Renungan Kristen Protestan, 19 September 2019 : Menghakimi Boleh Saja Tapi Penuhi Syaratnya
Bagaimana juga di antara kita sebagai jemaat? Supaya adil di antara kita sebagai sesama presbiter? Kita-kita siapa?
Dengar dulu, itu satu biar duduk manis-manis begitu. Sopan sekali. Bicara penuh kelemahlembutan. Rapi sekali tetapi hancur dalam. Dia sudah tujuh anak.
Padahal dia tidak sadar bahwa dirinya juga begitu. Anak-anaknya atau saudaranya juga ada yang begitu.
Susi Maria, mari dulu. Kemarin saya bertemu dengan di situ punya suami Timotius di Kupang. Ternyata dia ada gonceng satu nona muda. Cantik. Lebih dari kamu yang tidak tahu sisir rambut.
Ternyata dia juga sama. Di mana-mana ada saja. Malahan senior. Lebih lihai, dapat tangkap ulang-ulang dan belum tobat. Jangan bergaul dengan si Lipus.
Dia punya mulut sama seperti silet. Duduk dekat dia hanya cerita kesalahan orang lain. Begitu juga Bartolomeus. Sama saja. Mereka berdua seperti satu mata uang.
Kenyataannya yang omong ini ternyata lebih silet. Ia hanya bisa bicara tetapi kalau orang bicara tentang dirinya, ia marah dan tidak terima. Lalu berkata: Ia pikir saya seperti itu. Lebih parah lagi: Kenapa campur urusan orang lain.
Sederhananya. Jangan bicara neraka orang bila diri sendiri ada hidup dalam neraka. Ukuran yang kita pakai, akan orang kenakan juga kepada kita. Lebih baik bicarakan kebaikan orang lain. Buat apa bicara kejelekan orang lain. Tiada gunanya.
Kedua, lihat baik-baik diri kita, bagaimana keadaan diri kita yang sebenarnya. Kalau pencuri, jangan teriak pencuri tetapi mengakulah sedang mencuri. Malas tidak usah bicara orang pemalas melainkan jujur katakan bahwa diri juga malas.
Suatu kali ada seorang pendeta berkhotbah. Jemaat Tuhan sekalian, ingat harus selalu berdoa. Bawa Alkitab. Jangan bersaksi dusta. Suatu hari dia pergi ibadah tetapi tidak bawa Alkitab. Jemaat tanya: Kenapa ibadah tidak bawa Alkitab?
Dia katakan: Saya tadi lupa. Lagi pula itu khotbah untuk jemaat bukan saya. Kalian dengar sendirikan tiap kali saya khotbah bilang jemaat Tuhan ingat tidak boleh begini dan begitu. Yesus bilang begini.
Mengapa engkau bisa melihat selumbar di mata saudaramu sedangkan balok di dalam matamu tidak engkau ketahui,"?
Selumbar itu dalam bahasa aslinya adalah karfos yang berarti tampuk (ujung tangkai atau ranting yang melekat pada buah yang kecil dan kering), serpihan jerami yang kecil atau bahkan sehelai rambut/bulu yang mungkin terbang ke mata. Kalau balok saya tidak perlu jelaskan lagi.
Maksud perkataan Yesus adalah mengapa bisa melihat kesalahan sesama yang sangat kecil sedangkan kamu punya kesalahan yang sangat besar bahkan terlalu amat besar di mana ukurannya bertriliun-triuliun kali lipat.
Ini yang namanya orang tidak tahu dan sadar diri. Ketemu siapa saja hanya bicara kejelekan orang lain. Entah ia bicarakah langsung pada orang itu atau dia ceritakan kepada orang lain. Banyak orang yang punya kebiasaan ini. Sudah menjadi semacam hobi.
Berdoa supaya kita jangan punya penyakit seperti ini. Bila ada orang yang di depan kita selalu memuji kita sambil membicarakan kejelekan sesama, apa lagi dia tahu kita tidak suka orang itu, maka percaya saja, ketika ia bertemu dengan orang lain, orang yang kita tidak suka itu, ia pasti akan bicara juga tentang kejelekan kita. Hal ini bisa dipastikan dengan jelas.