20 Tahun Referendum, Sejarah Lepasnya Timor Timur dari Indonesia

Hari ini 20 tahun yang lalu, tepatnya pada 30 Agustus 1999, Perserikatan Bangsa Bangsa ( PBB) menggelar referendum di Timor Timur.

Editor: Bebet I Hidayat
POS-KUPANG.COM/TENI JENAHAS
Panglima TNI dan panglima tertinggi Timor Leste di pintu perbatasan Motaain, Jumat (30/8/2019) bertepatan dengan 20 tahun referendum Timor Timur. 

Sejak mengungsi dari Timor Leste, kampung halamannya, Muhajir Hornai Bello (42) tak pernah beranjak dari pengungsian di desa itu. Ia berharap cintanya kepada Indonesia berbalas dengan status kepemilikan tanah yang jelas.

Muhajir dan keluarganya tinggal di rumah darurat beratapkan seng di Noelbaki. Di desa itu, ia tinggal bersama 3000 orang lainnya yang sama-sama mengungsi dari Timor Leste pasca referendum 1999.

"Saya dulu di Timor Leste di Kabupaten Viqueque."

"Saya pindah sama keluarga, mengungsi ke negara Indonesia. Termasuk bapak, mama, istri, anak semuanya ikut," ujar mantan petani ini mengawali perbincangan dengan ABC.

Bapak empat anak ini masih ingat betul bagaimana ia tiba pertama kali di Noelbaki.

"(Saya) sedih karena kita pisah dengan keluarga, artinya kurang lebih ya 3-4 bulan itu kami masih sedih."

"Setahun pertama kami datang ke sini itu kegiatan tidak ada, karena dipikirnya itu akan kembali ke Timor-Timur (Timor Leste) lagi, makanya tidak ada aktivitas hanya tunggu saja bantuan kemanusiaan."
Muhajir benar-benar tak mencari mata pencaharian atau melakukan aktivitas selayaknya orang yang memulai hidup baru.

"Tidak ada aktivitas seperti buat kebun, tanam sayur atau apa karena tadinya pengen mau pulang," kisahnya.

Ia lalu lanjut bercerita.

Dengan menumpang kapal TNI (Tentara Nasional Indonesia), ia dan keluarga datang ke Kupang bergabung bersama para pengungsi lain dari sejumlah kabupaten.

"Kira-kira seribu lebih orang ada di kapal itu."

"Itu semua orang dari beberapa kabupaten yang pro-integrasi mereka mengungsi bersama, ada 3 kapal perang TNI (yang digunakan mengungsi) seingat saya."

Bekas kamp pengungsian yang kini dibangun rumah seadanya dan dihuni oleh masyarakat eks Timor Leste.
Bekas kamp pengungsian yang kini dibangun rumah seadanya dan dihuni oleh masyarakat eks Timor Leste. (Supplied via ABC News Indonesia)

Di Noelbaki, Muhajir tergolong beruntung. Di rumah sederhana itu ia hanya tinggal dengan keluarganya. Sementara pengungsi lain terpaksa berbagi rumah dengan satu atau bahkan 6 keluarga lain.

Padahal ukuran rumah darurat itu tak luas.

"Satu rumah ada yang ukuran 4x4, 4x6, tapi semuanya kami usaha sendiri."

Halaman
1234
Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved