News
Pemkab TTU Belum Bersikap Soal Dugaan Malpraktik di RS Leona Kefamenanu, Ini Penjelasan Plt Sekda
Pemerintah Kabupaten TTU menggelar pertemuan dengan manajemen Rumah Sakit (RS) Leona, Rabu (4/9/2019).
Penulis: Thomas Mbenu Nulangi | Editor: Benny Dasman
Laporan Wartawan Pos Kupang,Com, Tommy Mbenu
POS KUPANG, COM, KEFAMENANU - Pemerintah Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU) menggelar pertemuan dengan manajemen Rumah Sakit (RS) Leona, Rabu (4/9/2019), membahas kasus dugaan malpraktik.
Pertemuan digelar di ruang kerja Plt Sekda TTU, Fransiskus Tilis, pukul 10.00-11.30 Wita.
Turut hadir Asisten Ekonomi dan Pembangunan Setda TTU, Robertus Nahas; Plt. Kepala Dinas Kesehatan, Thomas Laka; Direktur RS Leona, dr. Rizky Anugra Dewati; Direktur RSUD Kefamenanu, dr. Agustina Tanusaputra; dan Ketua Ikatan Dokter TTU, dr. Nining Darmawijaja.
Dalam pertemuan tersebut, kata Fransiskus Tilis, manajemen RS Leona mengatakan, korban Abraham Mariano Moni lahir 18 Agustus 2019 lalu melalui operasi sesar dan dirawat selama tiga hari di RS swasta itu.
Pada saat lahir korban mengalami kekurangan albumin, hanya 2,2, sehingga dari aspek medis harus dipacu menjadi lebih tinggi dari kondisi semula.
Dokter yang menangani korban, lanjut Frans Tilis, bukan dokter spesialis anak, tetapi dokter umum. Saat menangani korban, dokter umum tersebut berkonsultasi dengan dokter spesialis anak RS Leona Kefamenanu yang kebetulan berada di Kupang.
"Setelah dilakukan konsultasi, dia diberi petunjuk oleh dokter itu untuk melakukan tindakan medis," ujar Frans Tilis.
Setelah hari ketiga, lanjut Frans, keluarga bersama korban pulang ke rumah. Namun tanggal 23 Agustus 2019, orangtua korban kembali lagi ke RS Leona karena suhu tubuh korban panas, rewel, tangannya bengkak.
Di RS Leona, diakui Frans, dokter yang menangani korban sedang mengikuti kegiatan di rumah sakit setempat. Karena belum ada jedah waktu untuk istirahat, pihak Rumah Sakit Leona kemudian menyarankan supaya menggunakan dokter lain.
Pada saat itu, lanjutnya, keluarga tidak ingin ditangani oleh dokter lain. "Karena menunggu terlalu lama, mereka langsung ke RSUD Kefamenanu dan ditangani oleh dokter dan diketahui oleh keluarga korban," ungkapnya.
Frans mengatakan, pada tanggal 24 Agustus 2019, keluarga korban kemudian mendatangi lagi RSUD Kefamenanu karena tangan korban mulai menghitam dan bengkak.
"Mereka berupaya merawat, memberikan tindakan medis kepada anak itu, dan itu atas persetujuan dari keluarga korban. Tapi Tuhan berkehendak lain, pada tanggal 25 Agustus 2019 korban meninggal dunia," terang Frans.
Diungkapkannya, dokter yang menangani korban bukan dokter PNS sehingga pemerintah tidak dapat memberikan tindakan kepada yang bersangkutan.
"Karena tindakan itu berakibat pada kematian, tentunya itu ranah hukum, bukan kewenangan kami. Maka urusan selanjutnya dengan pihak kepolisian," tegas Frans Tilis.
Terkait dengan sikap Pemkab TTU terhadap RS Leona Kefamenanu, diakui Frans, pihaknya belum membicarakan hal tersebut.
"Kami belum bisa memutuskan sikap apa yang diberikan karena kami harus komunikasikan dengan pak bupati. Tentunya itu kewenangan beliau (bupti) untuk memutuskan sikap," terang Frans. *
