DBD di Sikka NTT Renggut Nyawa 39 Warga, Istana Beri Perhatian Serius
Serangan DBD di Kabupaten Sikka NTT renggut 39 nyawa, Istana Kepresidenan beri perhatian serius
Serangan DBD di Kabupaten Sikka NTT renggut 39 nyawa, Istana Kepresidenan beri perhatian serius
POS-KUPANG.COM | JAKARTA -Saat ini demam berdarah dengue (DBD) mewabah di Nusa Tenggara Timur ( NTT). Tercatat hingga Kamis (12/3) ada 3.284 kasus, 39 orang di antaranya meninggal dunia. Tingginya korban DBD membuat Istana Kepresidenan memberi perhatian serius
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tular Vektor dan Zoonotik, Siti Nadia Tarmizi mengatakan, korban DBD jauh lebih banyak dibandingkan kasus virus Corona.
• Pemda Sikka Biayai Pasien DBD
"Jumlah kasus DBD per 11 Maret 2020 tercatat sebanyak 17.820 kasus di Indonesia. Sebanyak 104 orang meninggal dunia," sebut Siti kepada wartawan di Jakarta, Kamis(12/3).
Ia mengatakan, kematian akibat DBD mayoritas berada di NTT. Dinas Kesehatan NTT mencatat 37 penderita DBD meninggal per Rabu malam (11/3).
Menurut Siti, angka kematian di NTT tinggi karena sejumlah hal, di antaranya karena faktor lingkungan yang mana banyak terdapat tempat bertelur nyamuk Aedes aegypti.
• Sampah Biang Penyebab DBD di Sikka
"Lalu, tidak dilakukan pencegahan sebelum masa penularan DBD. Kemudian, tempat perindukan nyamuk tidak dibersihkan," tutur Siti.
Siti mengatakan, ada empat provinsi lain dengan kasus kematian akibat DBD yang juga tinggi, yakni Jawa Barat (15 kematian), Jawa Timur (13 kematian), Lampung (11 kematian), dan Jawa Tengah (4 kematian).
Siti menjelaskan, penularan DBD terjadi secara cepat. "DBD itu penyakit yang berpotensi menjadi wabah dan kejadian luar biasa (KLB) dikarenakan kecepatan penularannya. Jadi mengapa tiba-tiba (jumlah) kasus tiba-tiba melonjak jadi tinggi? Sebab, ini karena proses penularan tetap terjadi," ujarnya.
Menurut Siti, penyebab penularan DBD, yakni iklim tropis Indonesia dan keberadaan nyamuk Aedes aegypti.
"Individu butuh waktu 5-7 hari setelah tergigit nyamuk Aedes aegypti, lalu baru muncul gejala klinis DBD. Tetapi, bisa jadi orang tidak merasakan gejala klinis, padahal dia sudah positif tertular DBD. Kalau daerah yang nyamukmya banyak, ya (risiko) penularan cepat terjadi," jelas Siti.
Wakil Ketua Komisi IX DPR Nihayatul Wafiroh mengatakan, DBD merupakan penyakit langganan yang ada di Indonesia dan saat ini seluruh wilayah memiliki potensi menjadi kejadian luar biasa DBD.
"Oleh karena itu, pemerintah tidak boleh mengesampingkan persoalan DBD (di tengah penanganan corona)," ujar Nihayatul.
Ia pun meminta, pemerintah harus melakukan penelitian yang mendalam tentang DBD, sehingga tidak terulang setiap tahunnya. Untuk kasus DBD di NTT, kata Nihayatul, pemerintah harus langsung bergerak cepat mencegah penyebaran penyakit yang disebabkan nyamuk tersebut.
"Pemerintah sudah kirim beberapa dokter spesialis ke NTT dan ini harus dievaluasi. Pemerintah harus all out untuk menanganinya," ucapnya.