14 Kematian Gantung Diri di Sikka Disorot Psikolog Unipa Maumere
Trend kematian menggantung selama bulan Januari sampai September 2019 mencapai 14 kasus dialami warga Kabupaten Sikka, Pulau Flores.
Penulis: Eugenius Moa | Editor: Ferry Ndoen
POS-KUPANG.COM, MAUMERE---Trend kematian menggantung selama bulan Januari sampai September 2019 mencapai 14 kasus dialami warga Kabupaten Sikka, Pulau Flores.
Banyaknya kasus bunuh dini menempatkan Sikka pada peringkat pertama gantung diri di NTT.
Kasus kematian gantung diri terbaru menimpa Mikael Mitang (60). Warga Kampung Utan Wair, Desa Nangahale, Kecamatan Waigete, 36 Km arah timur Kota Maumere, ditemukan Rabu (25/9/2019) sekitar pukul 07.00 Wita, sekitar 10 meter di halaman belakang rumahnya menggantung di ranting pohon jambu mete.
Tingginya angka bunuh diri menjadi perhatian Psikolog Universitas Nusa Nipa (Unipa) Maumere, Epifania Ladapase,M.Psi.,Psikolog
“Selama ini saya menyimak (kasus gantung diri). Usia pelaku bunuh diri variatif ada yang remaja, dewasa madya dan lanjut usia,” kata Epifania Ladapase, kepada pos-kupang.com, Rabu siang.
Kata Fani Ladapase, sapaan Epifania Ladapase,penyebab utama bunuh diri perlu ditelusuri. Meski kelompok dewasa dan lanjut usia 60 tahun sepertinya karena masalah finansial, sedangkan remaja masalahnya kompleks.
“Mental yang lemah dan tidak sehat. Daya juang yang rendah dan ini awalnya bisa dari pola asuh permisif yang terjadi di masyarakat kita,” tandas pengajar psikologi Fakultas Ilmu-Ilmu Sosial Unipa.
Menurut Fani Ladapase, korban bunuh diri ketika menghadapi masalah mudah menyerah kemudian men-just diri tidak berguna.
Ia kemudian mulai menarik diri dari lingkungan, sehingga masalah tidak terselesaikan dan semakin berat hingga memutuskan bunuh diri
“Masalah, stress, depresi, bunuh diri. Karena ketahanan mental yang kurang serta penanaman nilai agama yang minim,” tandas Fani Ladapase.
Fani Ladapase mengajak semua pihak harus bertanggungjawab. Orang tua, pendidik, pemerintah dan masyarakat.
• 4 Petinju NTT Raih Kemenangan di Kejurnas Tinju Senior dan Seleksi Pra PON, 8 Petinju NTT ke PON
Ia juga menyarankan diadakan gerakan kesehatan mental. Menurut Fani Ladapase,sakit fisik dipicu oleh sakit mental.
“Pemerintah gencar bicarakan stunting dan rabies, padahal itu semua masalah perilaku dan lagi-lagi berhubungan dengan mental. Jadi yang utama itu gerakan kesehatan mental,” ujarnya lagi.
Ia juga menyarankan pemerintah, sekolah, gereja dan masyarakat perlu berbicara mengenai kesehatan mental, sehingga masalah-masalah ini akan ikut tertangani begitupun dengan bunuh diri
“Mental yang buruk ikut memperkuat calon pelaku lakukan bunuh diri,” tegas Fani Ladapase.