Ananda Badudu Ditangkap Polisi, Diduga Terkait Dana Aksi Demo Mahasiswa, Bagaimana Nasib Awkarin?

Vokalis Ananda Badudu Ditangkap Polisi, Diduga Terkait Dana Aksi Demo Mahasiswa, Bagaimana Nasib Awkarin?

Editor: Bebet I Hidayat
Instagram/awkarin
Vokalis Ananda Badudu Ditangkap Polisi, Diduga Terkait Dana Aksi Demo Mahasiswa, Bagaimana Nasib Awkarin? 

Awal penggalangannya Ananda hanya menargetkan dana Rp 50 juta.

Kendatipun begitu, hingga kampanye ditutup dana yang terkumpul sudah mencapai Rp 175.696.688.

Bagi kalian penikmat musik indie, nama Ananda Badudu mungkin sudah tak asing lagi.

Yup! dia adalah salah satu personil dari band Banda Neira.

Dilansir dari Tribun Jakarta, Ananda sempat berkiprah di jalur musik dengan kakak dari penyanyi Isyana Sarasvati, Rara Sekar.

Grup Banda Neira naik daun sekitar tahun 2012, namun sayang akhirnya memutuskan untuk bbar tahun 2016.

Meski begitu baik Rara maupun Ananda Badudu masih aktif dalam dunia musik.

Siapa sangka selain dunia seni musik, Ananda Badudu juga pernah terjun ke dunia jurnalistik.

Ia ternyata pernah menjadi wartawan Tempo.

Di akun LinkedInnya ia tercatat pernah menjadi wartawan di PT Tempo Inti Media Tbk.

Ya Ananda Badudu juga bisa dikatakan bukan sembarang orang.

Kompas.com mewartakan jika ia adalah cucu dari ahli bahasa kenamaan sekaligus Guru Besar Fakultas Sastra Univeristas Padjajaran, JS Badudu.

JS Badudu telah menelurkan berbagai karya yang bermanfaat bagi pendidikan, contohnya seperti Kamus Umum Bahasa Indonesia (1994) revisi kamus Sutan Muhammad Zain.

Ada juga Kamus Kata-kata Serapan Asing yang terbit pada 2003 dan Kamus Peribahasa (2008).

Sebelum menyandang gelar sebagai Guru Besar Fakultas Sastra Universitas Padjajaran, JS Badudu mendapatkan titel Doktor dari Fakultas Sastra Universitas Indonesia pada tahun 1975.

Selebgram Awkarin Bagi Nasi Kotak

Karin Novilda atau <a href='https://kupang.tribunnews.com/tag/awkarin' title='Awkarin'>Awkarin</a> membagi-bagikan 3.000 nasi kotak kepada mahasiswa pengunjuk rasa di Gedung DPR, Jakarta Pusat, Selasa (24/9/2019).
Karin Novilda atau Awkarin membagi-bagikan 3.000 nasi kotak kepada mahasiswa pengunjuk rasa di Gedung DPR, Jakarta Pusat, Selasa (24/9/2019). (Instagram Awkarin)

Selebgram Karin Novilda atau Awkarin memberikan bantuan logistik kepada para mahasiswa yang melakukan demonstrasi di Gedung DPRI RI, Jakarta Pusat, Selasa (24/9/2019).

Bersama tim logistik, Awkarin yang ikut turun langsung memasok 3.000 nasi kotak untuk dibagikan kepada para mahasiswa pengunjuk rasa.
 

"Perjuangan banget mau nganterin 3.000 nasi kotak buat kakak-kakak yang lagi demo. Hari ini sepertinya semua kerjaanku harus di-postpone demi mengantarkan makanan untuk mereka yang sudah hebat dan lelah seharian di jalan. Doakan kami," tulis Awkarin dalam video pada insta story akun Instagram-nya, @ awkarin seperti dikutip Kompas.com, Selasa.

Pada video lainnya, terlihat 3.000 nasi kotak yang dibawa Awkarin lewat truk boks diturunkan.

Sejumlah anggota tim logistik dan mahasiswa terlihat membawa paketan-paketan nasi boks pada kantong-kantong plastik merah.

"Bersama tim logistik dari salah satu aktivis kenalan di Twitter," tulis Awkarin.

Awkarin yang mengenakan pakaian serba hitam terlihat menenteng paketan nasi boks dalam kantung plastik.

Namun, karena situasi dan kondisi yang padat akibat membeludaknya para mahasiswa, satu-satunya akses jalan adalah dengan menyusuri Jembatan Penyeberangan Orang (JPO).

"Perjuangan nyeberang benar-benar luar biasa. Ini salah satu akses kami jalan," kata Awkarin dalam video tersebut.

Pada kesempatan itu, Awkarin juga geram lantaran akses jalan anggota tim logistiknya untuk membagikan 3.000 nasi kotak kepada para mahasiswa pengunjuk rasa menjadi terhambat.

"Guys, lain kali kalo ada demo seperti ini tolong jangan duduk-duduk nontonin doang. Jadi mengganggu jalan dan tim medis + logistik," tulis Awkarin.

"Kalau mau ikut demo ya ikut jangan duduk-duduk nonton doang. Mereka bukan sirkus untuk jadi tontonan," tulis Awkarin lagi.

Adapun, aksi demo oleh mahasiswa telah digelar sejak Senin (23/9/2019).

Mereka berkumpul di depan Gedung DPR/MPR RI, Jalan Gatot Subroto, Jakarta Pusat untuk menolak pengesahan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP).

RKUHP menjadi perbincangan masyarakat karena terdapat sejumlah pasal kontroversial.

Pasal-pasal kontroversial tersebut di antaranya delik penghinaan terhadap presiden/wakil presiden (Pasal 218-220), delik penghinaan terhadap lembaga negara (Pasal 353-354), serta delik penghinaan terhadap pemerintah yang sah (Pasal 240-241).

Kasus Dandhy Dwi Laksono

Sutradara, aktivis, dan jurnalis, Dandhy Dwi Laksono ditangkap polisi di rumahnya pada Kamis (26/9/2019) malam.

Menurut kuasa hukum Dandhy Dwi Laksono, Alghifari Aqsa, Dandhy Dwi Laksono ditangkap polisi dengan tuduhan menebarkan kebencian berdasarkan SARA.

"Dianggap menebarkan kebencian berdasarkan SARA melalui media elektronik, terkait kasus Papua," ujar Alghifari, yang dihubungi Kompas.com pada Jumat (27/9/2019) dinihari.

Secara spesifik, Dandhy Dwi Laksono dituding melanggar Pasal 28 Ayat (2) jo Pasal 45A Ayat (2) Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Aktivis Dandhy Dwi Laksono saat ini berada di Polda Metro Jaya untuk menjalani pemeriksaan.

Sejumlah aktivis dan pegiat hak asasi manusia saat ini mendampingi Dandhy Dwi Laksono di sana.

Ya, Dandhy Dwi Laksono dikenal publik sebagai pendiri WatchDoc, rumah produksi yang menghasilkan film-film dokumenter dan jurnalistik.

Sebagai sutradara, dia pernah membesut sejumlah film dokumenter yang dianggap kontroversial seperti "Sexy Killers" dan "Rayuan Pulau Palsu".

Anggota Aliansi Jurnalis Independen ini juga dikenal sebagai aktivis yang kerap mengkritik pemerintah, termasuk Presiden Joko Widodo.

Alghifari yang juga Direktur Eksekutif LBH Jakarta mengecam penangkapan Dandhy Dwi Laksono, apalagi dilakukan malam hari.

Penangkapan ini dianggap berlebihan, karena semestinya Dandhy Dwi Laksono dipanggil terlebih dulu sebagai saksi.

"Ini tindakan berlebihan. Kalau mau diambil keterangan, panggil saja sebagai saksi, kan bisa siang," ujarnya.

Jurnalis sekaligus aktivis HAM Dandhy Laksono dalam sebuah acara debat dengan politisi PDI-P Budiman Sudjatmiko di auditorium Visinema, Jakarta Selatan, Sabtu (21/9/2019).
Jurnalis sekaligus aktivis HAM Dandhy Laksono dalam sebuah acara debat dengan politisi PDI-P Budiman Sudjatmiko di auditorium Visinema, Jakarta Selatan, Sabtu (21/9/2019).(KOMPAS.com/KRISTIAN ERDIANTO)

Kronologi Penangkapan Dandhy Dwi Laksono

Sutradara dan jurnalis Dandhy Dwi Laksono ditangkap polisi pada Kamis (26/9/2019) malam. 

Istri Dandhy Dwi Laksono, Irna Gustiawati mengatakan, suaminya ditangkap di kediaman mereka di Bekasi, Jawa Barat.

Menurut Irna, penangkapan Dandhy Dwi Laksono disebabkan unggahan sutradara yang menggarap "Sexy Killers" itu di media sosial.

"(Polisi) membawa surat penangkapan karena alasan posting di media sosial Twitter mengenai Papua," kata Irna yang dihubungi Kompas.com pada Kamis malam.

Kronologi penangkapan, menurut dia, bermula saat Dandhy Dwi Laksono baru tiba di rumah sekitar pukul 22.30 WIB. Sekitar 15 menit kemudian, terdengar pintu rumah digedor.

"Pukul 22.45 ada tamu menggedor pagar rumah lalu dibuka oleh Dandhy," ujar Irna.

Rombongan yang dipimpin seorang bernama Fathur itu kemudian mengaku akan menangkap Dandhy Dwi Laksono karena unggahan mengenai Papua.

Sekitar pukul 23.05, tim yang terdiri dari empat orang membawa Dandhy Dwi Laksono ke Polda Metro Jaya dengan mobil Fortuner bernomor polisi D 216 CC.

"Petugas yang datang sebanyak empat orang. Penangkapan disaksikan oleh dua satpam RT," ujar Irna. (Kompas.com/Grid.ID)

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved