Bulan Kitab Suci Nasional
Bulan Membaca Kitab Suci Dari Perspektif Ekologi
Setiap bulan September, Gereja Katolik di Indonesia merayakan Bulan Kitab Suci Nasional ( BKSN).
Oleh : Rm. Siprianus S. Senda, Pr
Ketua Komisi Kitab Suci KAK
POS-KUPANG.COM - Setiap bulan September, Gereja Katolik di Indonesia merayakan Bulan Kitab Suci Nasional ( BKSN). Selama satu bulan umat Katolik diajak untuk menggeluti Kitab Suci di bawah tema tertentu.
Tujuannya supaya umat mengakrabkan diri dengan Kitab Suci yang adalah Sabda Allah, dan mengambil inspirasi untuk hidup injili sebagai sebuah kesaksian kristiani dalam menanggapi situasi hidup sosial.
Salah satu kegiatan adalah katekese kitab suci. Melalui katekese tematis, umat Katolik merenungkan sabda Tuhan sebagai pedoman dalam menghadapi realitas dunia yang kompleks.
• Diduga Bunuh Diri, Pemilik Showroom Ditemukan Tewas Dalam Bak Mandi, Ini Kata Warga
Kitab Suci memberi inspirasi bagi umat Katolik untuk berjuang tak kenal lelah menata dunia agar semakin injili melalui kesaksian hidup injili.
Maka pada bulan September ini, umat Katolik mendapat kesempatan dan anugerah istimewa untuk kembali merujuk pada sumber iman yang utama yaitu Kitab Suci.
Tema BKSN 2019 dari Lembaga Biblika Indonesia (LBI) adalah: "MEWARTAKAN KABAR GEMBIRA DI TENGAH KRISIS LINGKUNGAN HIDUP".
• Empat Orang Perampok Bertopeng dan Bersenjata Api Beraksi di Mess Guru SMAN, Begini Ceritanya
Inilah tema tahun ketiga hasil Pernas Kitab Suci di Sawangan, Bogor tahun 2016, di bawah payung tema besar "Mewartakan Kabar Gembira di Tengah Arus Zaman".
Walaupun situasi gonjang ganjing menerpa hidup manusia di tengah arus zaman, Gereja tetap diutus untuk mewartakan Kabar Gembira Kristus.
Pada tahun 2017 umat Katolik Indonesia telah merenungkan tema kabar gembira di tengah gaya hidup modern, tahun 2018 kabar gembira di tengah kemiskinan dan kemajemukan, dan tahun ketiga ini kabar gembira di tengah krisis lingkungan hidup.
Tema Aktual dan Relevan
Tema tahun 2019 ini ternyata sangat aktual dan relevan. Umat Katolik dan umat manusia pada umumnya sedang menghadapi realitas krisis lingkungan hidup yang marak terjadi.
Bapa Suci Paus Fransiskus ikut ambil bagian dalam menanggapi situasi krisis lingkungan ini dengan menerbitkan Ensiklik Lodato Si, yang memberikan arah dan pedoman bagi umat Katolik untuk terlibat dalam upaya memelihara bumi sebagai rumah bersama.
Persoalan kerusakan lingkungan hidup menunjukkan gambaran suram yang membutuhkan pemulihan dan pelestarian yang intensif dari masyarakat maupun umat beriman kristiani.
LBI sebagai lembaga Gereja yang berkecimpung dalam kerasulan kitab suci menyadari panggilan dan perutusannya untuk ikut ambil bagian dalam gerakan bersama menanggulangi krisis lingkungan hidup.
Momentum bulan September adalah kesempatan penuh rahmat untuk mengajak seluruh umat Katolik Indonesia bersama-sama menimba inspirasi dari Sabda Tuhan dalam menanggapi krisis global ini.
Katekese adalah sarana gerejawi untuk pembelajaran dan penyadaran bersama akan pentingnya lingkungan hidup yang dipelihara demi kelangsungan hidup manusia dan makhluk ciptaan lainnya.
Membaca Kitab Suci Secara Ekologis
Bahan yang disiapkan dari LBI memberikan pemahaman bahwa dalam Kitab Suci ada harapan dan kabar gembira sebagai kekuatan untuk mengatasi krisis lingkungan hidup. Kitab Suci bukan saja narasi tentang Tuhan (teologi), ataupun narasi tentang manusia (antropologi), tetapi juga narasi tentang alam ciptaan (ekologi).
Pendekatan ekologi inilah yang diusung dalam pembacaan kitab suci secara baru. Jika selama ini pembacaan kitab suci terlampau antroposentris dengan berpijak pada Kej 1:28 yang menekankan kekuasaan dan penaklukan bumi oleh manusias, maka pendekatan ekologis mengubah cara pandang manusia akan alam sebagai sesama ciptaan yang patut dijaga dan dipelihara demi kelangsungan hidup manusia.
Maka penafsiran atas teks Kej 1:28 mesti ditempatkan dalam konteks Kej 1:26 yang menekankan citra manusia sebagai gambar dan rupa Allah, serta Kej 2:15 yang mengingatkan manusia untuk mengusahakan dan memelihara bumi sebagai rumah bersama.
Teks rujukan dalam katekese BKSN 2019 adalah Kej 6-9 yaitu kisah tentang Air Bah. Kisah ini dipakai untuk menimba inspirasi ekologis dalam menghadapi krisis lingkungan hidup.
Nuh menjadi contoh orang benar yang dipanggil dan diutus oleh Tuhan untuk melaksanakan kehendak Tuhan dalam upaya penyelamatan bumi dengan tatanan hidup yang baru.
Tatanan baru itu adalah kehidupan selaras alam dengan prinsip cinta kasih 3 dimensi yaitu cinta kepada Tuhan, sesama manusia dan sesama ciptaan.
BKSN Konteks Nusra
Bertolak dari pemahaman ekologis ini, maka bahan BKSN 2019 yang diberikan dari LBI digodok dalam konteks Regio Nusa Tenggara (Nusra) dalam empat pertemuan mingguan katekese.
Pertemuan Minggu Pertama dengan subtema "Kejahatan Manusia Menyebabkan Kerusakan Lingkungan Hidup", memfokuskan permenungan pada kejahatan manusia yang menyebabkan Allah menghukum manusia dan segala makhluk ciptaan di bumi dengan mendatangkan air bah (Kej 6:1-7.11-13, 7:19-23).
Dari subtema dan bacaan ini, umat kristiani Regio Nusra diajak untuk menyadari bahwa kerusakan lingkungan hidup merupakan akibat dari kejahatan manusia dalam mengeksploitasi alam.
Kesadaran ini menjadi titik awal untuk pertobatan ekologis dalam gerakan sinergis untuk pembaharuan sikap terhadap lingkungan alam.
Pertemuan Minggu Kedua dengan subtema "Kita Dipanggil Untuk Menyelamatkan Bumi Sebagai Rumah Kita Bersama", mengajak umat kristiani Regio Nusra untuk merenungkan panggilan serta keterlibatannya dalam upaya penyelamatan bumi sebagai rumah bersama.
Allah memanggil Nuh untuk menyelamatkan kehidupan dengan membuat bahtera yang dapat menampung segala makhluk hidup yang ditentukan oleh Tuhan, termasuk Nuh dan keluarganya sebagai orang benar yang berkenan pada Tuhan (Kej 6:9-10,14-22; dan 7:13-17).
Air bah sebagai bentuk hukuman Allah menghancurkan segala yang jahat, tetapi Nuh sekeluarga dan makhluk hidup lainnya diselamatkan oleh Allah. Sebagaimana Nuh dipanggil oleh Allah untuk bekerjasama dalam penyelamatan dengan membuat bahtera, demikian pula umat kristiani dipanggil untuk terlibat aktif dalam penyelamatan lingkungan hidup dari segala bentuk perusakan.
Pertemuan Minggu Ketiga dengan subtema "Kita Dipanggil Menjadi Manusia Baru Dalam Dunia", mengetengahkan komitmen Allah untuk membaharui dunia dan tidak akan menghukum lagi dengan air bah kendatipun manusia berlaku jahat (Kej 8:1.10-22).
Komitmen Allah ini memberi harapan kepada manusia untuk menjadi manusia baru dalam dunia dengan menjaga dan melestarikan lingkungan hidupnya.
Umat beriman kristiani Regio Nusra dipanggil untuk menanggapi komitmen Allah tersebut dengan menjadi manusia baru, manusia berwawasan ekologis yang berjuang membaharui dunia dari kerusakan alam.
Pertemuan Minggu Keempat dengan subtema "Perjanjian Allah Dengan Semua Makhluk Hidup", merefleksikan perjanjian Allah yang ditandai dengan busur di langit untuk menjadi peringatan sehingga kelangsungan hidup manusia dan alam tetap terjamin (Kej 9:1-17).
Meski demikian Allah tetap memberikan batasan-batasan yang harus diindahkan manusia agar tatanan alam tetap terpelihara dengan baik demi kelangsungan hidup segala makhluk.
Umat beriman kristiani Regio Nusra berikhtiar mentaati batasan-batasan dari Allah yang terjabar dalam aneka kebijakan dan kebajikan sosial yang bermuara pada pemeliharaan lingkungan hidup.
Bumi adalah rumah kita bersama, lingkungan alam adalah tempat merajut kesejahteraan bersama.
Untuk itu, tanggung jawab memelihara dan melestarikan lingkungan hidup adalah panggilan kemuridan setiap umat beriman kristiani di Regio Nusra.
Di tengah arus zaman krisis lingkungan hidup yang masif, kita semua diutus untuk mewartakan kabar gembira yang menentang perusakan lingkungan hidup dan menggerakkan upaya pemulihan dan pelestariannya.
Dengan menyelaraskan diri pada sikap Allah, kita mewujudkan panggilan dan perutusan tersebut dengan merawat bumi rumah kita bersama, menjadi tempat huni yang nyaman bagi semua makhluk hidup, demi kelangsungan hidup seluruh makhluk di masa kini dan masa depan. (*)