Penjelasan Apindo Sumba Timur Terkait Persoalan Upah Pekerja dan Direktur PT Setia Jaya Nirwana

pengaduan pekerja Lukas Tamo Ama terhadap Direktur PT Setia Jaya Nirwana kepada Dinas Transmigrasi dan Tenaga Kerja (TransNaker) Kabupate

Penulis: Robert Ropo | Editor: Ferry Ndoen
Pos-Kupang.Com/istimewa
Proses mediasi di Dinas TransNaker Sumba Timur. 

Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Robert Ropo

POS-KUPANG.COM | WAINGAPU----Terkait pengaduan pekerja Lukas Tamo Ama terhadap Direktur PT Setia Jaya Nirwana kepada Dinas Transmigrasi dan Tenaga Kerja (TransNaker) Kabupaten Sumba Timur dimana terkait upah pengerjaan peningkatan infrastruktur tata ruang dan kawasan di ruas jalan Nggongi-Wahang.

Sekertaris Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Kabupaten Sumba Timur Donatus Hadut, yang ikut dalam melakukan mediasi kasus upah tersebut, mengatakan, persoalan hanya terletak pada selisih nota pengambilan uang yang dalam catatan pengusaha bahwa pekerja sudah mengambil uang sebesar lebih kurang Rp. 331.000.000., sedangkan pekerja hanya mengakui telah menerima lebih kurang Rp. 315.000.000.

Donatus Hadut menyampaikan itu ketika dikonfirmasi POS-KUPANG.COM, Sabtu (18/1/2020).

Dikatakan Hadut, namun pekerja (Lukas, Red) tidak punya catatan, selain persoalan nota bon juga ada persoalan harga satuan hasil (upah borong) untuk item pekerjaan plesteran, harga campuran menggunakan moleng, serta urukan dengan selisih total lebih kurang Rp. 13.000.000. Terkait masalah harga penggunaan molen, pengusaha nenghadirkan 2 orang pekerja sebagai saksi yaitu Aleks dan Ama Kii, namun pekerja tetap tidak bergeming dari tuntutanya.

Hal untuk selisih kontrak sebesar Rp 29 juta, kata Hadut, sehingga dalam mediasi kemarin disepakati tital upah yang disengjetakan sebesar Rp. 29.000.000., namun sisa upah pekerja yang tidak termasuk upah yang disengketakan, pengusaha siap bayar upah dan tidak ada persoalan lagi.

Dikatakan Donatus setelah pihaknya melihat persoalan itu, pertama dari sisi pengaduan pekerja (Lukas-red) bahwa total upah yang dituntut sebesar Rp 351.955.810 dan baru dibayar oleh pihak pemberi kerja sebesar Rp 183.899.000 dan masih sisa Rp 168.056.000. Kemudian terhadap upah ini ada upah harian dimana sisa upahnya untuk bonus upah pengawasan sebesar Rp 9.140.000.

Menurut Hadut, setelah dilihat dari persoalan upah harian tersebut sebenarnya tidak ada persoalan antara pekerja dan pemberi kerja. Hanya ada berkaitan dengan pencatatan, menurut pemberi kerja sudah dibayar tetapi di kwitansi itu tidak ada tanda terima, sementara pekerja merasa belum terima.

Sehingga setelah dilakukan mediasi dengan menghadirkan sejumlah saksi (pekerja) lain di lapangan ternyata bonus yang Lukas sebut tersebut yang sebenarnya hanya Rp 8.910.000. Namun, bonus tersebut dibagi dua antara pengawas Rp 4.000.000 dan sisanya Rp 4.910.000 untuk Lukas yang belum dibayar oleh pemberi kerja.

"sehingga kami meminta kepada pemberi kerja agar membayar sisa upah Rp 4.910.000 itu. Saya sudah sampaikan ini kepada perwakilan perusahan untuk segera dibayar agar persoalan ini dapat selasai, karena ini haknya pekerja,"ungkap Hadut.

Terkait upah borong atau upah satuan, pihaknya melihat ada persoalan di borongan itu, dalam hitungan pekerja total borongnya sebesar Rp 351.955.810. Sedangkan menurut pengusaha total upah borongan Lukas sesuai volume yang ada Rp 339 juta lebih.

Sehingga pihaknya melihat ada persoalan pada sejumlah item pekerjaan dimana ada kesepakatan harga yang ada persoalan. Menurut Pemberi kerja cor beton menggunakan moleng milik perusahan hanya Rp 500.000 perkubik dan juga diakui oleh saksi, Aleks dan Ana Kii sedangkan menurut pekerja kesepakatannya Rp 570.000.m3

Kemudian terkait persoalan plester nilainya Rp 3,6 juta lebih itu tidak diakui oleh perusahaan karena tidak dimasukan sekalian secara komplit pada saat pekerjaan selesai. Selain itu ada urukan material tanah dan batu sebanyak 83 kubik dimana pekerja mengatakan Rp 100.000/kubik, sedangkan pemberi kerja mengatakan hanya Rp 30.000/kubik karena urukan ini tidak ada dalam item pekerjaan ini karena murni kesalahan dimana loder saat menggali terlalu dalam sehingga perlu diuruk.

"sehingga kami melihat dari sisi kontrak selisihnya sekitar Rp 13 juta yang tidak diakui oleh pekerja. Sehingga jumlah selisih ini kami belum melihat keterangan siapa yang harus benar karena tidak ada keterangan hitam diatas putih, sehingga perlu kembali duduk bersama lagi,"ungkap Hadut.

Sedangkan dari sisi berapa yang telah dibayar upah, jelas Hadut, setelah pihaknya mencocokan dalam mediasi itu menurut catatan pemberi kerja, upah yang sudah diberikan kepada Lukas Rp 331.000.000 dari Rp 339.000.000 tinggal Rp.7.000.000 sehingga pemberi kerja siap membayar, namun menurut pekerja yang diterima dari pemberi kerja baru Rp 315 juta lebih,

Halaman
12
Sumber: Pos Kupang
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved