Pegiat Aids Ungkap Fenomena 'Seks Online' di Lembata

Saat bertemu dengan Wakil Bupati Lembata Thomas Ola Langoday di rumah jabatan, Minggu (1/3/2020), para pegiat HIV dan AIDS di Kabupaten Lembata

Penulis: Ricardus Wawo | Editor: Kanis Jehola
POS-KUPANG.COM/Ricko Wawo
Para pegiat HIV dan Aids Lembata bertemu dengan Wakil Bupati Lembata Thomas Ola Langoday di Rumah Jabatan Wakil Bupati, Minggu (1/3/2020). 

POS-KUPANG.COM | LEWOLEBA - Saat bertemu dengan Wakil Bupati Lembata Thomas Ola Langoday di rumah jabatan, Minggu (1/3/2020), para pegiat HIV dan AIDS di Kabupaten Lembata membeberkan fenomena ' seks online' dan pekerja seks jalanan yang marak terjadi di Kota Lewoleba, Kabupaten Lembata.

Fenomena sosial ini disebut jadi salah satu cara penularan HIV dan AIDS di Kabupaten Lembata yang juga menyasar pada pelajar.

Pegiat HIV dan AIDS, Nefri Eken, menyebutkan selain ada lebih dari 100 pekerja seks jalanan di Kota Lewoleba, aktivitas prostitusi terselubung di kalangan remaja juga terjadi secara online (daring).

Mulai Bulan Ini, KPP Pratama Kupang Siap Jalankan Pengawasan Bebasis Kewilayahan

Pegiat yang akrab disapa Mane ini membeberkan ada sebuah grup online yang dibuat sebagai wadah para pekerja seks jalanan bertransaksi. Para pelanggan, lanjutnya, juga biasa melakukan transaksi melalui media sosial dan aplikasi pesan What's App.

Perihal pekerja seks jalanan, Mane menuturkan tempat mereka melakukan hubungan seks berpindah-pindah.

PLN Dukung Kelistrikan Pembangunan PLBN Maritaing Kabupaten Alor

Beberapa yang dia temukan dari hasil pemetaan, para remaja yang terlibat juga gemar minum alkohol, keluyuran malam tanpa pengawasan orangtua, dan kebiasaan berhubungan seks di kalangan para remaja.

"Di Lembata pekerja seks jalanan karena senang saja bukan soal uang. Bahkan pernah ada dua anak SMP datang minta kondom di saya," bebernya.

Disebutkan, lingkungan pergaulan remaja sudah sangat memprihatinkan. Mereka bahkan menganggap seks bebas itu hal yang biasa.

Mane menyebutkan beberapa tempat di Kota Lewoleba yang jadi lokasi favorit orang berhubungan seks selain di kos-kosan, di antaranya, Pelabuhan Lewoleba, Pantai Harnus, Bukit Doa, Pantai Waijarang, Kantor Bupati Lama dan Pantai SGB bungsu dekat muara.

"Di kantor bupati lama juga saya dapat dua pasangan. Anak pelajar dan konsumennya itu orang dewasa. Di Lembata juga gay dan biseks Juga banyak. Ada yang sudah punya istri tapi malam masih cari laki-laki. Kalau kita tidak atasi ini maka kita tidak akan bisa putus mata rantai penularan HIV dan Aids di Lembata," terang Mane yang sudah lebih dari dua dekade menggeluti dunia penanganan HIV dan AIDS.

Disampaikannya, para pekerja seks jalanan di Lewoleba juga banyak yang diatur oleh germo atau mentor mereka.

"Kalau KPAD tidak bekerja maka kita tidak akan bisa memutus mata rantai. KPAD perlu bersinergi dengan Dinkes dan pasti bisa memeutus mata rantai ini," urainya.

Pada kesempatan itu, dokter Alma Carvallo yang juga banyak berurusan dengan masalah HIV dan AIDS di Lembata menerangkan kesulitan dari para dokter yakni di Lembata belum ada pendampingan khusus bagi ODHA yang bisa mengontrol mereka minum obat.

"Banyak yang putus minum obat. Apalagi orang dengan kata HIV ini banyak dapat diskriminasi ini. ODHA masih malu dan dapat diskriminasi. Ada juga suami istri kena HIV dipisahkan. Ada dua keluarga yang kena di Lembata.
Kita kesulitan untuk pantau karena kekurangan sumber daya," ungkap dokter Alma sembari menambahkan rata-rata pengidap HIV dan AIDS di Lembata adalah eks perantau di luar negeri dan ada juga mahasiswa.

Data terbaru, lanjutnya, pada bulan Januari dan Februari sudah ditemukan tiga pasien baru dan bahkan ada ibu hamil yang positif mengidap virus mematikan ini.

"Tidak ada tenaga yang stand by di ruangan. Kita masih merangkap kerjanya. Kita masih butuh pelayan lagi untuk VCT dan pelayanan obat. Kita kewalahan juga karena ada pasien yang tidak datang ambil obat dan kita harus cari lagi," katanya.

Sementara itu, Wakil Bupati Lembata Thomas Ola Langoday menyebutkan kalau masyarakat Lembata saat ini berhadapan dengan fakta bahwa para pengidap penyakit mematikan ini ada, lalu fenomena ke arah pengidap juga ada dan kemudian soal kelembagaan Komisi Penanggulangan AIDS Daerah (KPAD) Lembata yang belum diberi wewenang maksimal.

"Saya sudah keliling ke sekolah-sekolah. Ada sekolah yang disiplin dan ada juga yang tidak. Keluhan mereka adalah soal tempat kos anak pelajar. Saya juga sudah beri gambaran ke guru guru kalau anak anak sudah kena HIV, itu artinya sia-sia sudah. Artinya pengorbanan guru itu sia sia," tegasnya.

Wabup Langoday menandaskan banyak guru juga mengakui kalau para pelajar sering berhubungan seks di tempat kos.

"Mereka buat untuk kesenangan bukan untuk uang. Mereka ini berasal dari keluarga yang mampu secara ekonomi tapi ada juga yang orangtuanya petani," ujarnya Wabup Langoday yang juga punya jabatan ex officio sebagai pelaksana harian KPAD Lembata.

Terkait kelembagaan KPAD, Wabup Langoday menyebutkan dirinya akan segera menggelar pertemuan dengan Dinas Kesehatan Kabupaten Lembata dan KPAD untuk membahas masalah kelembagaan lembaga dimaksud.

KPAD Lembata sendiri sampai saat ini belum mendapat Surat Keputusan (SK) untuk bekerja.

"Saya pikir KPAD ini senjatanya bagus tapi peluru tidak ada. Kita diskusikan dengan kesra. Dia harus lembaga sendiri. Kalau bisa lepas saja. Ini mau minta air juga harus minta ke kesra karena mencari orang-orang yang benar benar peduli itu susah sekali," ungkap Mantan Dosen Unwira Kupang ini. (Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Ricko Wawo)

Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved