Breaking News

Rendang Berasal dari Indonesia atau Malaysia? Berikut 5 Makanan Kas Malaysia Mirip Makanan Indonesia

Rendang Berasal dari Indonesia atau Malaysia? Berikut 5 Makanan Khas Malaysia yang Mirip Masakan Indonesia

Editor: Bebet I Hidayat
Nova
Rendang Berasal dari Indonesia atau Malaysia? Berikut 5 Makanan Khas Malaysia yang Mirip Masakan Indonesia 

Rendang Berasal dari Indonesia atau Malaysia? Berikut 5 Makanan Khas Malaysia yang Mirip Masakan Indonesia

POS-KUPANG.COM -- Beberapa waktu lalu ada klaim masakan rendang berasal dari negara tetangga. Klaim ini pun menjadi riuh di dunia maya.

Malaysia adalah negara tetangga Indonesia. Kedua negara ini juga berasal dari rumpun yang sama, yaitu Melayu.

Hal ini membuat bahasa, beberapa budaya, bahkan juga makanan memiliki banyak kemiripan.

Itu karena rasa makanan biasanya disesuaikan dengan selera masing-masing orang.

Rutin Komsumsi 7 Makanan Ini Bisa Bikin Kulit Makin Kelihatan Muda dan Cantik

Ariel NOAH Kepergok Nonton Konser Bareng Cewek Cakep, Luna Maya Tak Mau Kalah, Lakukan Ini di Korea

WOW! Akun Instagram Ronaldo Hasilkan Uang 1 T, Lebih Gede dari Gaji di Juventus, Messi Cuman Segini?

Makanan yang sama tapi dijual di toko yang berbeda saja bisa memiliki rasa yang berbeda, apalagi jika di negara lain.

Nah, kali ini, kita cari tahu beberapa makanan Malaysia yang mirip dengan Makanan Indonesia, yuk!

1. Rendang

Tak seperti rendang di restoran Padang pada umumnya yang berwarna merah. Di RM Pagi Sore, rendangnya berwarna cokelat tua
Tak seperti rendang di restoran Padang pada umumnya yang berwarna merah. Di RM Pagi Sore, rendangnya berwarna cokelat tua (KOMPAS.COM/SRI ANINDIATI NURSASTRI)

Ya Rendang adalah salah satu makanan Indonesia yang mendunia.

Memang Rendang terkenal di dua negara, yaitu Malaysia dan Indonesia. Meski begitu, terdapat perbedaan dari makanan satu ini.

Sedang Rendang di Malaysia secara fisik berwarna merah atau kecokelatan, tampak seperti bumbu rujak atau kalio.

Secara tekstur, Rendang di Malaysia cenderung lebih basah karena tidak dimasak hingga benar-benar kering dan menghitam.

Ya Rendang Malaysia juga berbeda di setiap wilayahnya. Mereka membuat versi rendang sendiri.

Sementara itu, rendang di Indonesia berasal dari Minangkabau, Sumatra Barat, yang terkenal dari teknik memasak "merandang".

Arti dari "merandang" sendiri adalah menggosokkan santan dengan api kecil hingga menghitam.

Bumbu dan rempah di setiap desa Sumatra Barat memiliki komposisi berbeda.

Ini yang membuat rasa rendang yang bisa berbeda-beda pula.

Meski begitu, terdapat satu kesamaan, yaitu pada proses karamelisasi.

Makanan Rendang di Indonesia sejatinya bertekstur kering, tidak berkuah, dan berwarna kehitaman akibat proses memasak yang perlahan dengan api kecil.

Proses memasaknya pun lama hingga butuh waktu delapan jam untuk dapat menghasilkan Rendang yang awet dan tahan lama. 

2. Nasi Lemak

Masakan nasi lemak dan ayam rendang Zaleha di Master Chef UK yang dinilai 'tidak krispi'.
Masakan nasi lemak dan ayam rendang Zaleha di Master Chef UK yang dinilai 'tidak krispi'. (Zaliha Kadir Olpin)

Nasi lemak adalah salah satu makanan kebanggaan Malaysia sekaligus salah satu kekayaan kuliner asal Sumatra.

Ahli kuliner Betawi mengatakan bahwa nasi lemak terlebih dulu hadir di tanah Sumatra, langsung dari bangsa Melayu yang datang pasca kedatangan Portugis di Malaka.

Nasi lemak juga dikenal dengan nama nasi uduk di Jakarta, teman-teman. Meski terlihat mirip, perbedaan akan ditemukan ketika kita merasakannya.

Perbedaan nasi lemak dengan nasi uduk terletak pada rasa daun salam yang tidak dipakai pada nasi lemak.

Jika pakai daun salam, semua rasa dan bau bumbu lain akan tertutupi.

Nasi lemak dilengkapi lauk potongan ayam, timun, bawang goreng, dan ciri khas utama yaitu ikan goreng.

3. Laksa

Laksa
Laksa (Pixabay/Sharonang)

Rumpun Melayu mengenal laksa dalam berbagai versi. Ada laksa bogor, laksa medan, laksa betawi, laksa penang, laksa asam, dan berbagai laksa lainnya.

Salah satu yang paling dikenal di Malaysia adalah laksa penang. Laksa penang Malaysia memiliki bentuk mi yang bulat putih dan sedikit tebal.

Rahasia kelezatannya berasal dari kuah yang terbuat dari kaldu ikan.

Istimewanya, kuah kaldu ikan yang terbuat dari telur, tulang ikan makarel yang direbus dengan daun serai, cabai, dan asam.

Kuahnya tidak terlalu kental dan asam manis. Untuk rasa asamnya, ternyata karena ditambahkan nanas segar.

Di Indonesia, laksa berbeda antara daerah satu dengan lainnya sehingga bisa dibilang lebih variatif.

Perbedaan ada pada penggunaan bumbu dapur yang berpengaruh pada rasa kuah.

4. sate

Sate sapi yang di marinate bumbu rempah bercampur gula aren khas di Sate Pak Kempleng bu Hartini, Ungaran, Kabupaten Semarang, Jumat (20/7/2018).(KOMPAS.com / MUHAMMAD IRZAL ADIAKURNIA)
Sate sapi yang di marinate bumbu rempah bercampur gula aren khas di Sate Pak Kempleng bu Hartini, Ungaran, Kabupaten Semarang, Jumat (20/7/2018).(KOMPAS.com / MUHAMMAD IRZAL ADIAKURNIA) ()

Makanan sate (bahasa baku: satay) selain begitu populer di Indonesia, ternyata juga populer di Malaysia.

Di Negeri Jiran tersebut, sate paling terkenal adalah sate kajang yang terletak di Selangor, Malaysia.

Ya sate kajang adalah nama untuk sate yang potongan dagingnya besar dengan saus kacang manis ditaburi sambal.

Jenis daging yang ditawarkan bukan hanya sapi dan ayam, tapi juga daging lain seperti ampela ayam, hati, daging kambing, ikan, dan lainnya.

Sebagai negara asal sate, Indonesia memiliki beragam jenis sate yang variannya disesuaikan di setiap daerahnya, seperti sate madura.

Bahan dagingnya adalah daging ayam atau kambing dengan bumbu kecap manis dan gula jawa, dicampur bawang putih, bawang goreng, kacang tanah goreng yang sudah dihaluskan, petis, kemiri dan garam.

Ya sate biasanya dimakan dengan nasi putih, lontong, atau ketupat.

5. Cendol

Es cendol yang disebut di Singapura.
Es cendol yang disebut di Singapura. (Dok. CNN Travel International)

Lalu Cendol di Malaysia terkenal dari daerah Melaka. Perbedaan paling mendasar cendol di Indonesia dan negara lain adalah wadah penyajiannya.

Di negara seperti Malaysia dan Singapura, cendol disajikan di mangkok. Biasanya mangkok alumunium, bukan di gelas seperti Indonesia.

Cara penyajiannya, es diserut sampai menggunung di mangkok, diberi toping cendol dan kacang merah yang sudah dimasak dengan gula.

Setelah itu, isian disiram santan dan gula melaka alias gula merah yang berwarna cokelat pekat.

Sedangkan di Indonesia umumnya cendol atau dawet disajikan di gelas.

Tekstur cendol Malaysia lebih mudah putus ketika digigit sehingga lebih menyerupai dawet.

Ukurannya juga lebih tipis daripada cendol dan dawet Indonesia.

Inilah Alasan Mengapa Rendang Begitu Populer hingga ke Negeri Jiran

Makanan Rendang, makanan atau lauk pauk yang terbuat dari bahan dasar daging terbilang cukup populer di Indonesia.

Bahkan, makanan yang berasal dari Minangkabau itu juga menyebar hingga ke Negeri Jiran, loh.

Dilansir dari Kompas.com, seorang sejarawan dari Universitas Andalas, Gusti Asnan, yang juga terlahir sebagai keturunan Minang itu menyebutkan bahwa peran perantau sangatlah berpartisipasi dalam penyebaran Rendang.

“Orang (sejarawan) perkirakan sebagai dendeng dan rendang ini. Diperkirakan orang-orang Minang merantau ke luar daerah persebarannya pada abad antara 16 dan 17,” jelasnya, dikutip dari Kompas.com, Kamis (5/4).

Ia menambahkan beberapa sumber tertulis menyebutkan bahwa persebaran orang Minang ke negara-negara tetangga yang sekarang adalah Malaysia berlangsung pada abad ke-16. 

“Sumber paling tua itu menyebutkan abad ke-15. Walaupun ada yang menyanggah, ketika Kesultanan Melaka berdiri, orang Minang sudah ke sana. Melaka tahun 1511 sudah ‘dihancurkan’ Portugis, jadi orang-orang Minang sudah sebelumnya ke sana,” tambahnya. 

Beberapa catatan orang Belanda, lanjutnya, juga menyebutkan bahwa orang Minang sudah lalu lalang dari Minangkabau ke Melaka. 

Makanan yang dibawa sebagai bekal diasumsikan adalah rendang dan dendeng. 

Namun seperti diungkapkan Fadly Rahman, seorang sejarawankuliner dalam bukunya "Jejak Rasa Nusantara: Sejarah Makanan Indonesia", kata “rendang” nyaris tidak disebut-sebut dalam berbagai literatur selama kurun abad ke-18.

Fadly menuturkan bahwa salah satu fungsi rendang adalah sebagai bekal makanan awetan yang dibawa dalam perjalanan jarak jauh. 

Fadly menyebutkan bahwa orang Minang memiliki tradisi merantau dan arus perantauan orang Minang yang berdagang ke Malaysia dan Singapura terjadi pada abad 18-19. 

“Mereka selalu membawa rendang, dan makanan yang bisa diawetkan. Tidak hanya daging tapi juga ikan,” katanya kepada KompasTravel, Jumat (6/4)

Lapau dan Buku Masak 

Seperti dikutip dari artikel Kompas bertajuk “Warung Minang "Tambuah Ciek “ (1 September 2013), diaspora warung minang terjadi seiring migrasi besar-besaran orang Minang ke tanah rantau pada abad ke-20. 

Penduduk Sumatera Barat yang tinggal di luar kampung halamannya ketika itu mencapai 211.000 orang berdasarkan data sensus 1930. 

Mereka menyebar di Jambi, Riau, Sumatera Timur, dan Malaysia. Migrasi meluas pasca-kemerdekaan Indonesia hingga ke kota-kota di Jawa. 

Karena komunitas orang Minang bertambah banyak, muncul kebutuhan membuka warung minang. 

”Awalnya, pelanggan warung minang itu orang Minang saja. Pemiliknya sudah pasti orang Minang sebab warung sekaligus jadi tempat menampung sesama perantau. Lama-kelamaan, warung minang berkembang seperti sekarang,” ujar sejarawan Muhammad Nur dari Universitas Andalas kepada Kompas seperti termuat dalam artikel tersebut. 

Sebagian rumah makan minang di luar negeri juga berkembang seiring membesarnya jumlah perantau Indonesia.

Sementara itu, menurut Fadly, popularitas rendang baru meningkat pada abad ke-20. 

Ia mengakui tidak mendapati resep rendang pada literatur buku masak di Indonesia pada abad pertengahan sampai akhir abad ke-19. 

“Karena memang saat itu popularitas rendang belum semasif penyebarannya dan diaspora periode abad ke-20. Tapi berkat para perantau yang melalukan perantauan ke berbagai wilayah di Jawa dan wilayah Indonesia dan Malaysia juga, akhirnya rendang mengalami diaspora,” jelasnya.  

Ia menambahkan bahwa orang-orang Minang perantauan ketika menetap di salah satu wilayah, salah satu trennya  adalah membuat rumah makan Minang atau lepau (kedai nasi). 

“Catatan atau dokumentasi tertulis dibuat  para sejarawan, bahwa di Batavia banyak rumah makan Minang yang sudah sangat khas sekali jadi bagian dari kawasan urban di Batavia dan kota-kota lain termasuk juga di Bandung,” katanya. 

Berkat mereka, lanjutnya, popularitas rendang jadi naik daun. Para perantau mengenalkan rendang melalui rumah makan yang mereka dirikan dan akhirnya rendang dikenal masyarakat kebanyakan. 

“Makanya pada awal abad 20, rendang mulai masuk ke beberapa buku masak. Dari semula makanan untuk bekal para perantau jadi signature dish-nya kuliner Minang,” tambah Fadly.

Resep rendang hadir di buku  masak berbahasa Melayu dan buku masak daerah lainnya seperti Sunda dan Jawa, bahkan juga buku berbahasa Belanda. 

Salah satunya seperti buku masak karya S. Noer Zainoe’ddin Moro yang terbit pada tahun 1939 bertajuk Lingkoengan Dapoer: Boekoe Masak bagi Meisjes-Vervolgsholen jang Berbahasa Melajoe. 

Dalam buku masak itu terdapat resep dari Padang, salah satunya adalah resep rendang Padang. 

Hal ini diperkirakan dapat mendorong pembaca yang berada dari wilayah manapun untuk bisa membuat rendang sendiri. 

Fadly dalam bukunya, memandang bahwa hal ini merupakan terobosan baru dalam dunia buku masak di Hindia Belanda, mengingat masa-masa sebelumnya resep rendang masih cukup langsa kecuali dalam catatan-catatan resep pribadi. 

Media massa juga berperan dalam menyebarkan popularitas rendang, seperti yang dilakukan Soenting Melajoe. 

Dalam bukunya, Fadly menyebutkan surat kabar Soenting Melajoe yang berdiri pada 1912 oleh pers perempuan di Sumatera Barat, surat kabar itu dibaca para perantau Minang di luar Minangkabau. 

Isinya memuat berbagai informasi seputar aktivitas perempuan, salah satunya menu-menu resepsi dan resep masakan yang jarang didapat dalam buku masak di Jawa. 

Perantau yang pandai memasak 

Asnan juga memperkirakan rendang mudah menyebar karena laki-laki Minang piawai memasak. Umumnya para perantau adalah laki-laki. 

“Semua orang laki-laki Minang itu pandai memasak dan umumnya perantau itu kan laki-laki semuanya dan mereka pandai memasak. Jadi kalau di Minang, ada kenduri yang masak laki-laki. kalau anak-anak muda yang tinggal di surau, biasanya setelah akil baliq itu tinggal di surau,  itu rata-rata pandai masak semua,” ungkap Asnan. 

Oleh karena itu, Asnan memperkirakan bahwa para perantau tidak canggung memasak. 

Sehingga saat bekal mereka habis, para perantau ini bisa masak lagi rendang dan dendeng seperti biasa mereka buat saat di tanah kelahiran. 

“Apalagi di negeri jiran, kelapa dan bahan bumbu itu semua ada. Itu tidak aneh bagi mereka untuk bikin rendang lagi,” katanya. 

Lalu bagaimana dengan zaman sekarang? Menurut Asnan, saat ini sudah mudah membeli rendang. 

Ia mengaku para mahasiswa yang ia ajarkan sudah tidak masak karena kemudahan membeli makanan. 

“Rata-rata mereka bahkan tidak masak lagi. Mereka beli aja, masak nasi saja dan sambal gulainya beli,” katanya.

Tradisi membekali perantau dengan rendang pun menurut Asnan sudah mulai pupus. 

“Sekarang kalau saya dengar cerita mahasiswa, mereka jarang dibekali dari kampung, karena di kota dan perantauan sudah banyak yang jual,” katanya. 

Berbeda dengan saat ia masih kuliah di Universitas Andalas, Padang. Setiap bulan, ia pulang kampung ke Lubuk Sikamping di Pasaman Barat. 

Asnan mengingat orangtuanya pasti membekali rendang tiap ia harus balik ke Padang. 

“Dalam setahun lebih sering dikasih rendang daripada makanan lain oleh orang tua. Rendang bisa tahan 3-4 hari atau lebih. Jadi bekal selama di Padang aman. Saya hemat pengeluaran juga," tambahnya. 

Ia menuturkan bahwa pengalamannya ini juga muncul di cerita-cerita dan novel Melayu bahwa orang Minang yang merantau pasti dibekali rendang oleh orangtuanya. (Nicholas Ryan Aditya/Ni Luh Made Pertiwi F)

 
Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved