Kakek 78 Tahun Menolak Uang Rp 10 Miliar, Ternyata Ini Alasan Suhendri, Simak Kisahnya
Si kakek 78 tahun menolak uang Rp 10 miliar, ternyata ini alasan Suhendri, simak kisahnya
Si kakek 78 tahun menolak uang Rp 10 miliar, ternyata ini alasan Suhendri, simak kisahnya
POS-KUPANG.COM | SAMARINDA - Senyum lebar Suhendri menyapa Kompas.com saat pertama kali bertemu kakek 78 tahun ini, Kamis (31/10/2019).
Ia langsung menyalami sambil mempersilakan kami untuk duduk di sebuah bangku kayu reot tepat di bawah pohon rindang.
Senyumnya tak berhenti, memperlihatkan kakek satu ini memang begitu ramah terhadap siapapun yang ditemuinya. Suhendri, pria yang begitu berjasa membuat Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar), Kalimantan Timur, masih bisa menghirup udara segar.
• Tabrakan Beruntun, Truk Fuso Seruduk Mobil hingga Sepeda Motor, Begini Kondisi Korban
Di balik kesederhanaannya, siapa sangka suami dari Junarsa (80) ini telah menanam pohon yang kini menjadi hutan di tengah Kota Tenggarong, ibu kota Kabupaten Kukar.
Hingga kini Suhendri tetap mempertahankan hutan buatannya. Suhendri mengaku pernah ditawari Rp 10 miliar oleh seorang pembeli agar menjual tanah 1,5 hektar itu. Namun, ia kukuh tak ingin menjualnya.
• Penjelasan Kapolres Soal Heboh Polisi Hentikan Mobil Ambulans yang Bawa Pasien
Komitmen itu tetap ia pegang hingga saat ini. Banyak investor menawar membeli lahan seluas 1.5 hektar untuk dijadikan perumahan.
"Banyak yang datang mau beli, tapi saya tidak mau. Apalagi mau bikin perumahan, saya tidak mau, lingkungan rusak," ungkap Suhendri saat berbincang dengan di kediamannya, Kompas.com, Kamis (31/10/2019).
Lahan seluas 1,5 hektar itu ia beli dengan harga Rp 100.000 tahun 1979. Kala itu ia membeli untuk bertani.
Konsep pertanian yang diterapkan bernama agroforestri, menggabungkan pepohonan dengan tanaman pertanian.
Kini pohon yang ia tanam pada 1986 silam sudah tinggi menjulang membentuk hutan dalam kota. Awalnya, ia menanami komoditas pertanian seperti lombok, sayuran juga buah-buahan.
Tahun 1986 ia mulai tanam (pohon) kayu setelah mendapat bibit dari Bogor, Jawa Barat. Ada 1.000 bibit kayu damar, meranti, kapur, pinus, kayuputih, ulin, dan sengon.
Kini hutan ini memberi udara segar bagi warga Kota Tenggarong. Kakek dua anak ini menginjak tanah Kalimantan Timur pertama kali pada 1971.
Saat itu ia ikut membangun asrama milik perusahaan kayu. Saat itu juga sedang marak-maraknya bisnis kayu.
Dia menyaksikan kayu ditebang, berhektar-hektar hutan gundul tanpa sisa. "Dari situ muncul motivasi. Saya akan merawat hutan. Saya kemudian beralih jadi petani tapi garap lahan orang lain," ujar dia.