Kisah Warga Manusak Tuntut Pemkab Kupang Segera Rekonstruksi Lahan Nggela Soledale
Konflik sosial ini dikarenakan penguasaan lahan tidak sesuai dengan peta awal dan kepemilikan lahan tersebut dilegitimasi dengan sertifikat
Penulis: Gecio Viana | Editor: Rosalina Woso
Kisah Warga Manusak Tuntut Pemkab Kupang Segera Rekonstruksi Lahan Nggela Soledale
POS-KUPANG.COM | KUPANG -- Sejumlah masyarakat Desa Manusa, Kecamatan Kupang Timur, Kabupaten Kupang menuntut Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kupang melalui instansi terkait untuk melakukan rekonstruksi ulang lahan Nggela Soledale.
Lahan seluas kurang lebih 250 hektare tersebut merupakan lahan penggembalaan ternak masyarakat dan diketahui sebagai tanah negara.
Lahan ini awalnya merupakan lahan hutan lindung desa dan digunakan masyarakat sekitar untuk melakukan penggembalaan ternak.
Selanjutnya, pada periode kepemimpinan Bupati Kupang, Ibrahim A. Medah melalui Dinas Pertanahan melakukan pengkaplingan pada tahun 2007.
Pengkaplingan dilakukan untuk selanjutnya didistribusikan kepada sebanyak 300 warga Desa Pukdale dan 150 warga Desa Manusak dengan ukuran tanah masing-masing sebesar 4 are atau 20 meter x 20 meter.
Untuk mendapatkan lahan tersebut, warga kedua desa diwajibkan untuk membayar biaya administrasi pengkaplingan tanah sebesar Rp 75 ribu.
Namun demikian, lahan yang diinginkan masyarakat ternyata masih jauh dari harapan.
Bahkan, tanah tersebut hari ini telah berpindah tangan menjadi milik warga di luar kedua desa baik secara individu yang berprofesi sebagai ASN maupun pemilik modal atau pengusaha.
Hal tersebut terungkap dalam pertemuan sejumlah masyarakat dengan Kepala Ombudsman RI Perwakilan NTT, Darius Beda Daton, SH, Senin (24/2/2020).
Perwakilan warga Desa Manusak diwakili Yorhans Kiuk, Zakeus Manu, Yosias Kiuk dan Marthen Manane.
Yorhans Kiuk mengaku, semua masyarakat sangat membutuhkan lahan tersebut demi menjalankan aktivitas pertanian dan kehidupan.
Sebagai masyarakat, Yorhans dan masyarakat lainnya telah menyetor uang demi mendapatkan lahan.
"Uangnya kami sudah berikan ditandai dengan kwitansi yang ada akan tetapi tanah belum kami dapatkan," ujarnya.
Diakuinya, perjuangan warga untuk mendapatkan haknya telah ditempuh melalui jalur hukum dan bertemu dengan pihak terkait yakni pemerintah, DPRD Kabupaten Kupang dan lainnya.
Persoalan tersebut, lanjut Yorhans telah dilaporkan ke Polsek Kupang Timur, Polres Kupang Kota, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Ombudsman RI Perwakilan NTT.