Pembahasan Tertutup, DPR Diminta Tunda Pengesahan RKUHP
Pembahasan revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ( RKUHP) antara DPR dan pemerintah menuai kritik dari masyarakat sipil.
POS-KUPANG.COM | JAKARTA - Pembahasan revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ( RKUHP) antara DPR dan pemerintah menuai kritik dari masyarakat sipil. Aliansi Nasional Reformasi KUHP menilai pembahasan tertutup dan terkesan diam-diam.
Direktur Eksekutif Institute for Criminal and Justice Reform (ICJR) Anggara Suwahju, salah satu anggota koalisi mengatakan, masyarakat sipil sama sekali tidak mendapatkan informasi bahwa pembahasan RKUHP akan dilakukan pada pada Sabtu (14/9/2019) dan Minggu (15/9/2019) di Hotel Fairmont Senayan Jakarta.
• Anggota DPRD Manggarai Barat, Ini Nama-nama yang Tergabung Dalam Banggar dan Bamus
"Kami juga tidak dapat mengakses informasi atau dokumen apapun dari hasil rapat tertutup tersebut," ujar Anggara kepada Kompas.com, Senin (16/9/2019).
Selain itu, Anggara juga mengkritik rapat pembahasan yang dilakukan akhir pekan dan dilaksanakan di sebuah hotel.
"Selain karena pembahasan dilakukan di akhir pekan, juga karena pembahasan tidak tercantum pada jadwal Komisi III dan tertutup karena dilakukan di hotel bukan di ruang rapat Panja RKUHP Komisi III," kata Anggara.
• Mantan Pimpinan KPK Bertemu Pimpinan KPK, Ini Isu yang Dibahas
Anggara menyayangkan rapat pembahasan yang dilakukan secara diam-diam dan tidak melibatkan masyarakat sipil.
Padahal materi pasal RKUHP masih banyak yang dinilai kontroversial dan berpengaruh terhadap masyarakat.
Sementara, berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, pembahasan rancan undang-undang seharusnya dilakukan secara terbuka.
Oleh sebab itu, Anggara meminta pengesahan RKUHP ditunda. "Pembahasan RKUHP yang tertutup jelas menciderai kepercayaan dan amanat rakyat. RKUHP dibahas tanpa legitimasi dan transparansi yang kuat. Pengesahannya harus ditunda," ucap Anggara.
Berdasarkan catatan ICJR, pembahasan terbuka terakhir dilakukan oleh Pemerintah dan DPR pada 30 Mei 2018. Artinya hampir 1,5 tahun, tidak ada pembahasan yang terbuka untuk diakses publik.
Sebelumnya, DPR dan Pemerintah telah merampungkan seluruh substansi revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP).
Anggota Tim Panitia Kerja (Panja) DPR Arsul Sani mengatakan, setelah disepakati pihaknya tinggal merumuskan redaksional pasal-pasal tertentu.
Setelah itu pembahasan akan dilanjutkan ke tingkat I yakni Rapat Pleno Komisi III. "Kami sudah selesaikan pembahasannya, tinggal perumusan redaksional pasal-pasal tertentu dan ya kemudian akan kita bawa ke pembicaraan tingkat I Rapat Pleno komisi III," ujar Arsul saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (16/9/2019).
Arsul mengatakan, seluruh isi rancangan yang sebelumnya menjadi perdebatan telah disepakati oleh Tim Panja DPR dan Pemerintah.
Setidaknya terdapat tujuh isu yang menjadi pengganjal proses pembahasan yakni, hukum yang hidup di masyarakat (Hukum Adat), pidana mati, penghinaan terhadap presiden, tindak pidana kesusilaan, tindak pidana khusus, ketentuan peralihan dan ketentuan penutup.