Di Kabupaten Ngada Yayasan Puge Figo Adakan Reboisasi Berbasis Pakan Ternak
Yayasan Puge Figo (YPF) di Kurubhoko, Kecamatan Wolomeze merespons positif terhadap program Dinas Peternakan
Penulis: Gordi Donofan | Editor: Rosalina Woso
Di Kabupaten Ngada Yayasan Puge Figo Adakan Reboisasi Berbasis Pakan Ternak
POS-KUPANG.COM | BAJAWA --Yayasan Puge Figo (YPF) di Kurubhoko, Kecamatan Wolomeze merespons positif terhadap program Dinas Peternakan dalam gerakan penanam pakan ternak jenis Taramba.
Ketua YPF, Emanuel Djomba, menyampaikan, YPF bergerak dibidang ekologi dan itu sudah sejak lama digalakan.
"Karena itu bersamaan dengan penanaman pakan ternak di Dinas Peternakan, maka YPF besinergis melalui programnya yakni reboisasi berbasis pakan ternak," ujar Emanuel, kepada POS-KUPANG.COM, Minggu (26/1/2020).
Emanuel mengatakan pendidikan ekologi merupakan salah satu misi YPF, sedangkan reboisasi berbasis pakan ternak merupakan salah satu kegiatan yang mendukung misi konservasi atau reboisasi di yayasan ini.
Sementara itu, Pembina YPF Nao Remon, ketika yayasannya bersinergis dengan Dinas Peternakan dan melibatkan siswa sekolah menggelar penanaman pakan ternak di lahan percontohan di Kurubhoko menyambut baik program tanam pakan ternak.
Nao Remon sendiri ikut serta dalam kegiatan yang berlangsung Jumat (24/1/2020) di Kurubhoko itu.
Remon mengatakan bagi YPF, gerakan ini diharapkan dapat mengatasi salah satu dari sejumlah masalah kebakaran hutan di musim kemarau (kering) karena alasannyang sangat klasik, yakni membakar hutan untuk mendapat rumput baru bagi ternak dan alasan ini dianggap menjadi biang terjadinya kebakaran.
Karena itu, ketika Dinas Peternakan melakukan gerakan ini sebenarnya sejalan dengan program dalam bidang reboisasi. Alasan bakar hutan di atas mengancam program reboisasi YPF selama ini.
"Maka itu YPF kemudian memprogramkan reboisasi berbasis pakan ternak mulai tahun 2020, dengan asumsi, jika pemilik ternak sudah memiliki lahan pakan maka bisa mengatasi salah satu dari sejumlah alasan orang membakar hutan," jelas Remon.
Kegiatan tanam pakan ternak jenis taramba yang juga melibatkan siswa, kata Nao Remon, bertujuan salah satunya adalah memberi edukasi kepada generasi baru tentang pentingnya mulai mengubah pola peternakan tradisional; dimana hewan dilepas di padang rumput dan ketika pada musim kemarau rumput menjadi kering maka cara satu-satunya untuk mendapatkan pakan adalah dengan membakar padang rumput.
"Dampak dari kebiasaan itu sangat buruk karena setiap tahun di wilayah ini puluhan hektar lahan/hutan terbakar demi kepentingan mendapat rumput baru untuk ternak. Hutan semakin gundul," jelas Remon.
Selain itu kata Nao Remon, lahan ternak semakin sempit akibat perkembangan demografi, semua beralih menjadi lahan pertanian dan dibagi dari generasi ke generasi.
Dengan demikian pola peternakan tradisional dengan melepas hewan berkeliaran bebas tidak cocok lagi.
Nao Remon juga mensinyalir, lahan ternak semakin sempit juga akibat perkembagan sejenis rumput bersifat invasif yaitu "sensus" (nama botaniknya Chromelaena odorata) yang meraja lela dan menguasi jenis tumbuhan lain yang mengakibatkan rumput ternak semakin berkurang dari tahun ke tahun dan bakal hilang total dalam waktu 4-5 tahun ke depan.