Opini

Pertempuran Hidup Mati Itu Segera Dimulai (Lawan Corona Virus)

Termasuk mengatasi makluk berukuran sepersekian mikro atau kurang lebih 125 nanometer yang disebut virus corona SARS-2 ini.

Editor: Hasyim Ashari
ISTIMEWA
tes suhu tubuh terkait covid-19 

Semua pemimpin Gereja di seantero dunia keluarkan perintah. Ibadat di rumah saja. Lewat siaran TV atau live streaming.

Saudi, pusat keimanan Islam sejagat menghentikan semua rutinitas ibadah akbar.

Termasuk ibadah haji dan umroh. Padahal negeri ini berada jauh dari Tiongkok.

Ribuan kilometer dari Wuhan, awal mula merebaknya virus ini.

Semua agama bersuara yang sama. Ibadat di rumah saja. Berkat dari pemimpin ibadat cukup lewat televisi atau gadget. Dan itu sah adanya.

Pertanda apakah ini? Bahwa pemimpin agama agama peduli pada keselamatan umatnya.

Bahwa agama memang hadir bukan untuk membinasakan. Tapi untuk menyelamatkan. Di dunia dan di akherat.

Iran negara kaya dan konon paling cerdas di Timur Tengah dan tidak pernah takut pada "sang polisi dunia" lumpuh total dengan 64.586 kasus Covid-19 .

Negeri kaum Mullah yang jaraknya ribuan kilometer dari Wuhan porak poranda. Pejabat tingginya setingkat wakil presidenpun terinfeksi.

Bahkan Amerika Serikat yang ngaku paling well prepared sekarang harus berjuang keras. Virus ini membuat hidup di Newyork kota pusat dunia terhenti

Negeri adi daya yang selama ini merasa diri paling hebat dan harus jadi kiblat segala bangsa justru jumlah pasien terinfeksinya meroket naik.

Sekarang sudah di posisi puncak dengan 31.700 meninggal. Mengalahkan Spanyol.

Mengalahkan Italy yang sebelumnya mengalahkan China.

Situs WHO www.who.int tanggal 5 April menyebut angka yang sangat menakutkan.

Dalam tempo hanya 24 jam sejak Kamis 2 April sampai Jumat 3 April 1.480 warga negara Paman Sam ini jadi jenasah.

Corona virus berhasil menggeser anggaran militer banyak negara jadi anggaran kesehatan.

Termasuk negara adi daya ini.

Eropa diramal akan jadi hotspot covid-19 dengan leading statenya Spanyol dan Italy.

Pertanyaannya sekarang siapa kita? Hanya warga Wuhan, Hubei atau Tiongkok sajakah?

Diksi kedua. Perang gelap.

Musuh ada di sekeliling tapi tidak kelihatan.

Dua kalimat ini representasi dari narasi besar saat ini.

Kita umat manusia di muka bumi ini sedang berperang. Perang lawan siapa?. Lawan covid-19.

Kenapa perang gelap? Karena musuh tidak jelas. Virus jahanam yang belum ada senjata pamungkasnya ini tidak kasat mata.

Makluk super kecil ini bisa ada di semua tempat. Apa saja.

Pokoknya yang bisa disentuh. Di pegangan pintu. Di pegangan eskalator. Di sofa. Di tombol ATM.

Di bantal kepala. Di HP. Di mana saja. Virus ini bisa dompleng droplet yang muncrat dari sisakit ketika bersin. Maka hati hati anda. Jaga jarak.

Kenapa perang gelap? Karena penderita yang belum parah berbaur jadi satu dengan yang sehat. Sama sama merasa punya hak untuk takut mati.

Sama sama punya hak pakai masker. Apalagi sudah ada perintah.

Semua wajib pakai masker. Maka sulit dibedakan mana yang sakit, mana yang sehat, mana yang masih masa inkubasi, mana yang hanya carrier saja. Semuanya berbaur jadi satu.

Bayangkan suatu saat anda berada di medan perang dalam situasi semuanya serba gelap. Tidak ada cahaya.

Tidak ada penerangan. Tidak ada yang bisa dilihat. Musuh tidak jelas dimana posisinya.

Ada di depan. Atau di belakang. Atau di samping.

Teman anda sedang menembak lawan yang dikiranya ada di depan atau jangan jangan dia ada persis di belakang dan sekarang sedang menembak anda dalam jarak yang teramat dekat.
Itulah perang gelap.

Sekarang bagaimana dengan Indonesia?

Jumlah kasus dan orang meninggal sedang meroket naik.

Data perhari ini, 10 April 2020 dari WHO ada 3.512 kasus. 306 meninggal.

Perang sesungguhnya baru saja dimulai. Disini. Di negeri yang semuanya serba kurang.

Kurang fasilitas kesehatan. Kurang jumlah dokter-perawat. Kurang peralatan medis. Kurang obat. Terlebih lagi kurang dalam keteraturan. Kurang dalam kesadaran kolektif.

Pemerintah sudah menyerukan stay at home.

Sering cuci tangan pakai sabun dan air mengalir. Jaga jarak. Pakai masker.

Hindari keramaian. Dengan physical distancing mata rantai penyebaran virus bisa putus.

Tapi apa? Masyarakat masih juga cuek. Kota kota hanya sedikit saja berkurang ramainya.

Semua masih suka berkeliaran di jalan-jalan.

Dalam kecemasan ini, tiba tiba saja si sohib "hidup" kembali.

Tiga hari lalu ia kirim pesan WA panjang lebar. Ini bikin lega. Sekaligus sedih karena ingat, banyak yang belum bisa dibuat.

Pesannya panjang.

"Perang ini mesti kalian menangkan. Bagaimana caranya? Persenjatai pasukan tempur (baca: dokter-perawat) dengan senjata, amunisi dan logistik dalam jumlah yang lebih dari cukup. Kelompok kelompok masyarakat jangan tinggal diam.

Semua yang bisa bantu, bantulah. Jangan tunggu. Lakukan sekarang juga. Selagi pertempuran hidup mati baru segera dimulai. Selagi masih ada waktu. Jangan sampai terjadi seperti di Italy sini yang sekarang semua sudah terlanjur lumpuh total."

"Yang punya kemampuan untuk bantu pasukan tempur ini, bantulah sebisa mungkin. Lewat donasi bisa. Lewat pengadaan langsung Alat Pelindung Diri juga bisa.

Untuk itu tidak perlu harus keluar rumah. Semua bisa diurus dari rumah. Stay at home. Gunakan telpon, medsos, internet banking atau apa saja.

Sekali lagi lakukan itu. Sekarang juga!. Atau kalian akan tidak punya waktu lagi.

Pertempuran mati hidup di NTT belum mulai. Belum terjadi ledakan kasus. Ingat itu!. Prosentasi para medis Indonesia yang gugur tertinggi di dunia.

Saat ini saja sudah ada 20 dokter umum dan dokter spesialis, 6 dokter gigi dan 10 perawat yang gugur. Padahal China sampai sekarang hanya kehilangan 6 dokter dan perawat.

Jangan biarkan aset bangsa tak ternilai ini gugur lagi demi menolong kalian yang disuruh tinggal di rumah. Kasihan mereka.

Kalian yang di NTT juga harus sadar. NTT ada di periferi Indonesia. Karena itu rebut perlengkapan tempur ini dari mereka yang dekat pusat supplier.

Tidak mudah memang. Terutama kendala transportasi. Tapi kalau mau pasti bisa."

Itu WA sohib yang diposting tiga hari sebelum tulisan ini dibuat. Sekali saja. Sudah itu diam. Sampai sekarang.

Saya coba menghubunginya berkali kali tapi tidak bisa.

Kecemasan kembali memuncak. Lagi lagi, jangan sampai beliau sudah. (*)

Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved