Kondisi Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un Sakit Parah Usai Operasi Kardiovaskular, Info Intelijen AS
Apakah memang Covid-19 belum masuk ke negara komunis yang dipimpin Kim Jong Un itu, atau memang kondisinya sengaja ditutup / tidak bisa diakses?
Kondisi Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un Sakit Parah Setelah Operasi Kardiovaskular, Info Intelijen Amerika Serikat
POS-KUPANG.COM - Di tengah merebaknya wabah virus corona di seluruh dunia, hampir tidak ada kabar tentang virus tersebut di Korea Utara ( Korut).
Dalam dalam data yang dilaporkan laman www.worldometers.info, tidak pernah tercantum Korea Utara.
Apakah memang Covid-19 belum masuk ke negara komunis yang dipimpin Kim Jong Un itu, atau memang kondisinya sengaja ditutup / tidak bisa diakses?
Namun, AS menyatakan memantau laporan intelijen yang menyebut kondisi Pemimpin Korea Utara, Kim Jong Un sakit parah bahkan kritis setelah operasi kardiovaskular.
Kim Jong Un menuai perhatian setelah absen dalam perayaan ulang tahun mendiang kakeknya sekaligus pendiri Korut, Kim Il Sung, pada 15 April.
Ketidakhadiran Kim Jong Un memunculkan pertanyaan mengenai kondisi kesehatannya, di mana kali terakhir dia terlihat adalah saat pertemuan para pejabat negara.
Kepada CNN Monday (20/4/2020), sumber internal AS menuturkan kondisi kesehatan Kim Jong Un kredibel. Tetapi sejauh apa parahnya tidak diketahui.
Daily NK, harian berbasis di Korea Selatan yang fokus kepada Korea Utara melaporkan, Kim Jong Un menjalani prosedur operasi kardiovaskular pada 12 April 2020.
Berdasarkan pemberitaan harian itu, Kim Jong harus menjalani prosedur tersebut karena "obesitas, merokok, dan bekerja secara berlebihan".
Sang pemimpin tertinggi saat ini dilaporkan menjalani perawatan di sebuah vila yang berlokasi di kawasan Hyangsan County.
Setelah dinyatakan kritis, kondisi Kim disebut mulai membaik dengan sebagian dokter yang merawatnya pulang ke Pyongyang pada 19 April.
Hanya sebagian kecil tim medis yang masih ditempatkan di Hyangsan untuk memantau perkembangan kesehatan pemimpin yang berkuasa sejak 2011 itu.
Saat dikonfirmasi, baik Dewan Keamanan Nasional maupun Kantor Direktur Intelijen Nasional, menolak untuk memberikan tanggapan.
Begitu juga dengan Badan Intelijen Pusat (CIA), Kementerian Luar Negeri AS, maupun perwakilan dari pemerintah Korea Selatan.