Virus Demam Babi Afrika Jadi Ancaman Kesehatan dan Kehidupan Sosial Ekonomi Warga NTT
Virus Demam Babi Afrika jadi ancaman kesehatan dan kehidupan sosial ekonomi Warga NTT
Penulis: Ryan Nong | Editor: Kanis Jehola
"Kita sudah menyusun SOP bagaimana kalau ada kasus ASF, termasuk SOP kepada peternak seperti termasuk cara melihat ternaknya apakah terkena atau tidak, bagaimana biosecurity untuk ternak harus ditingkatkan dan sebagainya," katanya.
Ia menjelaskan virus tersebut bisa saja penyebarannya lewat alas kaki dan barang lain sebagai medium oleh karenanya harus ditingkatkan sterilisasi dan kebersihannya, misalnya di kandang dan luar kandang.
Selain itu, ia menyarankan dan akan menerapkan sistem komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) untuk masyarakat terutama masyarakat di daerah perbatasan.
"Kita coba terapkan komunikasi sama masyarakat karena KIE sangat penting, baik komunikasi informasi dan edukasinya," lanjut Pudjiatmoko.
Ia mengatakan, yang paling ekstrim adalah memperketat jalan masuk di perbatasan untuk lalu lintas ternak atau produk ternak maupun olahan dari ternak babi dengan sterilisasi di pos lintas batas. Selain itu, ia bahkan menganjurkan untuk menutup akses jalan masuk terutama jalan tikus dari negara Timor Leste.
"Gubernur atau dinas, kalau bisa buat regulasi atau kebijakan, kalau bisa ternak babi atau produknya tidak boleh masuk ke sini," katanya.
Tim Ditjen Kementerian Pertanian Republik Indonesia yang hadir terdiri dari Medik Veteriner Utama Drh. Pudjiatmoko Phd, Medik Veteriner Muda Drh Purnama Martha OS, M.Si serta staf direktorat kesehatan hewan Dikjen Peternakan dan kesehatan hewan Drh. Dollik Donando.
Sementara itu dari peneliti Supply Chain Komunitas Babi NTT hadir Ferdinandus Rondong, Gracia Christie Napitupulu dan Patrisius Usfomeny. Mereka juga merupakan tim dari Prisma Indonesia. (Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Ryan Nong)