Komisi Yudisial Ajak Masyarakat Dukung Peradilan Bersih

Lembaga Komisi Yudisial RI Wilayah NTT menyelenggarakan Yudicial Education dengan tema 'Partisipasi Publik Dalam Mewujudkan Peradilan Bersih'

Penulis: PosKupang | Editor: Kanis Jehola
POS-KUPANG.COM/FRANSISKA MARIANA
Suasana Yudicial Education yang diselenggarakan oleh Komisi Yudisial Republik Indonesia Wilayah Nusa Tenggara Timur, Jumat (29/11/2019) di Resto In-Out, Kupang. 

Hukum itu bergerak mengikuti peristiwa. Contohnya kekerasan seksual dan berbagai kasus lain yang tidak mampu diakomodir oleh KUHP karena KUHP sendiri sudah dibuat begitu lama dan merupakan warisan dari negara yang pernah menjajah Indonesia sehingga tidak mampu mengikuti irama dan dinamika perkembangan zaman.

Hal lain yang juga menjadi faktor penghambat adalah penemuan atau peristiwa hukum yang berhadapan dengan perkembangan teknologi. Selain itu, faktor penghambat juga datang dari aparat penegak hukum sendiri, ketidaktersediaan sarana-prasarana untuk mengupas sebuah fakta, dan budaya hukum masyarakat.

Budaya hukum berkaitan erat dengan proses internalisasi nilai-nilai untuk memahami hukum dan menerapkan secara baik untuk kepentingan bersama.

Ansy juga memaparkan berbagai data merujuk dari survei yang dilakukan Indonesian Legal Roundtable tentang kondisi penegakan hukum di NTT.

Terkait dengan Penentuan Indeks Negara Hukum Indonesia, beberapa prinsip dasar yang diukur antara lain pemerintahan berdasarkan hukum; peraturan yang jelas, terukur, dan partisipatif; kekuasaan kehakiman yang merdeka; akses terhadap keadilan; dan jaminan perlindungan terhadap hak asasi manusia.

Hasil yang diperoleh dari tahun 2016-2017, ada perbandingan skor provinsi terkait prinsip ketaatan pemerintahan terhadap hukum dimana NTT berada pada urutan ke 19.

Yang berada pada peringkat pertama adalah Provinsi Sumatera Barat. Berangkat dari survei tersebut terlihat faktor tindakan pemerintah membuat hukum sejalan dengan perundang-undangan belum terlalu bagus karena meski ada komitmen tinggi namun pengawasan pihak-pihak lembaga cuma 15%.

Terkait dengan tindakan pemerintah yang tidak sejalan dengan hukum terlihat ada 52% korupsi, membuat kebijakan yang tidak sesuai peraturan 26%, perbuatan asusila 8%, dan tidak melaksanakan atau mematuhi keputusan pengadilan 12%.

Terkait akses masyarakat terhadap UU dan Perda berdasarkan sumber resmi tahun 2017, masyarakat kota lebih mudah mengakses UU, Perda, Perdes, atau Pergub dibandingkan masyarakat desa yang sulit mengaksesnya.

Untuk independensi hakim dalam mengadili dan memutuskan perkara, NTT berada pada posisi ke 2. Pihak yang paling sering mempengaruhi independensi hakim itu adalah pihak pengacara dan advokat 17,50% dan ormas 17,50%.

Sementara itu diikuti pengusaha, pejabat pengadilan, parpol, anggota dewan, dan yang paling jarang adalah pemerintah daerah.

Selanjutnya berkaitan dengan efektivitas pengawasan hakim oleh mahkamah agung dan komisi yudisial, data menunjukkan bahwa jawaban dari para ahli yang disurvei seluruh indonesia adalah adanya jawaban sangat tidak efektif, tidak efektif, kurang efektif , efektif, dan sangat efektif. Dari jawaban ini, terlihat hakim tidak efektif 35% dan komisi yudisial 27,5%.

Ansy pun mengungkapkan bahwa masyarakat tidak perlu takut karena ada dasar-dasar hukum yang bisa dipakai sebagai acuan untuk melakukan pengawasan terhadap lembaga negara.

Peserta kegiatan antara lain akademisi, praktisi hukum, aktivis mahasiswa, perwakilan NGO, tokoh agama, dan masyarakat pelapor. Suasana diskusi pum berlangsung alot. Para peserta memberikan banyak masukan, cerita pengalaman, dan laporan pada Komisi Yudisial.

Sementara itu di akhir kegiatan Hendrikus berharap kehadiran para peserta dari berbagai kalangan ini dapat mendorong partisipasi publik yang lebih besar lagi untuk mensosialisasikan tugas dan peran KY.

Halaman
123
Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved