Virus Corona
Pesan WHO, Jangan Memerangi Virus Corona dalam Keadaan Buta, Tapi Segera Lakukan Hal Ini
Penyebaran virus corona terus saja meluas ke berbagai negara. Jumlah kasus terifeksi dan meninggal dunia pun terus meningkat setiap hari.
Pesan WHO, Agar Tidak Memerangi Virus Corona dalam Keadaan Buta, Tapi Segera Lakukan Hal Ini
POS-KUPANG.COM - Penyebaran virus corona terus saja meluas ke berbagai negara. Jumlah kasus terifeksi dan meninggal dunia pun terus meningkat setiap hari.
Karena itu, Badan Kesehatan Dunia ( WHO) meminta kepada negara-negara di dunia untuk mempercepat program tes guna mengatasi virus corona.
"Kami hanya pesan mudah kepada seluruh negara. Tes, tes, tes," kata Direktur Jenderal Tedros Adhanom Ghebreyesus dalam konferensi pers di Jenewa.
Dilansir Reuters via The Straits Times Senin (16/3/2020), Tedros mendesak negara di dunia agar tidak memerangi virus corona dalam keadaan buta.
Karena itu, dia menerangkan perlunya menggelar tes terhadap orang yang dicurigai mengidap patogen dengan nama resmi SARS-Cov-2 itu.
Di AS, pemerintahan Presiden Donald Trump dikritik karena dianggap lambat dalam mengadakan alat tes untuk memeriksa adanya virus.
Pada Minggu (15/3/2020), Wakil Presiden Mike Pence menjanjikan publik bakal mempunyai akses untuk pemeriksaan, setelah pemerintah menggandeng 2.000 laboratorium.
Saat ini, Negeri "Uncle Sam" melaporkan adanya penambahan 80 kasus infeksi, membuat total yang terjangkit mencapai 4.743 orang, dan 93 orang meninggal.
Pejabat WHO asal Eritrea itu berkata tanpa dilakukan tes, kasus tidak akan bisa ditangani dan rantai infeksi tak bisa diputus.
Tedros menuturkan, negara-negara yang sudah mempunyai sistem kesehatan mumpuni kewalahan menghadapi patogen yang pertama terdeteksi di Wuhan, China.
Karena itu, dia mengaku sangat mengkhawatirkan dampak virus corona di negara miskin, di mana warganya saja masih didera kekurangan gizi.
Dia menerangkan, strategi untuk mengatasi wabah ini adalah dengan menemukan orang yang terinfeksi dan segera mengisolasinya.
Tedros berkata, cara tersebut sejauh ini efektif dan menunjukkan hasil positif tak hanya di China, tetapi juga di Korea Selatan dan Singapura.
Lebih lanjut, dia mengapresiasi keputusan sejumlah negara di dunia yang menyiapkan dana untuk mencegah virus yang menyebabkan penyakit Covid-19.
"Ini bukan sekadar penandaan. Ini adalah semangat dari umat manusia yang kami lihat untuk memerangi virus corona," ujar dia.
Paul Molinaro, pejabat WHO yang bertanggung jawab pada logistik, dukungan, dan operasi berujar "perubahan pola pikir" harus dilakukan terkait kekurangan perlengkapan medis.
"Kita harus meningkatkannya secara serius. (Kekurangan) ini harus diatasi dengan level industrialisasi," jelas Molinaro.
Sebelumnya, WHO mengumumkan, Eropa merupakan pusat baru dari wabah virus corona yang menjalar ke seluruh dunia.
Dalam konferensi pers di Jenewa, Swiss, Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus berujar, sangat sulit memprediksi kapan penyebaran ini bakal mencapai puncak.
"Eropa kini menjadi pusat dari pandemi," ujar Tedros dalam konferensi pers secara virtual, sebagaimana diberitakan AFP, Jumat (13/3/2020).
Dia menerangkan selain dari negara asal penyebaran China, Benua Biru kini lebih banyak melaporkan kasus infeksi dan kematian daripada gabungan seluruh dunia.
"Lebih banyak kasus kini dilaporkan setiap hari pada saat ini, dibanding yang dikabarkan di China pada puncak epidemi," papar Tedros.
Sejak pertama kali terdeteksi di Wuhan pada Desember 2019, virus corona itu kini menjangkiti lebih dari 137.000 orang di seluruh dunia.
Tedros menuturkan, jumlah korban meninggal karena virus dengan nama resmi SARS-Cov-2 itu yang melebihi 5.000 orang itu adalah "kejadian yang tragis".
Lebih lanjut, kepala bagian penyakit darurat WHO, Maria Van Kerkhove, mengatakan tidak mungkin memprediksi sejauh mana virus ini bakal berkembang.
"Sangat mustahil bagi kami untuk langsung menyatakan bahwa pandemi ini bakal mencapai puncak. Tentu kami berharap secepatnya," jelasnya.
Komentar WHO terjadi setelah baik negara di Eropa maupun dunia melakukan kebijakan skala penuh dalam menangkal Covid-19, penyakit yang ditimbulkan oleh virus itu.
Seperti misalnya di Italia, yang memilih melakukan lockdown (penutupan), melarang adanya kegiatan publik, hingga meliburkan sekolah.
Tedros menjelaskan bahwa kebijakan tersebut memang membantu. Namun dia menekankan setiap negara agar mengambil "pendekatan yang komprehensif".
"Tidak melakukan pengujian, pelacakan kontak orang yang terinfeksi, melakukan karantina secara sendiri-sendiri. Lakukan itu bersama!" tegasnya.
Pejabat asal Eritrea itu menekankan perlunya menerapkan setip kasus secara seksama, dimulai dari deteksi, perlindungam, hingga penanganan.
Dia melanjutkan, setiap negara diharuskan memotong rantai penularan dengan menemukan, mengisolasi, memeriksa, dan menangani setiap kasus yang muncul.
"Anda tentu tidak bisa memerangi virus ini jika asalnya saja tidak Anda ketahui. Jangan biarkan api ini makin membesar," paparnya.
Dia mewanti-wanti agar jangan ada negara yang meremehkan kemampuan penyebaran virus yang pertama kali dideteksi di Pasar Seafood Huanan tersebut.
"Setiap negara yang melihat tingginya kasus di negara lain dan berpikir 'tak mungkin terjadi pada kami' sudah membuat kesalahan fatal," ingat dia.
Sementara ketua program darurat Michael Ryan menyebut, melarang adanya kegiatan publik hingga meliburkan sekolah bukanlah solusi.
Sumber: Kompas.com