Renungan Harian Kristen Protestan, Senin, 4 November 2019 : Bahagia itu sederhana?
bahagia itu sederhana. Kalau tanda tanya, berarti sebuah pertanyaan: apakah memang bahagia itu sederhana?
Atau dalam versi kisah 2 Tawarikh 1: 10 “10 Berilah sekarang kepadaku hikmat dan pengertian, supaya aku dapat keluar dan masuk sebagai pemimpin bangsa ini, sebab siapakah yang dapat menghakimi umat-Mu yang besar ini?"”
Hikmat yang diminta Salomo adalah hikmat yang sederhana, yang dalam ungkapan bahasa Ibrani dalam 1 Raja-raja 3:9 disebut “Leb shomea”, artinya "hati yang paham menimbang perkara".
Ungkapan ini pada intinya menunjuk kepada hati yang siap mendengar keputusan Tuhan, untuk menjadi cerminan dalam memutuskan segala perkara di dunia. Hati yang dapat membedakan antara yang baik dan jahat.
Disini kata yang baik dan jahat, memiliki makna muatan hukum. Sebuah hati yang siap untuk menaati apa yang Tuhan kehendaki. Salomo meminta hal demikian kepada Tuhan untuk mengadili perkara orang Israel dengan adil dan benar.
Raja Salomo meminta dikaruniai hikmat seperti ini untuk memampukannya menunaikan tugas kepemimpinannya sebagai seorang raja. Ia harus memutuskan hukum, membedakan apa yang salah dan benar bagi bangsa Israel.
Hati yang faham untuk menimbang perkara. Hati yang siap mengambil resiko dibenci karena berpihak kepada kebenaran. Hati yang tidak ragu-ragu apalagi mendua. Kanan kiri oke? Hahaha Hati yang mampu memutuskan bahwa 2 + 2 = 4 . Bukan bilang terserah bapak saja, biar aman, hehehe.
Banyak hal dalam hidup kita ini (termasuk di kantor, kampus, perusahaan atau dimana saja, kita bisa lakukan dengan hal-hal sederhana. Sebagai mahasiswa kita membaca, belajar dan belajar.
Tugas mahasiswa adalah belajar mendengar, menyimak dan mengembangkan skill dan ketrampilan di masa depan, bukan protes, demo dan ribut-ribut. Sebagai dosen sederhananya masuk kelas dan mengajar, bukan kasih tugas melulu dan jarang masuk kelas. Buat hidup ini jangan rumit-rumit. Sebagai pegawai kita mengabdi dalam pelayanan kita.
Melayani mahasiswa dan dosen adalah hal sederhana, tapi berdampak besar bagi bangsa ini ke depan. Jadi bukan hanya guru saja yang pahlawan, tapi para pegawai juga, termasuk para petugas satpam. Apa pun yang kita lakukan di kampus ini lakukanlah itu terutama untuk Tuhan. Sederhananya begitu.
Alkisah ada seorang pengusaha kaya yang merasa kurang senang dengan seorang nelayan yang hanya tiduran santai di bawah pohon di tepi pantai. Si pengusaha berkata kepada si nelayan, “kenapa Anda hanya tidur-tiduran di tepi pantai, kenapa Anda tidak pergi menangkap ikan, jika hasil tangkapannya banyak, kamu bisa menjualnya dan itu bisa jadi modal untukmu untuk mengembangkan usaha lebih besar.
Dan satu saat kamu bisa membeli kapal ikan yang besar. Dan jika uangmu sudah banyak kami bisa bersenang-senang dan tidur santai”.
“Pak pengusaha saya tidak perlu melakukan semua yang anda katakan tadi, karena tanpa bersusah susah Anda lihat sendiri, saya sedang menikmati hidup ini dengan sederhana”, jawab nelayan itu. HAHAHAH.
Namun jangan kita salah artikan sederhana itu sama dengan kemalasan dan kebodohan. Karena menjalani rutinitas tanpa hikmat dan perencanaan yang baik, akan membuat hidup kita yang sederhana sekarang menjadi rumit di masa depan kelak. Jadi jangan jadi mahasiswa hanya habiskan waktu untuk pacaran. Karena tak terasa hari berganti-hari tiba-tiba sudah 14 semester.
Ada mahasiswa yang ditanya: “Markus kamu kenapa masih kuliah terus dan belum diwisuda, ini sudah 14 semester. Apa jawabnya? Orang tua saya suruh saya datang kuliah dan bukan datang wisuda”. Hahahah.”
Jadi kalau begitu marilah kita selalu minta kepada Tuhan untuk memiliki leb shomea, hati yang mampu menimbang perkara demi masa depan yang lebih baik. Amin(*)