Hi Moms, Wajib Tahu Akibatnya Bila Anda Mengabaikan Pre Menstruation Syndrome
Fase ini biasanya terjadi kurang lebih satu sampai dua minggu sebelum datangnya menstruasi dan dianggap normal.
Hi Moms, Wajib Tahu Akibatnya Bila Anda Mengabaikan PMS
POS-KUPANG.COM--Hi Moms, Wajib Tahu Akibatnya Bila Anda Mengabaikan PMS
Sebagai perempuan, pasti sudah tak asing lagi dengan datangnya tamu bulanan.
Termasuk segala penderitaan yang tak jarang bikin sebagian perempuan uring-uringan.
Pernah, kan, kita merasakan seperti nyeri pada payudara, pusing, cepat lelah, atau kembung menjelang menstruasi? Atau tiba-tiba jadi sangat sensitif dan ingin menangis atau mungkin malah jadi lebih pemarah?
Kondisi perubahan emosi atau fisik yang kita alami menjelang periode menstruasi seperti tadi biasa dikenal dengan istilah Pre Menstruation Syndrome (PMS).
Kita akan mulai merasakan gejala PMS ketika lapisan dinding rahim makin menebal dan mulai mendekati periode menstruasi, ditambah permainan hormon di dalamnya.
“Menjelang menstruasi, ada hormon yang fluktuatif, hormonnya naik dan turun, khususnya hormon estrogen dan progesteron. Hal ini menimbulkan adanya perubahan-perubahan fisik dan mental pada perempuan,” ujar Dr. dr. Kanadi Sumapradja, Sp.OG-KFER, M.Sc., dokter spesialis kebidanan dan kandungan konsultan ferilitas, endokrinologi, dan reproduksi Rumah Sakit Pondok Indah.
Fase ini biasanya terjadi kurang lebih satu sampai dua minggu sebelum datangnya menstruasi dan dianggap normal.
Bahkan, menurut dr. Kanadi, perempuan yang menderita PMS biasanya termasuk dalam kelompok perempuan yang subur.
Lantas, tak ada masalah, bukan? Belum tentu.
Meski terkesan biasa dan wajar, gejala PMS ini juga tak bisa disepelekan.
Misalnya saja, rasa nyeri.
Sebenarnya wajar jika ada rasa nyeri, toh ada jaringan dinding rahim di dalam tubuh yang luruh dan keluar.
Namun, jika rasa nyeri tak tertahan hingga mengganggu aktivitas kita—seperti tak bisa berjalan atau bekerja—maka bisa jadi itu tanda bahaya.
Salah satu yang perlu diwaspadai adalah timbulnya gangguan Premenstrual Dysphoric Disorder (PMDD).
Apa itu?
PMDD sebenarnya adalah sepupu jahat dari PMS.
Lebih tepatnya, PMDD adalah bentuk PMS yang lebih berat.
Waktu munculnya dan gejala di antara keduanya sama.
Ada kemurungan, rasa lapar yang meningkat, mengidam, kelelahan, kram, dan sakit.
Namun, pada penderita PMDD gejala tersebut menjadi sangat buruk sehingga dapat melumpuhkan kemampuan kita untuk menjalani keseharian secara normal saat menstruasi.
Selain itu, gangguan mood pramenstruasi pun lebih signifikan dan sering kali muncul dengan didukung suasana hati yang mudah terpancing amarah bahkan mungkin menimbulkan depresi.
Misalnya, muncul rasa sensitif yang cenderung membuat kita sedih dan menangis mendalam dan tak berkesudahan, atau marah besar tak beralasan hingga mengganggu hubungan dengan orang terdekat.
“Ketahuilah beberapa gangguan menstruasi ini bisa diikuti gejala-gejala yang kemungkinan dapat mengganggu quality of life dari seorang perempuan,” jelas dr. Kanadi.
Jika sudah begini, mesti bagaimana?
Menurut dr. Kanadi, jika memang sangat dibutuhkan, maka jasa psikiater untuk memberikan terapi mental bisa digunakan agar pasien mampu mengendalikan dorongan emosionalitas yang berlebihan ini.
Salah satu upaya atau terapi pada kasus PMS berat ini adalah dengan memberikan obat-obatan yang dapat menekan fluktuasi hormon yang terjadi saat menstruasi.
Artinya, ada kemungkinan perempuan menjadi kurang subur.
• Herman Man : Pejabat yang Pernah Diaudit BPK Perlu Membuat Perjanjian Kinerja
• Ditabrak Pria Mabuk Miras, Dua Perempuan di Kupang Luka Berat
• Hi Guys, Wajib Tahu ! Pemicu yang Bikin Anda Doyan Ngemil di Malam Hari
• 6 Hal Yang Terjadi Pada Tubuh Bila Mengabaikan Sarapan Pagi, No 6 Bikin Gagal Diet
Tapi ingat, konsultasikan dulu pada ahlinya, ya.
Maka itu, dr. Kanadi menegaskan agar jangan sampai menyepelekan setiap gejala PMS yang kita rasakan.
“Gangguan menstruasi apa pun itu, punya potensi untuk mengganggu kesuburan. Nah, oleh karena itu jangan sampai kita biarkan sehingga konsekuensinya harus melakukan terapi kesuburan. Toh, bisa dari awal kita intervensi,” pungkas dr. Kanadi.(*)