KABAR GEMBIRA! Guru Ditarik Jadi PNS Pusat, Biar Terbebas dari Incumbent Pilkada? Ini Tanggapan IGI
KABAR GEMBIRA! Guru Ditarik Jadi PNS Pusat, Biar Terbebas dari Incumbent Pilkada? Begini Tanggapan IGI
POS-KUPANG.COM - KABAR GEMBIRA! Guru Ditarik Jadi PNS Pusat, Biar Terbebas dari Incumbent Pilkada? Begini Tanggapan IGI
Setelah mewacanakan pengapusan Ujian Nasional, pemerintah berniat menarik semua guru menjadi pegawai negeri sipil ( PNS) pusat.
Saat ini, status ke-PNS-an guru masih dualisme. Guru taman kanak-kanak, SD sederajat hingga SMP sederajat itu menjadi “milik” pemerintah kabupaten/kota.
Dekan FTI UMI, Zakir Sabara H Wata saat menerima penghargaan Anugerah Pendidikan Indonesia 2019 IGI yang diserahkan Ketua Umum IGI, Muhammad Ramli Rahim, di Jakarta Convention Center ( JCC ), Jakarta, Jumat (20/9/2019). (DOK FTI UMI)
Guru sekolah menengah atas (SMA) sederajat itu di bawah kewenangan pemerintah provinsi (pemprov).
Presiden Jokowi menggulirkan wacana menarik kewenangan tata kelola guru yang sekarang berada di pemerintah daerah, dikembalikan lagi ke pemerintah pusat.
Ikatan Guru Indonesia ( IGI) sangat berterima kasih kepada Presiden Jokowi ingin menarik penanganan guru yang saat ini ada di daerah ke pemerintah pusat
"Penanganan teknis, kebijakan ada di pemerintah pusat. Bisa saja nanti misalnya, perhitungan kemendikbud seperti apa, guru ditarik lagi ke pusat. Bisa saja dilakukan," ucap Jokowi di Karawang, Jawa Barat, Kamis (12/12/2019).
Hal ini disampaikan Jokowi ketika bicara soal penanganan teknis penghapusan ujian nasional (UN) dan diganti dengan asesmen kompetensi.
Di mana selain siswa, penilaian juga dilakukan terhadap sekolah dan guru.
• Heboh Luna Maya, Mantan Ariel NOAH Terkapar di Kamar Mandi, Benarkah Tanda-Tanda Penyakit Serius?
• Wiranto Tersenyum Bakal Kembali ke Istana, Presiden Jokowi Tunjuk 9 Nama Anggota Wantimpres
Ketua IGI, M Ramli Rahim, mengatakan, persetujuan Ikatan Guru Indonesia sebenarnya adalah wacana yang sudah cukup lama digulirkan oleh Ikatan Guru Indonesia.
Menurut Ramli Rahim, pelibatan guru dalam politik praktis menjadi masalah utamanya dan seringkali guru-guru kita harus menjalani hukuman yang sebenarnya dilakukan oleh para pimpinan daerah tanpa dasar yang cukup.
Apalagi jika dalam pilkada tersebut pimpinan daerah berposisi sebagai petahana.
“Selain itu penanganan guru oleh daerah sangat beragam sehingga menimbulkan kesenjangan antara guru di satu daerah dengan guru di daerah lain. Misalnya, kita membandingkan antara pendapatan guru di DKI Jakarta yang seluruhnya sama dengan upah minimum provinsi atau lebih dari itu dibanding dengan Kabupaten Maros yang memberikan upah hanya Rp100.000 per bulan,” jelas Ramli Rahim
Ketimpangan lain, lanjut Ramli Rahim, adalah penggantinya pemerintah daerah mengusulkan PPPK ataupun formasi PNS karena ketidakseimbangan keuangan daerah.
Sehingga yang menjadi korban adalah guru-guru kita yang harus dibayar murah oleh pemerintah daerah.