Ini Komentar Kepala Ombudsman RI Perwakilan NTT Terkait Uang Komite
Ini komentar Kepala Ombudsman RI Perwakilan NTT terkait pembayaran uang komite
Penulis: Gecio Viana | Editor: Kanis Jehola
Ini komentar Kepala Ombudsman RI Perwakilan NTT terkait pembayaran uang komite
POS-KUPANG.COM | KUPANG - Dana Komite sekolah atau sumbangan pihak ketiga menjadi perhatian khusus Ombudsman RI Perwakilan NTT
Kepala Ombudsman RI Perwakilan NTT, Darius Beda Daton, SH ditemui di ruang kerjanya pada Selasa (27/8/2019) siang menyebutkan pihaknya konsen terhadap uang komite sekolah karena sering mendapatkan laporan dari para guru baik SMA/SMK.
• BPTP Balitbangtan NTT Turun Gunung Temui Petani Persawahan di Noelbaki
Laporan tersebut terkait tidak transparannya penggunaan dana komite sekolah dan dana lainnya..
"Jadi guru-guru dari SMA dan SMK datang lalu mengatakan di sekolahnya tidak ada transparansi penggunaan anggaran di sekolah baik dana bos dan komite," paparnya.
Diakuinya, karena dana komite yang tidak diaudit, maka sangat berpotensi untuk diselewengkan.
"Misalnya bendahara dan kepala sekolah atau Komite bisa menyalahgunakan tidak sesuai RABS, karena tidak diaudit. Sehingga kemungkinan penyalahgunaan tinggi," ujarnya.
• Kepala KP2KP Bajawa Hartono Ajak Warga Ngada Bayar Pajak
Meskipun dana komite bukan dana pemerintah, lanjut Darius, dana komite masuk dalam kategori sumbangan pihak ketiga dan diatur dalam Peraturan Pemerintah 48 Tahun 2016 tentang Pendanaan Pendidikan yang juga wajib di audit oleh akuntan publik, diumumkan secara transparan di media cetak berskala nasional dan dilaporkan kepada menteri apabila jumlahnya lebih besar dari jumlah tertentu yang ditetapkan menteri.
Hal ini termuat jelas dalam pasal 55 ayat 2 Peraturan Pemerintah 48 Tahun 2016 tentang Pendanaan Pendidikan.
Dalam kajian systemik Review di mana tim Ombudsman NTT telah mengunjungi dan mewawancarai sejumlah responden ketua komite, kepala sekolah, dinas pendidikan dan para orangtua di Kota Kupang, Kabupaten Kupang, Sikka, TTS, TTU, Sumba Barat, Lembata dan Flotim, jelas Darius, pihaknya menemukan semua sekolah melakukan pelanggaran terhadap Permendikbud Nomor 75 tahun 2016.
"Semua sekolah menurut saya telah melanggar Permendikbud Permendikbud Nomor 75 tahun 2016 karena Komite ini hanya menerima sumbangan, bukan memungut," jelasnya.
"Sumbangan tidak boleh ditentukan jumlah nominal dan batas waktu pelunasan, kalau pungutan boleh. Pungutan hanya boleh dilakukan sekolah, dan sumbangan dilakukan oleh Komite, yang sekarang terjadi adalah komite melakukan pungutan, bukan sumbangan. Dan ini jelas salah," paparnya.
Kecenderungan yang terjadi, uang komite setiap sekolah selalu merangkak naik setiap tahunnya.
Diakuinya, dana komite harus diaudit karena berpotensi merugikan.
"Potensi kerugian ada karena semua sekolah tidak diaudit. Kalau semua sekolah angkanya bisa triliun. Kalau tambah seluruh SMK. Dana yang tidak diaudit potensi besar kerugiannya," katanya.
Menurutnya, dana komite atau dana dari pihak ketiga dapat diolah dan pengelolaannya bisa melalui mekanisme pengelolaan keuangan daerah.
"Jadi kalau kepsek butuh uang, dia harus mengajukan permohonan dana dan dilakukan verifikasi di Keuangan, lalu kalau bisa dicairkan," ungkapnya.
Dirincikannya, penggunaan dana komite digunakan sekolah untuk pembiayaan honor pegawai kontrak dan guru honorer, pendanaan untuk kegiatan sosial, uang apresiasi bagi guru dan siswa yang berprestasi, pemeliharaan gedung (rehab kecil), pembiayaan honor wali kelas, untuk pengganti transport rapat komite, honor pengurus komite, pembiayaan lomba-lomba dan pendanaan siswa yang sakit di sekolah.
Selain itu, Darius berpendapat, dana Komite harus masuk menjadi pos pendapatan APBD sebagai sumbangan pihak ketiga sehingga keuangan lebih transparan dan dapat diaudit
"Dia (dana komite) harus masuk APBD agar diaudit di kabupaten/kota masing-masing masuk dalam pendapatan daerah dari pihak ketiga. Lalu cair lagi ke sekolah melalui mekanisme pencarian keuangan daerah. Jadi uang ini akan diaudit," paparnya.
Selain itu, opsi lainnya adalah seluruh RABS (Rencana Anggaran Biaya sekolah) diverifikasi oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi NTT.
"Jadi, sekolah yang mengajukan RABS untuk uang Komite tahun ini dia harus mengajukan ke dinas dan ada verifikator di Dikbud Provinsi NTT," ujarnya.
Pihaknya berharap, Dikbud Provinsi NTT juga memiliki verifikator yang handal dan berkompeten untuk melakukan verifikasi dana komite.
Dalam waktu dekat ini, pihaknya akan mengirimkan surat ke Gubernur NTT dengan rekomendasi dan opsi yang ada terkait dana komite. (Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Gecio Viana)