Soal Pro Kontra Revisi UU KPK dan Pemilihan Komisioner KPK, Ini Kata Melki Laka Lena

Soal pro kontra Revisi UU KPK dan pemilihan komisioner KPK, ini kata Melki Laka Lena

Penulis: Laus Markus Goti | Editor: Kanis Jehola
POS-KUPANG.COM/Ambuga Lamawuran
Wakil Ketua 1 Tim Kampanye Daerah (TKD) Jokowi-Ma'ruf Provinsi NTT, Melki Laka Lena. 

Soal pro kontra Revisi UU KPK dan pemilihan komisioner KPK, ini kata Melki Laka Lena

POS-KUPANG.COM | KUPANG - Ketua DPD Partai Golkar NTT Melki Laka Lena, yang juga merupakan anggota DPR RI terpilih menegaskan, perlu ada sinergi bersama dalam rangka mencegah politisi penegakan hukum.

Hal itu disampaikan Melki Laka Lena kepada POS-KUPANG.COM, Kamis (12/9/2019) menanggapi pro dan kontra revisi RUU KPK dan pemilihan komisioner KPK.

Menurutnya, politik dan hukum selalu bertalian dan berhubungan erat sukar dipisahkan.

Melki Laka Lena: Perlu Sinergi Bersama Cegah Politisasi Penegakan Hukum

Ia mengatakan semangat pemberantasan korupsi yang kemudian melahirkan KPK sejatinya tidak melumpuhkan penegak hukum lain dan terus saling menyerang dengan berbagai lembaga negara lainnya.

"Perjalanan 17 tahun pemberantasan korupsi yang dipimpin oleh KPK saat ini tengah dibahas untuk dievaluasi DPR RI melalui revisi UU KPK. Presiden Jokowi telah memberikan persetujuan dan menugaskan Menkumham dan Menpan untuk membahas hal tersebut bersama DPR RI," ungkapnya.

Ini Alasan Ditjen Perhubungan Laut Galakkan Gerakan Bersih Laut dan Pantai

Saat yang sama, kata dia, pemerintah melalui pansel telah memutuskan 10 anak bangsa terbaik untuk dipilih DPR RI menjadi 5 komisioner KPK.

Ia mengatakan proses uji kelayakan di pansel dan saat ini di DPR RI tentu juga menimbulkan pro kontra di berbagai kalangan.

Menurutnya pro dan kontra berhubungan Reputasi tim pansel yang kredibel dari berbagai latar belakang tetap saja jadi persoalan bagi pihak keinginannya tidak tercapai. "Pro kontra semacam ini terjadi di semua kalangan yang paling mengkhawatirkan terjadi juga di KPK," ungkapnya.

Ia mengatakan perdebatan pendapat terkait sanksi untuk petinggi polri mantan orang KPK yang saat ini lolos 10 besar Firli antara 2 wakil ketua KPK Saut Situmorang dan Alexander Marwata salah satu contohnya.

Intern KPK paling tidak diwakili oleh Saut ingin Firli tidak lolos seleksi di DPR RI dan Alex walau sebagai kompetitor komisioner KPK justru berbeda pendapat. Soal Firli menjadi contoh nyata dan terang urgensi KPK perlu dibenahi kembali menjadi motor pemberantasan korupsi yang solid dan efektif.

Menurutnya KPK juga seperti kebetulan memanggil petinggi parpol atau jaringannya misalnya dari PAN, Golkar, PKB untuk diperiksa dalam kasus korupsi dan selalu dengan cerita menarik yang menyertainya.

Ia mengatakan letinggi parpol dan jaringannya yang berasal dari berbagai parpol dipanggil saat revisi RUU KPK dan pemilihan komisioner KPK sangat mudah dibaca bagian dari penggunaan kewenangan KPK untuk mempengaruhi langsung atau tidak langsung dua agenda yang sedang berjalan di senayan.

"Pengamat dan rakyat kebanyakan dengan mudah memberi penilaian semacam ini sehingga makin menguatkan stigma bahwa KPK sedang melakukan politisasi penegakan hukum," ungkapnya.

Menurutnya, KPK sebagai bagian dari sistem hukum dan sistem pemerintahan di Indonesia harus menyatu dan tidak terpisah dengan institusi hukum atau lembaga negara lainnya.

Halaman
12
Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved