Perayaan Jumat Agung di Gereja St. Josef Bajawa, Umat Diminta Jangan Cemas & Pasrah Hadapi Covid-19
Kendati secara manusiawi Tuhan sendiri merasakan beratnya memikul palang penghinaan salib, sakitnya diderah, diolok-olok diludahi
Penulis: Gordi Donofan | Editor: Rosalina Woso
Perayaan Jumat Agung di Gereja Paroki St. Josef Bajawa, Umat Diminta Jangan Cemas dan Pasrah Hadapi Wabah Covid-19
POS-KUPANG.COM | BAJAWA -- Perayaan ekaristi Jumat Agung di Gereja Paroki St. Josef Bajawa Kabupaten Ngada berlangsung, Jumat (10/4/2020) pukul 15.00 Wita.
Perayaan misa kali ini dilaksanakan secara online. Umat Paroki St. Josef Bajawa mengikuti misa dari rumah masing-masing melalui siaran langsung streaming Youtube Komsos Paroki St. Josef Bajawa.
Misa dipimpin oleh Imam Selebran Pater Aloysius Jalang, OCD dan konselebran Pater Remy Todang, OCD dan Pater Armin Rado.
Pater Aloysius Jalang, OCD dalam kotbahnya mengatakan bersama gereja universal hari ini kita mengenang kisah sengsara Tuhan kita Yesus Kristus.
Dari bacaan-bacaan suci dan lebih-lebih kisah sengsara Tuhan kita Yesus kita dengar dari Injil Yohanes, kita semua sadar bahwa kisah hidup Tuhan kita Yesus Kristus ternyata tidak melulu dialaminya dengan penuh kegembiraan dan sukacita melainkan juga dengan penderitaan dan salib.
Hukuman salib yang dihadapi oleh Yesus merupakan titik puncak gerakan anti kekerasan yang dijalankan Yesus. Itu juga bentuk keberpihakan Yesus kepada mereka yang menjadi korban kekerasan secara politik maupun secara sosial keagamaan.
Pater Luis menyatakan salib adalah risiko tertinggi yang harus ditanggung Yesus dalam kesetiaan dan konsistensinya dalam membela rakyat yang dipiggirkan, diperlakukan tidak adil, diperas oleh tangan-tangan penguasa politik dan agama pada masa itu.
"Peristiwa penyaliban Yesus dipandang secara politis sebagai akibat dari sebuah skenario politik yang paling kotor yang didalangi oleh dua otoritas yang berkuasa pada masa itu yakni otoritas keagamaan Yahudi di bawah pimpinan Kayafas dan Hanas serta otoritas politik sipil Romawi pimpinan Pontius Pilatus," ungkap Pater Luis.
Pater Luis melanjutkan dua otoritas itu bersekongkol menyetujui dan sengaja membiarkan Yesus dihukum mati demi memenuhi tuntutan dan desakan massa yang anti kebenaran.
Kendati secara manusiawi Tuhan sendiri merasakan beratnya memikul palang penghinaan salib, sakitnya diderah, diolok-olok diludahi, sepanjang jalan menuju Kalvari namun, Yesus tetap taat dan setia sampai akhir.
Pater Luis menyatakan dalam perspektif teologis penyaliban Yesus menjadi bukti yang sangat nyata dari solidaritas kasih Allah yang tanpa batas kepada manusia yang berdosa.
Jumat Agung bukanlah semata-mata kesedihan dan kedukaan tentang kehidupan Tuhan yang menderita dan wafat disalib, melainkan tentang kehidupan kita sendiri.
"Hari ini patutlah kita bersedih dan berduka cita yang mendalam Namun bukan semata-mata karena fakta penderitaan dan wafat Tuhan melainkan karena dosa-dosa kita sendiri yang telah membuat Dia yang tak berdosa menderita dan wafat di salib," ungkapnya.
Ia menyampaikan ketika peristiwa tragis Jumat Agung direnungkan secara mendalam dan dalam keheningan batin kita maka alasan dibalik penderitaan dan penyaliban Tuhan menjadi nyata bagi kita, bahwa dosa-dosa kitalah yang membuat Tuhan menderita dan wafat di salib.