Kasus Ibu Kandung Bunuh Dua Anak Kembarnya Secara Sadis dan Coba Bunuh Diri, Ini Kajian Psikolog
Kasus Ibu Kandung Bunuh Dua Anak Kembarnya Secara Sadis dan Coba Bunuh Diri, Ini Kajian Psikolog
Penulis: Gecio Viana | Editor: Alfred Dama
Kasus Ibu Kandung Bunuh Dua Anak Kembarnya Secara Sadis dan Coba Bunuh Diri, Ini Kajian Psikolog
Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Gecio Viana
POS KUPANG.COM, KUPANG -- Misteri pelaku pembunuhan bocah kembar Angga Masus (5) dan Angki Masus (5) di Kelurahan Oesapa Barat, Kecamatan Kelapa Lima, Kota Kupang, akhirnya terungkap.
Pelaku tidak lain adalah ibu kandung korban, Dewi Regina Ano (24) yang juga ditemukan suaminya, Obir Masus (31) dengan keadaan bersimbah darah bersama kedua anak laki-lakinya pada Kamis (5/9/2019) lalu.
Menanggapi hal tersebut, Arifzal Kehi, M.Psi, seorang psikolog menjelaskan, jika dilihat dari motif tersangka tega menghabisi kedua anaknya, maka tersangka mengalami masalah gangguan emosional.
"Karena dampak jangka panjang dari KDRT itu manifestasinya perilaku yang agresif," kata alumnus Jurusan Profesi Psikologi Klinis Dewasa Universitas Katolik Soegijapranata Semarang saat dihubungi POS-KUPANG.COM, Jumat (13/9/2019) malam.
Menurutnya, jika seseorang sering mendapatkan tekanan secara internal seperti dari orang terdekat seperti suami dalam rumah tangga, maka akan mengalami gangguan emosional yang sangat tinggi.
Efek dari gangguan emosional itu berbentuk perilaku yang agresif, kamarahan, perilaku yang menentang dan ketidakpatuhan.
• Tak Sekdar Cantik ,Tapi Juga Cerdas, Ini 5 Fakta Farrah Azizah Cucu BJ Habibie yang Kuasai 3 Bahasa
• 6 Quotes BJ Habibie Bikin Kamu Semangat yang Patah Hati Bisa Sembuh Loh!
• RAMALAN ZODIAK SABTU 14 September 2019 Pisces Kuatir, Cancer Beruntung, Zodiak 7Lain?
• Ini Sosok Ilona Gadis Mantan Kekasih BJ Habibie Sebelum Bertemu Ainun, Begini Alasan Mereka Putus?
• Persib Boyong Sebagian Besar Pemain Ke Bogor, Ada Beckham Putra Nugraha, Fabiano & Gian Zola Tinggal
"Sehingga perilaku agresifnya meningkat, dan dilatarbelakangi faktor ekonomi juga sehingga dia memilih jalan pintas untuk mengakhiri hidupnya," ujarnya.

Di lain sisi, tersangka dalam kasus ini tega melakukan pembunuhan dan mencoba bunuh diri karena merasa tidak memiliki harapan dan faktor keluarga dari pihak suami dan keluarganya yang dinilainya tidak memperdulikannya.
"Penerimaan tidak ada, mempengaruhi faktor sosialnya dan kemudian mempengaruhi kognisinya. Ini kan merupakan rentetan di mana dari tekanan emosional secara internal, lalu dipengaruhi perilaku sosial selanjutnya mempengaruhi kognisinya. Efek jangka panjang adalah perilaku agresif, sehingga dia tidak mampu untuk mengontrol perilaku dirinya lagi. Jalan satu-satunya adalah bunuh diri dan anaknya," jelasnya.
"Saat dia mengalami KDRT dan ibu ini juga memiliki pemahaman yang sempit melihat dunianya sehingga perilaku agresi ini muncul," tambahnya.
Jika dilihat lebih jauh dari sisi psikologi, ujar Arifzal, tersangka mengalami depresi atau tekanan dalam alam bawah sadarnya.
"Ibarat gudang yang penuh dengan barang-barang, jiwa itu seperti itu juga. Semakin banyak tumpukan sampah yang masuk ke dalam pikiran bawah sadar jiwa seseorang akan menekan dia. Dan ketika dia tidak bisa kontrol perilakunya, maka pikiran agresif yang akan muncul. Dia tidak bisa melawan suaminya, akhirnya dia memilih mengakhiri hidupnya dan anak-anaknya," katanya.
Dikatakannya, Faktor KDRT sangat riskan, apalagi jika kita lihat tingkat intelektual yang tidak mendukung, kemampuan sosial tidak mendukung dan ditambah dukungan sosial yang tidak ada, akhirnya berpengaruh pada rasa kepercayaan diri atau penerimaan diri yang rendah.