News
Asal Tahu, Setiap Dua Minggu Satu Anak di TTS Jadi Korban Pemuas Nafsu Laki-laki Bejat, Prihatin!
Sepanjang tahun 2019, Polres TTS menangani 140 kasus yang berkaitan dengan persetubuhan, pencabulan, penganiayaan
Penulis: Dion Kota | Editor: Benny Dasman
Laporan Wartawan Pos Kupang, Com, Dion Kota
POS KUPANG, COM, SOE - Kapolres Timor Tengan Selatan (TTS) AKBP Ariasandy, SIK, mengaku sangat prihatin dengan tingginya angka kasus kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak di daerah itu.
Sepanjang tahun 2019, Polres TTS menangani 140 kasus yang berkaitan dengan persetubuhan, pencabulan, penganiayaan dan penelantaran anak. Juga kasus pencobaan pemerkosaan dan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).
Dari jumlah ini, 42 di antaranya merupakan kasus persetubuhan anak di bawah umur. Jika dibagi 12 bulan, maka setiap bulannya ada dua kasus persetubuhan terhadap anak yang terjadi atau per dua minggu ada satu anak di TTS yang menjadi korban kasus persetubuhan.
Keprihatinan Kapolres Ariasandy terungkap dalam acara coffee morning yang digelar Yayasan Sanggar Suara Perempuan (SSP) di Beta Pung Kafe, Rabu (15/1). Acara ini mengusung tema,
"Selamatkan anak perempuan dan perempuan dari kekerasan seksual."
Turut hadir, Dandim TTS Letkol (Czi) Koerniawan Pramulyo; Kajari SoE, Fachrizal, SH; Ketua Pengadilan Negeri SoE, I Wayan Yasa; Ketua DPRD TTS, Marcu Mbau; dan beberapa mitra SSP lainnya.
Kapolres Ariasandy mengatakan, ada berbagai faktor yang menyebabkan angka kasus kekerasan seksual terhadap perempuan di TTS tinggi.
Mulai dari pengaruh video porno, pengaruh miras, kurangnya pengawasan orang tua hingga perangkat hukum yang dibuat pemda tidak dieksekusi dengan baik.
"Angka kasus kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak merupakan yang tertinggi kedua setelah kasus penganiyaan di TTS. Faktanya cukup mencengangkan, di mana per dua minggu ada satu kasus persetubuhan anak di bawah umur yang terjadi di sepanjang tahun 2019," ungkap Kapolres Ariasandy.
Kapolres berkomitmen menangani setiap kasus kekerasan seksual terhadap anak yang dilaporkan hingga tuntas. Ia menegaskan tidak akan memberikan penangguhan penahanan kepada tersangka kasus kekerasan seksual terhadap anak.
Untuk mencegah terjadinya kasus kekerasan seksual terhadap anak, lanjut Kapolres Ariasandy, dirinya menyarankan kepada Pemda TTS untuk menggelar kampanye dalam skala besar dengan tema melawan kekerasan seksual terhadap anak dan perempuan. Dengan tujuan menjadikan Kota SoE menjadi kota ramah anak dan perempuan.
"Saya mau kita fokus bukan hanya pada penanganan kasusnya, tetapi bagaiamana kita mencegahnya. Saya sarankan Pemda TTS menggelar kampanye dalam skala besar untuk membuat gerakan melawan kekerasan, baik fisik maupun kekerasan seksual terhadap anak dan perempuan," sarannya.
Ketua Pengadilan Negeri SoE, I Wayan Yasa, mengakui, selama ini dalam memutus perkara kasus persetubuhan anak di bawah umur, para terdakwa selalu dijatuhi hukuman maksimal atau di atas 10 tahun.
Untuk mencegah terjadinya kasus kekerasan seksual terhadap anak dan perempuan, Yasa menyebut perlu adanya peran serta dari semua komponen. Mulai dari pemerintah, penegak hukum, dunia pendidikan, LSM, tokoh agama hingga para orang tua.
Ke depan, katanya, pihak Pengadilan Negeri SoE akan menggandeng Dinas Pendidikan TTS melakukan sosialisasi bahaya kekerasan seksual terhadap anak di beberapa sekolah di Kota SoE.
"Kita sudah buat materi sosialisasinya. Target kita dalam waktu dekat kita mulai gelar sosialisasi di sekolah-sekolah," katanya. *