Berita Puisi

Ini Loh, Puisi-Puisi Pos Kupang Minggu Ini, Kepoin Yuk!

Puisi-Puisi Pos Kupang Minggu Ini,Puisi-Puisi Er Diku, Puisi-Puisi Ian CK, Puisi-Puisi Kristyn Patria.

pos kupang
Sepasang Lilin Untuk Masa Lalu 

Puisi-Puisi Er Diku
Jendela

Tak ada yang lebih jujur dari daun jendela membahasakan sunyi
dari empat penjuru mata angin :
Timur, awal kau menenun hidup dan melitanikan doa-doa pada bibir pagi
yang basah.
Selatan, menghitung tangkai-tangkai waktu yang patah dan ikhlas menerima
musim-musim yang penuh dengan genangan hujan dari langit mata.

Cerpen Jhoni Lae: Sepasang Lilin Untuk Masa Lalu

Utara, ketika pada dingin waktu kau mengingini balutan hangat
berupa selimut puisi dan kuucapkan selamat puasa untuk harapmu yang keras kepala
biar angan adalah setiap ingin yang akan kau perjuangkan.
Barat, adalah amin dari setiap doa-doa yang kaudaraskan di setiap musim
adalah akhir dari petualangan tanpa jeda, tempat senja datang lalu pulang
dan kau akan menunggu kapan waktu menjemput.
Di jendela, mata kaca dan mata kata mencatat dengan jujur
bahwa semuanya ada dan menjadi tiada setelah bayang-bayang malam
mengatup kelopak matamu.
(Ledalero, 2019)

Tamu Kita: Letkol Inf Mochamad Fuad Suparlin, Lebih Asyik Bicara Pertanian

Tukang Pos dan Pesan Pemuda

1/
sebelum sumpah kau menitipkan pesan lewat merpati
berupa sekeranjang harap dan doa-doa yang ranum
dialamatkan kepada para pemuda yang teguh
di bumi pertiwimu

2/
pangkal pagi di Oktober yang basah
sebelum kau menenuaikan sembahyang untuk
hari-harimu yang panjang dan penuh tanya
matamu menangkap selembar pesan yang tergeletak bisu
di bawah daun pintu

3/
di luar jendela lelaki cungkring tanpa mantel
Basah kuyup dijebak hujan, tukang pos yang mengayuh sepeda
mengejar waktu untuk sebuah nasib
kau kagum lalu menitipkan selembar senyum tulus diantara derai hujan
sebab tukang pos selalu tepat janji seperti doamu yang mendapat kabul
dan rindu yang lunas dibayar jumpa

4/
tak lupa sebelum membuka kertas berwarna merah putih
kau menaburkan doa agar tukang pos sehat walafiat
dan pesanmu baik-baik saja pun tidak membuat napasmu sesak
dengan ragu sangsi kau membaca :
"kepada pemuda, pungutlah sumpah kami dan selipkan di dada
sebagai denyut nadimu, jangan buang sumpah di kotak sampah!"
(Ledalero, 2019. Mahasiswa STFK Ledalero. Ia menyukai sastra, kini tinggal di Unit Gabriel).

Unggah Foto di Kolam Renang Kaki Nia Ramadhani Disorot Dibilang Mirip Ini, Ini Fotonya!

Puisi-Puisi Ian CK
Pengakuan Kepala Desa

Kepala yang penuh dosa mengolah
kesucian di ruang kepala
yang berlumur kesibukan.
Mata memerah seperti muntahan sirih pinang
Hati berperang melawan tubuh.
Atasan yang tak ingin digarisbawahi
Menghilang dalam gerilya di belantara kertas.
Ditemukan coret-coretan pedang
saling membunuh
Ia bersedih di atas tumpukan angka yang tebal dan panjang.
"Adakah jalan keluar paling aman?" Tanyanya gelisah.
Jalanmu adalah surga menuju neraka
Tempat melipat kaki selamat.
Kepala itu diseduh dalam api
Murni dosa-dosanya.

Renungan Kristen Protestan, 10 Desember 2019: Karya Tuhan tak Bisa Dihambat

November

Merah sepe sepanjang Penfui menuju Eltari
Semerah darah dan rindu keadilan.

Barisan lilin-lilin di atas kuburan
Menyalakan cinta pada seberang janji
Bertatap muka dengan muka

Hujan membunuh panas karang
Aroma tanah sedap sekali

Petani sibuk bereskan rumput lajang
Mengingat musim panen tiba
Selubung malas mulai tersibak

Di mimbar-mimbar gereja
Pastor dan Pendeta menyerukan kedatangan Immanuel
Antisipasi hati bukan pakaian

Kepala-kepala kantor kewalahan menyibak dana
Dibuatnya program penghabisan darah
Bagi-bagi di meja diskusi.

November adalah cinta, dusta dan maut bersemi
Kita terperangkap dalam belaian kasih
Nikmat godaannya.
(Penfui, 2019. Ian CK, bergiat di Komunitas Sastra Filokalia, Seminari Tinggi St. Mikhael Penfui Kupang).

Ayah Rojak Ingin Ayu Ting Ting Nikahi Pria Ini, Aktor Tampan yang Juga Seorang Dosen Siapa Dia?

Puisi-Puisi Kristyn Patria
Rindu

Paduka (ku) yang mulia
Ketika aku menjelajahi hatiku melalui bola mataku
Aku menyadari kau selalu di sini rupanya
Kala itu...
Bersampul langit dan bianglala setelah hujan
Kita bersua di bibir pantai
Kau menciptakan aksara perihal asa tentang rindu yang dijamah sang jumpa

Paduka (ku) yang mulia
Ketika senja menyentuh bibir langit
Kau mulai bersajak
Sajakmu sesederhana muara dalam matamu (selalu) menjalar pada seluruh jiwaku
Menyeka luka dan lelahku adalah kepandaianmu
Aku menjadi jinak dan mengarungi setiap denyut pada nadimu

Paduka (ku) yang mulia
Ketika aku menyetubuhi senja dan seluruh keindahannya
Kau membawakanku rindu yang mengalir bersama dengan kenikmatan senja yang kupeluk dengan egois memberiku kepuasan yang menggairahkan

Paduka (ku) yang mulia
Izinkan aku membawamu pulang dari sabarku yang sudah cukup lama
Aku selalu ingin menjadi serakah tentangmu
Jiwaku yang mengalir dalam muara matamu, aku tidak mampu menemukan jalan pulang.
Ketahuilah...
Untukmu, aku akan menjadi seperti bianglala yang indah setelah hujan
(Kupang, 18 November 2019)

Josef Nae Soi Minta BNN Lakukan Upaya Preventif Penyebaran Narkoba

Rumit

Aku berjalan mengelilingi sebuah toko bunga
Aku membeli setangkai bait puisi dari sana
Kuletakan pada sebuah vas aksara bersampul coklat tua

Aku beri label pada sampulnya "sunyi"
Lalu kurangkai setangkai bait puisi itu dengan menambahkan sederet tangkai puisi dari isi kepala
Tampak ia menjadi sekumpulan tangkai dengan bait Puisi yang berbeda

Agar terlihat lebih indah
Aku letakkan vas aksara itu di jendela dekat malam
Dengan harapan esok pagi lahir lagi setangkai bait puisi dari rahim sang mentari
(Kupang, 30 Oktober 2019)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved