Peneliti Merlin Tiran : Apapun Suku Maupun Agama, Saya Memandangmu Sebagai Manusia & Saudara
keunikannya masing-masing apabila direduksi pada paradigma etnis; dia orang Flores, Sabu, Rote, Timor atau pun Jawa.
Peneliti Merlin Tiran : Apapun Suku Maupun Agama, Saya Memandangmu Sebagai Manusia & Saudara
POS KUPANG.COM| KUPANG--Peristiwa perjumpaan dengan sesama di tengah multikulturalitas, keberagaman dan keunikannya masing-masing apabila direduksi pada paradigma etnis; dia orang Flores, Sabu, Rote, Timor atau pun Jawa.
Maka, hal itu sebenarnya merupakan politik etnis dan berpotensi memecah belah. Akan tetapi, jika kita memadang orang-orang di sekitar kita sebagai manusia dan hal lni dijunjung tinggi, maka nilai-nilai toleransi akan ada.
Hal ini dikatakan Merlin Tiran, Peneliti dari Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, saat ditemui POS KUPANG.COM, Jumat, (27/2) di Oebufu, pukul 02.00 wita dalam uraiannya mengenai " Menghidupkan Sistem Nilai Agama dan Budaya Dalam Mekanisme Kultural Sebagai Pranata Penyelesaian Masalah: Studi Kasus di Ilawe, Kabupaten Alor, NTT. Dalam Talk Show " Ba'omong Toleransi," Jumat, ( 28/2) di Aula Universitas Muhammadiyah, Kupang.
Bagi Merlin, pendekatan kultural secara makro di tengah keberagaman tidak perlu dilabeli sekat-sekat. Apapun sukumu, agamamu; kontelasi pemahaman dan cara pandang seorang terhadap yang lain karena dia adalah manusia. Dan bukan karena orang Alor atau orang dari etnis tertentu saya memandangmu sebagai seorang saudara dan itu bisa merekatkan kita
" Saya memandangmu sebagai saudara karena agama saya mengajarkan demikian. Saya memandangmu, sebagai saudara yang harus saya perhatikan karena budaya yang diwariskan dari leluhur. Jadi, saya tidak memadangmu dari agama. Akan tetapi, karena kamu manusia dan saya percaya semua agama mengajarkan demikian untuk mencintai sesama." Kata Merlin.
Titik tolak pemikiran Merlin, didasarkan pada studi kasus mengenai kehidupan masyarakat kecil di sebuah kampung yang bernama Ilawe, Kabupaten Alor, NTT. Salah satu yang menarik di Alor itu, ujar Merlin, Mesjid dan Gerejanya berdekatan. Mesjid di sana dikenal dengan nama Mesjid Isak dan Gerejanya itu diberi nama Ismail. Jadi, saling meminjam nama.
Dikatakan Merlin, pada saat proses pembangunan Gereja, dibantu oleh orang muslim. Sebaliknya, proses pengerjaan Mesjid dibantu oleh orang-orang Kristen. Dengan demikian, Gereja dan Mesjid melambangkan persaudaraan yang terjadi di Ilawe, paparnya.
• Tak Sekedar Pelepas Dahaga, Ada 11 Manfaat Minum Air Pada Saat Perut Kosong
• Harap Keberuntungan Datang Lagi ? Singkirkan 5 Barang Ini dari Kamar Tidur Guys !
• Ayo, Jangan Ulangi Lagi ! 5 Kesalahan yang Sering Kita Lakukan Saat Pakai Deodorant
• Inilah Urutan Golongan Darah yang Paling Budak Cinta, Kamu Urutan Berapa?
Relasi persaudaraan yang telah terjalin itu, jika ditilik berdasarkan cerita dari orang tua di Ilawe, urai Merlin, mereka berasal dari satu rumpun yang sama. Dalam mitologi orang-orang di sana meyakini bahwa asal usul mereka berasal dari ikan di laut dan belut, yang kemudian menjelma menjadi manusia. Lalu, lahirlah generasi-generasi manusia yang ada di kampung lama yang dulu dan yang sekarang menetap di Ilawe.
Dikatakan Merlin, cerita bahwa mereka berasal dari akar/ rumpun yang sama kemudian semakin dipererat dengan sumpah adat yang dibuat sejak dahulu kala.
Sumpah adat ini, ungkap Merlin, tetap dipertahankan dan diterjemahkan dalam adegium, agama Kristen dan Muslim tidak boleh berkelahi sampai maut memisahkan. Jika tidak, mereka akan mati. Warisan ini tetap diteruskan oleh para tetua di Alor, pemuda-pemudi dan pemerintah desa sendiri untuk tetap mempertahankan kerukunan di Alor itu sendiri.
Di samping itu, jika terjadi situasi aksidental yang mengkibatkan kesalahpahaman. Maka, mekanisme penyelesaian masalah dengan cara adat yang melibatkan kepolisian, Pemerintah Desa, orang-orang yang dituakan memimpin penyelesaian masalah.
Setelah diselesaikan secara adat, ujar Merlin, tokoh-tokoh agama kemudian mendoakan. Jadi, orang-orang Ilawe mereka benar beragama Kristen dan Muslim. Tetapi, mereka tidak bisa terlepas dari identitas mereka bahwa mereka orang Alor yang tinggal di Ilawe dengan tidak menghilangkan budaya-budaya yang sudah ada.
Dikatakan Merlin, jadi yang mau disampaikan dalam talk show tadi, papar Merlin, kita sebagai generasi penerus yang hidup di tengah perkembangan zaman dan kemajuan teknologi di era digital, satu hal yang penting adalah jangan pernah melupakan sejarah.
• Moms, Ternyata Rokok Bisa Menyebabkan Anak Stunting, Telusuri Versi Penelitiannya
• Anda Masih Bermasalah Dengan Pencernaan ? Mungkin 6 Hal Ini yang Belum Dilakukan
• Jangan Diabaikan, Dipraktek Guys ! 5 Pola Makan Sehat Untuk Menjaga Kesehatan Jantung
NTT dikenal karena nilai budaya yang dihidupi.