Mata Najwa
Live Streaming Mata Najwa Trans 7, Kupas Tuntas Mudik vs Pulang Kampung Presiden Jokowi
Malam ini Rabu 29 April 2020, akan berlangsung Mata Najwa yang akan dipandu Najwa Shihab di Trans 7 dan masih akan membahas kebijakan Presiden Jokowi.
Live Streaming Mata Najwa Trans 7, Kupas Tuntas Mudik vs Pulang Kampung Presiden Jokowi
POS-KUPANG.COM, JAKARTA - Malam ini Rabu 29 April 2020, akan berlangsung Mata Najwa yang akan dipandu Najwa Shihab di Trans 7 dan masih akan membahas kebijakan Presiden Jokowi larang mudik.
Pekan lalu Presiden Jokowi menjelaskan mudik beda pulang kampung.
Larangan mudik sudah berlaku dari 24 April sampai 31 Mei 2020.
Aturan pemerintah untuk memutus penyebaran COVID-19 ini juga memutus harapan para perantau untuk menikmati momen Ramadan bersama keluarga di kampung halaman.
Belakangan, masih banyak kita dengar cerita seputar mudik. Ada yang gagal mudik ketika penerbangan ataupun perjalanan kereta apinya dibatalkan.
Ada juga yang naik kendaraan pribadi dan disuruh putar balik di tengah perjalanan. Selain itu, ada juga yang berhasil mudik tapi harus dikarantina di kampung halamannya.
#MataNajwa, "Utak-Atik Mudik". Rabu, 29 April 2020. Malam ini LIVE 20.00 WIB di @officialTRANS7.
#MataNajwaUtakAtikMudik #MataNajwadiTRANS7 #Narasi #NarasiNewsroom #bergerakdari #dirumahaja #viruscorona #corona #covid19 #berita #news #mudik #lebaran
Link Live Streaming Mata Najwa Trans 7
Penyataan Presiden Joko Widodo yang menyebut mudik dan pulang kampung berbeda viral di media sosial.
Hal tersebut disampaikan Presiden Jokowi saat menjadi tamu dalam acara TalkshowMata Najwa, Rabu (22/4/2020).
Sebuah cuplikan video Presiden Jokowi yang menyebutkan pulang kampung dan mudik sebuah hal yang berbeda menjadi salah satu hal yang paling disorot.
Reaksi Najwa Shihab ketika mendengar jawaban Presiden pun tak larut dari perhatian.
Awal mulanya,Najwa Shihabmempertanyakan keterlambatan pemerintah dalam membuat kebijakan pelarangan mudik.
MenurutNajwa Shihabadanya sebuah keterlambatan kebijakan larangan mudik yang membuat 1 juta atau 900 ribu masyarakat yang mencuri start untuk pulang kampung duluan ke berbagai daerah.
"Apakah berarti keputusan melarang yang melihat situasi tapi faktanya sudah terjadi penyebaran orang di daerah?" tanya Najwa Shihab.
"Kalau itu bukan mudik. Itu namanya pulang kampung. Memang bekerja di Jabodetabek, di sini sudah tidak ada pekerjaan lalu mereka pulang karena anak istrinya memang ada di kampung," jawab Jokowi.
Jawaban Presiden Jokowi itu pun membuat Najwa Shihab terheran-heran.
Wanita yang sering di sapa Nana ini langsung menyanggah pernyataan Jokowi dengan nada menurun dan tatapan yang tajam.
Raut wajah yang sedikit tersenyum pun sangat terlihat dalam cuplikan itu.
“Apa bedanya pulang kampung dan mudik, Pak Presiden?" tanya Najwa.
"Beda. Kalau mudik itu di hari lebarannya, untuk merayakan Idul Fitri. Kalau yang pulang kampung itu yang bekerja di Jakarta tetapi anak istrinya ada di kampung," kata Jokowi.
Mendengar pernyataan itu, tentu warganet yang mendengarnya semakin gregetan.
Bahkan, bagian inilah yang paling dikritis warganet di media sosial.
Banyak dari mereka yang menampilkan meme KKBI yang menunjukan kedua hal itu merupakan hal yang sama saja.
Alasan Jokowi Tolak Lockdwon
Desakan Jakarta lockdown karena menjadi episentrum penyebaran VirusCoronahanya bisa berbuah PSBB.
Begitu juga dengan di daerah lain.
Kenapa pemerintahan Jokowi tak mau ada lockdown?
Padahal Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan jika daerahnya diterapkan lockdown demi memutus mata rantai VirusCorona.
Presiden RI, Joko Widodo atau Jokowi buka-bukaan soal anggaran yang dibutuhkan untuk membiayai seluruh kebutuhan masyarakat DKI Jakarta jika diberlakukan karantina wilayah atau lockdown.
Jokowi mengatakan, anggaran yang dibutuhkan mencapai Rp 550 miliar per hari.
"Karantina wilayah itu kan sama dengan lockdown. Artinya apa, masyarakat harus hanya di rumah. Bus berhenti, enggak boleh keluar. Taksi berhenti, ojek berhenti, pesawat berhenti, MRT berhenti, KRL semuanya berhenti, hanya di rumah," ujar Jokowi saat diwawancarai di program TV Mata Najwa, Rabu (22/4/2020).
"Untuk Jakarta saja pernah kami hitung-hitungan per hari membutuhkan Rp 550 miliar. Hanya Jakarta saja. Kalau Jabodetabek 3 kali lipat. Itu per hari," lanjut Jokowi mengatakan.
Tuan rumahMata Najwa,Najwa Shihab, lantas bertanya apakah hal itu menunjukkan pemerintah tak memiliki cukup dana untuk menerapkan lockdown.
Jokowi pun membantah.
Ia mengatakan, pemerintah tak ingin meniru negara lain yang memberlakukan lockdown untuk memutus mata rantai penularan Covid-19.
Mantan Gubernur DKI Jakarta itu menilai, tak ada negara yang sukses memutus mata rantai penularan Covid-19 dengan melakukan lockdown.
"Enggak ada menurut saya. Coba tunjukkan. Enggak ada. Karena setiap hari saya selalu ada briefing kertas yang di situ diinformasikan mengenai negara yang a,b,c melakukan apa, hasilnya apa. Kemudian di sana kasus positif berapa, yang meninggal berapa. Itu ada," tutur Jokowi.
"Jadi dalam memutuskan setiap negara itu beda-beda. Karena karakternya beda, tingkat kesejahteraannya beda, tingkat pendidikan berbeda, tingkat kedisiplinan berbeda, geografis berbeda, kemampuan fiskal berbeda. Enggak bisa kita disuruh meniru negara lain," lanjut Presiden Jokowi mengatakan.
Seperti diketahui, pemerintah lebih memilih menerapkan PSBB dibandingkan opsi karantina wilayah dalam menangani wabah VirusCorona.
Yusril: Pemerintah Khawatir Tak Mampu Penuhi Kebutuhan Warga
Mantan Menteri Sekretaris Negara Yusril Ihza Mahendra menilai bahwa pemerintah tak mengambil opsi karantina wilayah sesuai Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan untuk mengatasi Covid-19 karena khawatir tak mampu menanggung kebutuhan masyarakat selama proses karantina berlangsung.
Ia juga menduga saat ini pemerintah tidak memilih menerapkan karantina wilayah karena khawatir dengan masalah ekonomi.
Menurut Yusril Ihza Mahendra, karantina wilayah hampir sama dengan lockdown yang dikenal di negara-negara lain seperti Malaysia dan Filipina.
Definisinya yakni suatu daerah atau suatu kota dinyatakan tertutup sehingga orang tidak diizinkan keluar atau masuk ke daerah atau kota itu.
Dengan demikian, sesuai undang-undang, kewajiban menyediakan kebutuhan dasar masyarakat, seperti sembako, listrik, dan air bersih di daerah yang dikenakan karantina wilayah itu sepenuhnya menjadi tanggung jawab pemerintah pusat.
"Bayangkan jika Jakarta saja dikenakan karantina wilayah maka pemerintah pusat harus menyediakan sembako buat sekitar 14 juta orang, entah untuk berapa lama," kata Yusril Ihza Mahendra melalui keterangan tertulis, Rabu (1/4/2020) malam.
Yusril Ihza Mahendra menilai bahwa karantina yang dilakukan tanpa persiapan memang bisa berdampak negatif terhadap masyarakat.
Dia kemudian mencontohkan India.
"Bisa-bisa kita seperti India. Lockdown yang dilakukan tanpa persiapan matang, bisa membuat rakyat kalang-kabut dan akhirnya kelaparan," kata dia.
Namun, menurut dia, PSBB yang dipilih pemerintah untuk mengatasi penyebaran wabah Covid-19 juga berpotensi gagal lantaran ada hal yang tak bisa dioperasionalkan pemerintah daerah dalam prosesnya.
Ia menilai, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2020 tentang PSBB dalam Rangka Percepatan Penanganan Covid-19 tak menjelaskan secara rinci bagaimana pemda membatasi arus keluar-masuk orang dan barang sebagai salah satu bentuk PSBB.
Sebab, menurut Yusril, suatu daerah tidak berwenang membuat aturan yang menjangkau daerah lain di luar yurisdiksinya.
Yusril Ihza Mahendra menambahkan, PSBB baru efektif jika Polri dan TNI dilibatkan dalam menjaga arus keluar-masuk orang dan barang di suatu daerah.
"Apakah untuk efektivitas pembatasan mobilitas orang dan barang itu Pemda setempat dapat meminta bantuan polisi atau malah TNI misalnya. Hal itu tidak diatur dalam PP Nomor 21 Tahun 2020 ini," kata Yusril Ihza Mahendra.
"Undang-undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Karantina Kesehatan juga tidak memberikan kewenangan kepada polisi untuk mengawasi keluar masuknya orang di daerah yang memberlakukan PSBB. Pemda hanya dapat mengerahkan Satpol PP yang berada di bawah Pemda," tutur dia.
Ia mengatakan, polisi baru berwenang melakukan pengawasan keluar masuk orang dari suatu wilayah ke wilayah lain jika pemerintah pusat memutuskan untuk melaksanakan karantina wilayah sebagaimana diatur Pasal 54 ayat (3) Undang-Undang Nonor 6 Tahun 2018.
Dengan demikian, ia mengatakan, pemerintah tak punya pilihan lain untuk mempersiapkan opsi pemberlakuan karantina wilayah.
"Jika keadaan makin memburuk dugaan saya pemerintah tidak akan punya pilihan lain kecuali menerapkan karantina wilayah, sebuah konsep yang mendekati konsep lockdown yang dikenal di beberapa negara, dengan segala risiko ekonomi, sosial dan politiknya," kata Yusril Ihza Mahendra.
"Karena itu selama penerapan PSBB ini, saya sarankan pemerintah bersiap menghadapi risiko terburuk kalau akhirnya tidak punya pilihan lain menghadapi wabah virus corona, kecuali memilih menerapkan karantina wilayah, jika pandemi ini ternyata tidak mampu dihadapi dengan PSBB," ucap dia.
Merujuk pada Undang-undang (UU) Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan diatur berbagai cara dalam penerapan karantina kesehatan antara lain isolasi, karantina rumah sakit, karantina wilayah, dan PSBB.
Dari sisi anggaran, untuk karantina rumah sakit dan karantina wilayah, kebutuhan dasar seperti kebutuhan makan yang berada di dalam zona karantina tersebut menjadi tanggung jawab pemerintah (APBN).
Pasal 55 ayat (1) yang menyatakan, selama dalam karantina wilayah, kebutuhan hidup dasar orang dan makanan hewan ternak yang berada di wilayah karantina menjadi tanggung jawab Pemerintah Pusat.
Sementara dalam penerapan PSBB, pada pasal 59, tidak
Artikel ini telah tayang di tribun-timur.com dengan judul Serunya Mata Najwa Trans 7 'Utak-atik Mudik' Masih Bahas Beda Mudik dan Pulang Kampung ala Jokowi,
Editor: Mansur AM