Opini Pos Kupang
Doa Warga Kota Merpati
Mari membaca dan simak isi Opini Pos Kupang berjudul: doa warga kota merpati
Mari membaca dan simak isi Opini Pos Kupang berjudul: doa warga kota merpati
Oleh : Ermi Ndoen, Anggota FAN NTT
POS-KUPANG.COM - Ada sebuah kota Anta Berantah. Kota ini menurut data statistik resminya adalah rumah bagi setengah juta orang. Semua orang di kota ini bertuhan; karena semua penghuninya, 100 persen memilih salah satu agama untuk dimuat dalam kartu anggota kota Anta Berantah; sebagai suatu identitas yang harus ada di kartu tanda anggota penduduk kota.
Di semua agama yang dibolehkan di Kota Anta Berantah ini, diberi kebebasan untuk selalu berdoa pada Tuhannya. Mereka berdoa secara rutin, ada yang setiap jam, ada yang lima kali sehari; setiap hari; atau setiap minggu. Alhasil, kota ini menjadi kota yang sangat religius. Banyak rumah ibadah yang berdiri megah; walaupun masih ada anggotanya yang tinggal di rumah gubuk. Bagi rakyat kota ini; beribadah dan berdoa adalah jiwa dan rohnya.
• Waspada Tumpahan Minyak dari Bangkai KM Shimpo 16, Ini Tanggapan Bambang Arifin Atu
Penghuni kota ini sangat mengasihi sesamanya sehingga kota ini dijuluki Kota Merpati; sejenis burung yang dianggap sangat setia sama janji. Burung Merpati yang umumnya berwana putih; juga menjadi sebuah simbol kesucian, dan keromantisan. Merpati merupakan burung yang setia terhadap pasangannya. Mereka biasanya hanya memiliki satu kekasih untuk seumur hidup. "Merpati tidak pernah ingkar janji", kata penduduk kota ini.
Kebanggaan pada merpati ini diwujudkan dalam wujud taman kota yang dibangun di salah satu ruas jalan utama di kota ini. Karena itu Kota Anta Berantah ini juga sering disebut orang dengan "Kota Merpati -Tuhan Memberkati". Kira-kira ini makna dari Patung Merpati Putih di kota ini. Pemerintah kota ingin mewujudkan kebanggaan warganya sebagai Kota Merpati dalam bentuk taman yang indah.
Sebagai kota yang religius; semua warga kota rajin berdoa. Dalam setiap kesempatan berbicara pada Sang Khalik para warga Merpati, selalu berdoa kepada Tuhan untuk melindungi pemerintahnya; dan memberi hikmat dan kebijaksanaan dalam memerintah agar dapat memberi pelayanan terbaik dan kesejahteraan bagi warga kota.
Doa: Harapan dan Kenyataan
Doa dari hampir 500 ribu orang setiap saat selalu menyelipkan haparan agar pemerintahnya bisa berbuat yang terbaik bagi warganya. Maklum saja; Kota Merpati ini juga dikenal sebagai Kota Karang yang segar merangsang, atau kota karang yang gersang. Air merupakan `masalah utama' Kota Merpati. Para warga berdoa agar pemerintah kota dapat menyediakan air yang cukup bagi warganya.
Tetapi yang terjadi sebaliknya. Kota Karang ini selalu kekurangan air. Pipa-pipa bertebaran di berbagai sudut kota; tanda bahwa ada upaya pemerintah menyediakan air bagi warganya; tapi kebanyakan pipa kosong dan berisi angin.
Ada juga pipa yang berisi air dan mengalir ke rumah-rumah warga; tapi kalau ada kebocoran pipa di pinggir jalan; dan air mengalir -terbuang percuma; butuh waktu lama baru diatasi. Mungkin ada maksud baik dari pipa yang dibiarkan bocor; agar taman di sekitarnya dapat sedikit siraman air untuk menghijaukan kota ini.
Kota Merpati, berkarang dan gersang ini, dulunya banyak pohon. Pemerintah kota ini menyarankan penduduk untuk menanam pohon menghijaukan kota. Tapi anehnya; pohon-pohon besar di tepi jalan--bahkan pohon beringin--yang menghijaukan kota, sudah banyak yang ditebang pemerintah dan diganti dengan pohon-pohon plastik, pohon warna-warni berlistrik, atau dibiarkan kosong melompong kala terik.
Ah, doa warga kota agar pemerintahann yang bijaksana mungkin di dengar Tuhan. Dari pada warga kota kekurangan air untuk menyiram pohon, sebaiknya pohon-pohon ini ditebang agar ada penghematan air.
Warga tidak perlu resah kota kekurangan pohon dan kekurangan air; karena sudah banyak pohon plastik yang ditanam pemerintah diberbagai ruas jalan yang cukup dialiri listrik dan tidak butuh air untuk menyiram.
Sepe dan Sarisando Listrik
Kota ini dulunya gelap. Warga berdoa untuk mendapat terang. Jadilah terang; hampir seperti penciptaan dunia pada awalnya. Banyak lampu jalan mulai dipasang di berbagi sudut kota. Tidak ketinggalan banyak sekali lampu-lampu berbentuk bunga "Sepe" ikut tergantung di berbagai "pohoh" listrik Kota Merpati.
Rakyat senang. Mereka lagi-lagi bersyukur, Tuhan mengabulkan doanya. Setelah banyak pohon ditebang, termasuk pohon Sepe, kebanggaan warga kota di waktu Natal; pemerintah akhirnya sadar untuk kembali menghadirkan suasana Sepe yang bukan hanya hadir di bulan Desember; tapi hadir setiap waktu di setiap kerlip pandang warga Kota Merpati.
Lampu-lampu seperti fisial banyak bergantungan di pohon beraliran listrik di Kota Merpati. Warga Kota tidak perlu kuatir kekurangan Sepe akibat banyak pohon yang ditebang; tapi terus berbahagia karena Sepe bisa mekar di tiang listrik pada waktu malam. Hal yang menjadikan warga bingung, kenapa lampu-lampu Sepe ini digantung di bawah lampu penerangan jalan? Sinar mana yang harus dilihat warga; sinar lampu Sepe atau lampu penerangan?
"Ah sudahlah, ini demi keindahan Kota Merpati", kata warga.
Kota Merpati adalah kota yang berbudaya. Kota ini terkenal memiliki alat musik yang -menurut cerita orang -hanya satu-satunya di dunia. Alat musik ini namanya Sarisando. Sayangnya alat musik yang fenomenal ini sudah kekurangan pemainnya karena banyak generasi tua warga Kota Merpati yang mahir bermain Sarisando, sudah renta atau sudah wafat.
Sekali lagi Tuhan hadir dan mengabulkan doa warga Kota Merpati. Kebetulan doa warga muncul dalam bentuk lampu warna warni berbentuk Sarisando berterbaran di seluruh pelosok kota. Upaya pelestarian alat musik Sarisando dijawab Tuhan melalui program "Lampu Sarisando". Warga kembali berterimakasih.
Walaupun ada yang berbisik, "apa sebaiknya dana pengadaan lampu Sarisando ini dipakai untuk membuat sanggar Sarisando"? Bukankah lampu Sarisando ada umur pakainya, samaseperti lampu Sepe? Kalau dana ini dipakai untuk pembinaan generasi muda dalam bermain Sarisando, Kota Merpati yang gersang ini tidak akan kekurang pemain muda pemain Sarisando. Festival Sepe tidak hadir dalam bentuk lampu Sepe dan lampu Sarisando, tapi hadir dalam bentuk dentingan merdu petikan jari lentik para generasi muda kota Merpati yang sedang memainkan alat Sarisando asli.
Kota Merpati yang berbudaya ini juga terkenal dengan tenunnya. Sekali lagi pelestarian tenun dikembangkan pemerintah lewat lampu warna warni tenun di berbagai ruas jalan kota. Warga kota yang mengharapkan dukungan pembinaan generasi muda untuk dapat bertenun, mungkin harus kembali banyak berdoa, agar pemerintah Kota Merpati bisa melestarikan tenun bukan dengan lampu tapi dana kepada sanggar-sanggar tenun. Lampu tenun tidak juga abadi, tapi ketrampilan tenun generasi muda akan abadi.
Warga Kota Merpati sudah merayakan tahun baru. Semua warga berbondong-bondong ke rumah-rumah ibadah untuk bersyukur atas berkat yang diterima dan ada doa untuk Pemerintah Kota Merpati. Warga kota mulai sadar; banyak doanya sudah terjawab walau mungkin masih tetap bingung dengan jawaban Tuhan atas doa mereka.
Tahun ini mereka akan lebih keras berdoa agar urusan kartu anggota warga Kota Merpati jadi lancar. Semoga pemerintah kota mulai memunculkan kebijakan pro rakyat dan bukan membuang uang untuk kosmetik kota. Mereka berdoa agar `sumber air makin dekat'.
Mereka menitipkan harapan pada Tuhan agar janji pemerintah kota bisa seperti janji burung Merpati. Kota ini akan berdamai dengan tetangganya dalam perebutan aset perusahaan air minum, makin banyak pohon asli, dan bunga Sepe asli tumbuh di tanah gersang kota ini. Serta semakin banyak dana pembinaan sanggar Sarisando dan sanggar tenun untuk anak-anak. Karena itu warga Kota Merpati, mari kita berdoa. Amin. (*)