Emosional, Sidang Perkara Gua Bitauni Diwarnai Isak Tangis
Nuansa emosional dalam sidang sengketa kepemilikan tanah Gua Santa Maria Siti Bitauni (Gua Bitauni) dan sekitarnya benar-benar terasa. Saking em
Penulis: Thomas Mbenu Nulangi | Editor: Ferry Ndoen
Gereja Katolik Kedepankan Semangat Cinta Kasih
Sementara itu, Gereja Katolik Keuskupan Atambua melalui Kuasa Hukumnya menampilkan hal yang tidak biasa dalam persidangan. Yang mana meskipun disebutkan dalam gugatan rekonvensinya mengenai kerugian materiil sebesar Rp. 325 juta dan ganti kerugian imateriil sebesar Rp. 1 mikiar yang diderita oleh para penggugat rekonvensi atau para tergugat rekonvensi, namun hal
tersebut tidak diajukan sebagai tuntutan. Malah sebaliknya, tuntutan ganti rugi tersebut diganti
atau dikonversi dengan permintaan yang bersifat religius.
“Menghukum para tergugat rekonvensi untuk mengakui seluruh kesalahannya secara terbuka ditenga-tengah perayaan misa yang dilakukan di Gua Maria Siti Bitauni atau di Gereja Katedral di Atambua, serta melakukan pengakuan dosa (Sakramen Pertobatan), sebagai ganti dari kewajiban membayar ganti kerugian materiil dan ganti kerugian imateriil yang diderita oleh para penggugat rekonvensi,” demikian bunyi tuntutan poin 7 dari para penggugat rekonvensi.
“Tuntutan ganti kerugian materiil dan tuntutan ganti kerugian imateriil adalah hal lumrah yang diajukan oleh seseorang atau pihak yang dirugikan oleh suatu perbuatan melawan hukum,” terang Kuasa Keuskupan Atambua yang lainnya, Fransiskus Jefry Samuel usai sidang.
Jefry melanjutkan, sikap para penggugat rekonvensi dilandasi oleh prinsip-prinsip cinta kasih, bahwa para tergugat rekonvensi adalah juga warga kereja dan umat Allah.
“Itulah sikap Gereja. Cinta Kasih, kemanuasiaan, kebenaran dan keadilan selalu menjadi dasar dalam hal apapun dan dalam situasi apapun. Dan kesemuanya itu adalah keutamaan yang terus menerus dihidupi dan diperjuangkan oleh Gereja Katolik,” tegasnya. (mm)
Area lampiran