Nasib Pekerja Sawit NTT di Kutai Timur yang Diusir Perusahaan Tak Menentu, Begini Kondisi Mereka

Nasib pekerja sawit NTT di Kutai Timur yang diusir perusahaan tak menentu, begini kondisi terakhir mereka

Penulis: Laus Markus Goti | Editor: Kanis Jehola
Silvester Nong Manis untuk pos-kupang.com
Ratusan pekerja migran asal Propinsi NTT di penampungan Aula Kantor Camat Karangan, Kabupaten Kutai Timur, Propinsi Kalimantan Timur. 

Nasib pekerja sawit NTT di Kutai Timur yang diusir perusahaan tak menentu, begini kondisi terakhir mereka

POS-KUPANG.COM | KUPANG - Nasib ratusan pekerja asal Nusa Tenggara Timur (NTT) yang bekerja di perkebunan Kelapa Sawit milik PT. Wahana Tri Tunggal Cemerlang di Kecamatan Karangan, Kutai Timur Provinsi Kalimantan Timur, kian tak menentu.

Hubertus Humar, selaku koordinator Ikatan Keluarga Besar NTT di Kecamatan Karangan, kepada POS-KUPANG.COM, Rabu (18/9/2019) menuturkan, para karyawan dari NTT saat ini tengah mengungsi di Kantor Camat Karangan, di rumah sanak keluarga, Puskemas termasuk di rumahnya.

Sisilia Sona Minta Kemnaker RI Fasilitasi Persoalan Ratusan Buruh Asal NTT Diusir di Kutai Timur

Menurutnya, karyawan dipaksa keluar dari kamp-kamp dalam jangka waktu tiga hari, 9 hingga 11 September 2019, membawa barang-barang anak-anak dan istri mereka. Sedihnya, kata Hubertus, ada istri dari karyawan yang tengah hamil sementara anak-anak mereka yang masih sekolah terpaksa tidak bersekolah.

Lebih tragis lagi, kata dia, orang-orang perusahaan dan warga lokal yang sudah dipengaruhi pihak perusahaan membawa benda tajam saat memaksa para karyawan keluar dari kamp-kamp. Hubertus mengatakan, anak-anak dan istri karyawan merasa trauma dengan kejadian tersebut.

Mengenal Lebih Dekat Apa Itu TP4D

"Ini sungguh tidak manusiawi mereka diperlakukan seperti itu. Kasihan mereka yang tengah hamil, anak-anak sekolah terpaksa tidak bisa sekolah. Itu makanya kenapa ada yang mengungsi ke Puskesmas, karena ada beberapa ibu hamil yang mau melahirkan," ujar Hubertus.

Hubertus menceritakan, saat ini juga para karyawan tidak punya uang yang cukup untuk membiayai hidup mereka di pengungsian. "Kami hanya mengandalkan sumbangan, dari kenalan, sahabat dari luar kecamatan ini, di sini kami juga kumpul-kumpul uang tapi mau sampai kapan," ungkapnya.

Ia menjelaskan, pengusiran terhadap karyawan dilakukan oleh pihak perusahaan dan juga warga lokal yang sudah dipengaruhi oleh perusahaan. Lanjutnya, hubungan karyawan dan perusahaan memanas sejak karyawan melakukan aksi mogok menuntut perusahaan penuhi hak-hak mereka.

"Karyawan mogok karena perusahaan tidak tertib membayar gaji karyawan, seringkali terlambat. Sudah terlambat bayarnya tidak penuh, setengah-setangah. Selain itu, karyawan tidak diakomodir di BPJS Kesehatan," ungkapnya.

Puncaknya, pihak perusahaan memutuskan hubungan kerja (PHK) secara sepihak kepada ratusan karyawan tersebut dan meminta para karyawan segera meninggalkan kamp-kamp dalam jangka waktu tiga hari, yakni 9 hingga 11 September 2019.

Hubertus sempat menghubungi Bupati Kutai Timur untuk membicarakan persoalan tersebut dan Bupati memerintahkan camat Karangan mengadakan pertemuan dengan pihak perusahan dan karyawan. Hasilnya, para karyawan tetap harus meninggalkan kamp-kamp mereka.

"Ini tidak manusiawi, ada istri karyawan yang sedang hamil ada anak sekolah, masa mereka main usir saja, bagaimana nasib mereka? Lebih parah lagi, perusahaan PHK tetapi hak-hak karyawan sampai saat ini belum dipenuhi," keluhnya.

Ia menjelaskan, pihaknya belum mendata semua karyawan asal NTT yang di PHK. "Yang sudah tercatat 618, belum anak-anak dan istri. Kami masih mendata. Ada juga yang dari luar NTT, tapi sedikit saja, mereka langsung cari sanak keluarga mereka di sini," jelasnya.

Hubertus mengatakan, mereka akan kembali membangun komunikasi dengan Bupati Kutai Timur terutama untuk memulihkan anak-anak dan kaum ibu yang trauma saat diusir dari kamp.

"Kasihan mereka. Mereka trauma karena saat diusir ada yang bawa benda tajam, belum lagi ada ibu-ibu yang sedang hamil. Jadi kami akan berupaya untuk bangun komunikasi dengan pemerintah. Kalau dengan perusahan, yah mereka harus bertanggung jawab terhadap hak-hak karyawan," ungkapnya.

Sementara itu, pihak perusahan, sampai saat ini belum berhasil dikonfirmasi POS-KUPANG.COM. (Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Laus Markus Goti)

Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved