aspek kehidupan masyarakat
POS-KUPANG.COM | JAKARTA -Pandemi Covid-19 ( Corona Virus Diseases-19) telah mengubah banyak aspek kehidupan masyarakat. Banyak hal yang kini terpaksa dibatasi dan harus dilakukan dari rumah, mulai dari pekerjaan, pendidikan, hingga peribadatan.
Kantor-kantor, baik milik swasta maupun pemerikah dipaksa tutup. Para karyawannya kemudian dipaksa bekerja dari rumah. Rumah-rumah ibadah juga ditutup, masyarakat diminta beribadah di rumah.
Mal dan tempat-tempat perbelanjaan juga semuanya terpaksa ditutup. Demikian pula di sektor pendidikan. Semua sekolah dan kampus kini ditutup. Para murid dan mahasiswa harus belajar di rumah.
• Waktu Akhir Ramadhan Makin Panjang
Sudah hampir 2 bulan kondisi ini berlangsung. Di Jakarta, kebijakan belajar dari rumah bagi pelajar dan mahasiswa sudah dimulai sejak Senin (16/3). Awalnya, kebijakan itu dibuat untuk dua pekan.
Namun, Pemprov DKI terus memperpanjang kebijakan itu hingga sekarang. Pemerintah kota lain di sekitar Jakarta juga melakukan hal yang sama. Langkah itu dilakukan untuk mencegah penyebaran Covid-19 di lingkungan sekolah.
Meski sudah 2 bulan para siswa belajar di rumah, para orang tua dan wali murid ternyata tetap harus membayar sumbangan pembinaan pendidikan ( SPP) anak-anak mereka secara penuh. Termasuk para orang tua di sekolah-sekolah swasta yang SPP-nya bisa jutaan rupiah.
• Alika Islamadina: Singel Baru
Weni Wismaria (40) misalnya, ia masih harus membayar SPP ketiga anaknya meski sudah 2 bulan proses belajar-mengajar dilakukan di rumah. Kalau dijumlahlan, SPP ketiga anaknya itu mencapai angka jutaan rupiah. Padahal ketiga anaknya itu masih duduk di bangku SD.
"Yang satu laki-laki: Ibrahim, dia kelas satu SD. Kemudian dua kakanya, Syakira dan Salma, kelas lima dan enam," ujar Weni kepada Tribunnews, Rabu (29/4).
Hingga kini belum diketahui kapan pandemi Covid-19 ini akan berakhir, dan sampai kapan para siswa harus belajar di rumah. Namun selama itu Weni tetap harus merogoh kocek dalam-dalam untuk pendidikan ketiga anaknya. Dia membayar uang bulanan sampai kenaikan kelas ketiga anaknya. "Semuanya sudah saya bayarkan buat 2 bulan ke depan. Namanya kalau untuk pendidikan anak pasti diutamakanlah," ujarnya
Weni menceritakan, dari ketiga anaknya itu biaya bulanan sekolah Ibrahim yang paling besar. Sebab sang putra disekolahkan di sekolah swasta yang cukup terkenal dan berbiaya mahal. Sementara kedua putri Weni bersekolah di sekolah swasta yang berbeda dari Ibrahim.
"Tidak ada potongan untuk uang bulanan. Saya bayar Rp1.250.000 sebelum tanggal 10 setiap bulannya. Kalau kakak-kakaknya per bulannya Rp460 ribu," lanjutnya.
Weni menyebut, untuk Ibrahim, tak ada keluhan dari dia dan orangtua murid lainnya. "Biasanya kalau masuk bulan puasa begini, ada biaya tambahan lagi, tetapi ini karena situasinya begini, biaya tambahan dihilangkan," ujarnya.
Sementara, untuk Salma dan Syakira, dia dan orangtua murid lainnya sempat minta dispensasi karena pelbagai hal. "Tapi tidak dikabulkan, Akhirnya ya sudah, ikhlas saja. Karena yang saya dengar kalau swasta itu kan tidak seperti negeri. Mereka menggaji guru-gurunya dari salah satunya uang bulanan siswa," kata Weni.
Sudah banyak orang tua dan wali murid yang meminta agar sekolah-sekolah swasta memberikan keringanan pembayaran SPP selama pandemi Covid-19.
"Seharusnya sekolah memberikan keringanan SPP selama pandemi Covid-19 ini, baik berupa potongan ataupun penundaan pembayaran SPP," kata seorang wali murid, Evin, di Jakarta.
Evin mengatakan, anaknya bersekolah di salah satu SMA swasta di Jakarta. Setiap bulan, ia harus mengeluarkan biaya SPP sebesar Rp 500 ribu.
Selama pandemi Covid-19, Evin yang merupakan orang tua tunggal itu kesulitan untuk membayar SPP. Ia tidak bisa keluar rumah untuk mencari nafkah. "Ini saja, sudah hampir satu bulan saya tidak bisa kerja," kata pekerja harian itu.
Menurut Evin, pembayaran penuh SPP itu tidak adil bagi wali murid, karena selama pandemi pembelajaran lebih banyak di rumah. Ia mengatakan, kini orang tua yang menjadi guru anak di rumah, sementara guru di sekolah hanya memberikan tugas saja.
Evin mengungkapkan, di kelas anaknya, baru dua siswa yang membayar SPP bulan April 2020. Hal itu menunjukkan perekonomian wali murid terganggu karena pandemi itu. "Mohon ada kebijaksanaan dari sekolah swasta selama pandemi Covid-19 ini," katanya.
Sementara itu Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengusulkan agar pembayaran SPP dapat dikurangi selama pandemi Covid-19. Hal ini mengingat sudah hampir dua bulan seluruh sekolah menerapkan sistem pendidikan jarak jauh akibat wabah tersebut.
"Karena ada pembiayaan seperti listrik, air dan ekskul yang tidak ada, maka sebaiknya ada pengurangan biaya SPP," kata Komisioner KPAI Bidang Pendidikan Retno Listyarti.
Retno mengatakan, dinas pendidikan dan kantor wilayah agama dapat berkoordinasi dengan pihak sekolah atau madrasah untuk melaksanakan pengurangan SPP ini. Menurut dia, pengurangan pembayaran SPP menjadi penting lantaran banyak orang tua murid yang terdampak ekonominya akibat wabah corona.
Pengurangan ini diharapkan mampu mengurangi beban para orang tua sekaligus memberikan empati terhadap mereka. "Saling meringankan adalah bentuk kepekaaan dan empati yang dibutuhkan saat ini," ujar Retno.
Mengacu pada survei yang dilakukan KPAI terkait pelaksanaan pendidikan jarak jauh, sebagian besar siswa justru mengusulkan supaya SPP selama pembelajaran jarak jauh ditiadakan. Dari 1.700 siswa yang menjadi responden survei, sebanyak 56,6 persen mengaku tidak bersedia membayar SPP.
Kemudian, sebanyak 29,1 persen siswa mengaku bersedia membayar SPP secara utuh. "Sisanya, sebanyak 14,3 persen usul membayar separuh," kata Retno. (tribun network/den/dod/kps)