Alami Kekerasan, Siswa SD Sampaikan Suara Hati, Disimak Yuk
Pernah mengalami Kekerasan, Siswa SD ini menyampaikan suara hati, simak yuk
Penulis: Yeni Rachmawati | Editor: Kanis Jehola
Pernah mengalami Kekerasan, Siswa SD ini menyampaikan suara hati, simak yuk
POS-KUPANG.COM | KUPANG -- LSM Save The Children yang beroperasi di wilayah Kabupaten Kupang sejak tahun 2018 melalui program school for change yang fokus pada isu pendidikan dan perlindungan anak ini mengadakan Konsultasi Publik Pencegahan dan Penanggulangan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan, di Swiss-Belinn Kristal Hotel Kupang, Kamis (26/9/2019).
Senior Eastern Indonesia Manager Save the Children, Silverius Tasman Muda, di sela-sela acara, menyampaikan berdasarkan laporan Glibal Report 2017 : Ending Violance in Childhood, sebanyak 73,7 persen anak-anak Indonesia berumur 1-14 tahun mengalami pendisplinan dengan kekerasan atau agresi psikologis dan hukuman fisik di rumah, yang mana juga menemukan bahwa penyebab kekerasan terhadap anak karena persepsi orang tua yang salah.
• Ini Kronologi Kejadian Tiga Orang Tewas yang Diduga Keracunan Ikan di Kualin TTS
"Oang tua menganggap tindakan kekerasan merupakan hal yang lumrah dan harus dilakukan oleh mereka guna mendisiplinkan anak. Pemikiran semacam ini sama dengan budaya di NTT yang menganggap bahwa tindakan kekerasan merupakan hal yang wajar dan sudah semestinya dilakukan apabila ingin anak berhasil di kemudian hari," terangnya.
Ia mengatakan kekerasan terhadap anak akan berdampak pada learning out come mereka. Ketidaknyamanan anak dalam kehidupan sehari-hari nya sangat berdampak buruk pada prestasi belajar anak itu sendiri.
• BREAKING NEWS: Diduga Keracunan Ikan, Tiga Orang Tewas, Tiga Korban Selamat
Hasil literasi asesmen yang dilakukan oleh save the children pada siswa kelas 2 SD di beberapa kecamatan di Kabupaten Kupang tahun 2017 menunjukkan bahwa 25% siswa tidak bisa membaca kata-kata yang sering muncul dalam bacaan, 61% siswa tidak bisa menjawab pertanyaan yang terkait dengan pemahaman bacaan.
Data statistik UNESCO tahun 2012 menunjukkan indeks bacaan Indonesia masih sangat rendah hanya 0,0001.
Melalui proyek ini, lanjutnya, diharapkan dapat mengintegrasikan kedua pendekatan ini di 5 SD di 7 kecamatan di Kabupaten Kupang.
Dalam implementasinya, save the children berharap bisa mendorong segenap stakeholder kunci baik di tingkat sekolah, desa maupun kabupaten untuk menciptakan lingkungan sekolah dan komunitas yang aman bagi anak-anak sehingga mereka dapat belajar dengan baik yang pada akhirnya dapat meningkatkan learning out come mereka.
Kata Servan pemerintah Indonesia sesungguhnya sangat menyadari akan pentingnya pendidikan tanpa kekerasan yang ditunjukkan dengan disahkannya undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan undang-undang nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak dan telah ditindaklanjuti oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan melalui peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 82 Tahun 2015 tentang pencegahan dan penanggulangan tindakan kekerasan di lingkungan satuan pendidikan yang juga mengamanatkan bahwa sekolah maupun kabupaten wajib membentuk tim pencegahan kekerasan anak di setiap tingkatan yang mana, pembentukan tim pencegahan di satuan pendidikan melalui Surat Keputusan Kepala satuan pendidikan sedangkan pembentukan tim pencegahan di tingkat kabupaten melalui Surat Keputusan Kepala Daerah.
Salah satu tugas utama dari tim kabupaten tersebut adalah merumuskan standar operasional prosedur pencegahan kekerasan anak di sekolah yang dapat merujuk setiap kasus kekerasan yang terjadi akan tetapi pelaksanaan atas regulasi ini masih sangat jauh dari harapan.
Ia menjelaskan save the children telah bekerjasama dengan segenap stakeholder kunci membentuk gugus tugas di tingkat kabupaten Kupang dan tim gugus pada tingkat sekolah.
Selaras dengan tugas dari gugus tugas menyusun standar operasional prosedur, save the children melalui divisi advokasi di kantor di Jakarta telah bekerja sama dengan Kementerian pemberdayaan perempuan dan perlindungan telah merumuskan pedoman pencegahan dan penanggulangan kekerasan pada lingkungan satuan pendidikan dasar untuk selanjutnya akan diajukan kepada kementerian pendidikan nasional.
"Untuk menyempurnakan draft pedoman tersebut dibutuhkan masukan dari masyarakat, anak dan stakeholder terkait. Mencermati kondisi tersebut save the children mencoba membangun komunikasi dengan segenap stakeholders baik tingkat kabupaten sekolah maupun desa untuk melakukan kegiatan hari ini terhadap rancangan pedoman yang dimaksud untuk mendapatkan masukan konstruktif sebelum disampaikan kepada kementerian," ujarnya.
Sebagaimana disaksikan usai pengulasan materi dari Narasumber, puluhan anak yang mewakili enam kecamatan pun berbaris rapi berjalan menuju ke depan untuk menyampaikan suara hati mereka.
Satu per satu siswa membacakan hasil diskusi yang telah ditulis di kertas karton.
Salah satu siswa membacakan bawah kekerasan yang ia alami disekolah seperti dimarahi guru, menulis indah, lari keliling lapangan, hormat bendera dan menyanyikan lagu Indonesia Raya selama satu jam.
Ada pula siswa lain yang mengaku bajwa sering disuruh guru membeli rokok, beli pulsa dan beli bakso.
Pernyataan ini pun mengejutkan para peserta konsultasi publik yang hadir, mereka pun sontak tertawa. Adakala ada pula pengakuan-pengakuan siswa yang membuat mereka terbelalak seperti candaan yang tidak pantas dilakukan oleh anak seusianya.
"Curhatan anak-anak ini akan diramu dan menjadi bahan perbincangan di tingkat kementerian," ujarnya. (Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Yeni Rachmawati)