Mahasiswa Setor Uang Beli Makan
Dugaan Pungli di Teknik Sipil PNK Kupang, Anggota DPRD NTT Ana Waha Kolin Angkat Bicara
Dugaan pungli di Teknik Sipil PNK Kupang, Anggota DPRD NTT Ana Waha Kolin angkat bicara
Penulis: Gecio Viana | Editor: Kanis Jehola
Bersama sejumlah rekannya, uang tersebut disetor pada bagian administrasi jurusan tanpa diberikan kwitansi pemberian uang.
"Kami tidak tidak tahu (jurusan) yang lain, kami diminta Rp 500 ribu untuk ujian proposal dan ujian skripsi. Kami setor bagian administrasi dan tidak diberikan kwitansi," katanya.
Alasan pihak jurusan memberlakukan kebijakan tersebut karena makanan yang disediakan oleh mahasiswa kepada dosen pembimbing dan dosen penguji serta pegawai dirasa tidak higienis.
"Alasan kumpul uang karena makanan (nasi kotak yang disediakan mahasiwa) bilang sudah basi atau tidak enak lah. Intinya dirasa tidak higienis," katanya.
Padahal, kata FS, mahasiswa tidak mungkin melakukan hal tersebut dan sebagian dosen pun tidak mempersoalkan apakah mahasiwa menyiapkan makanan saat ujian atau tidak.
Dijelaskannya, para mahasiswa dijadwalkan sehingga mengikuti ujian proposal dan ujian skripsi secara bersamaan atau berkelompok, selanjutnya dilakukan ujian secara bersama dan makan bersama.
Pihak jurusan yang menerima uang dari mahasiswa lalu membeli makanan di satu usaha jasa katering yang terletak di wilayah Liliba, Kota Kupang.
"Mereka mau ujian lebih dari satu. Kalau 5 orang siap sudah Rp 500 ribu per orang. Kami waktu itu ada banyak orang yang ujian tapi tetap bayar dengan harga yang sama. Kalau satu orang dia siap sudah untuk prasmanan, tidak ada nasi kotak," jelasnya.
Selain tidak memberikan kwitansi penyetoran uang, para mahasiswa pun tidak tahu pengelolaan uang hingga penyediaan makanan yang dibawa oleh pihak katering ke kampus saat ujian. "Tidak ada pertanggungjawaban sama sekali," jelasnya.
Selanjutnya, pungutan juga dilakukan pihak jurusan dengan mengharuskan mahasiswa menyetor Rp 250 per mahasiswa untuk melakukan kegiatan yudisium dan pelepasan calon wisudawan di Hotel Aston Kupang.
Tidak hanya di situ, lanjut FS, pihak kampus juga mewajibkan para mahasiswa yang mengurus skripsi untuk membeli pembatas kertas berwarna kuning dan memiliki logo PNK.
Kertas pembatas ini dibanderol dengan harga Rp 2 ribu per kertas. "Kami diwajibkan membeli kertas pembatas, dan mereka catat. Ini kebijakan kejur, tapi titip di bagian administrasi," ungkapnya.
Lagi-lagi, kebijakan ini diambil pada masa kepemimpinan Ketua Jurusan Teknik Sipil, Dian E. W Johannis, ST.,M.Eng.
"Kertas itu ada logo PNK, satu lembar harganya Rp 2 ribu. Dan paling sedikit saya beli sebanyak 26 lembar, entah kawan lain bagaimana. Kami harus beli lebih karena saat konsultasi ada juga koreksi sehingga untuk jaga-jaga. Semenjak dia naik kebijakan ini diberlakukan, tapi di kejur lainnya tidak ada," paparnya.
Adanya berbagai pungutan tersebut membuat mahasiswa mengeluh sebab mengeluarkan uang yang dirasa tidak sedikit hingga diwisuda.