News
Miris, Proyek Perpipaan Mubazir, Warga Tanatuku Sumba Timur Jalan Delapan Kilometer Cari Air Bersih
Proyek perpipaan pembangunan air leding di Desa Tanatuku, Kecamatan Ngaha Ori Angu, Sumba Timur, tidak berfungsi alias mubazir
Penulis: Robert Ropo | Editor: Benny Dasman
Laporan Wartawan Pos Kupang.Com, Robert Ropo
POS KUPANG.COM, WAINGAPU - Proyek perpipaan pembangunan air leding di Desa Tanatuku, Kecamatan Ngaha Ori Angu, Sumba Timur, tidak berfungsi alias mubazir. Setelah proyek dikerjakan air hanya jalan sehari setelah itu macet hingga saat ini.
Warga Desa Tanatuku, Edita Daindo Kaka, ketika ditemui Pos Kupang di Kampung Karunggu, desa detempat, Minggu (25/8/2019), mengakui pembangunan perpipaan untuk air minum bersih di wilayah desa itu sudah dua kali dipasang, namun airnya tidak jalan.
"Air hanya jalan sehari, setelah itu tidak jalan lagi hingga saat ini," kesal Edita.
Edita mengakui warga Desa Tanatuku kini menjerit kesulitan air bersih dan terjadi setiap tahun pada musim kemarau. "Pada musim hujan kami bisa memanfaatkan air hujan maupun di kali-kali kecil yang ada mata airnya," terang Edita.
Gara-gara air tak ada, Edita dan warga lainnya di desa setempat terpaksa harus menempuh perjalanan jauh sekitar 8-9 kilometer mengambil air di mata air Kalela di Desa Matawai Torung.
"Kami ambil air di sana (Kalela), itu mata air satu-satunya. Kita biasa pakai kendaraan roda dua atau mobil umum untuk angkut air. Kalau ada uang, kita beli air tangki dengan harga Rp 150.000/tangki," ungkap Edita.
Warga Tanatuku lainnya, Matius Djuku Rambanggu, mengamini Edita. Pemasangan pipa air di desa itu, diakuinya, dilakukan sekitar lima tahun lalu mengambil air dari sumber mata air di Praipaha. Sejak dibangun, katanya, tak ada air yang jalan.
"Entah apa persoalannya, kami tidak tahu. Ini mungkin proyek kabupaten. Setelah pipa dipasang, air tidak jalan," ungkap Matius.
Matius mengakui masyarakat di desa itu sangat mengharapkan air leding. Sebab warga setempat setiap tahun sangat kesulitan air bersih, terutama musim kemarau.
Matius mengaku, untuk memperoleh air bersih, mereka harus menempuh jarak sekitar delapan kilometer mengambil air di mata air Kalela.
"Karena terlalu jauh, terkadang saya beli air yang dijual warga menggunakan drum. Satu drum saya beli Rp 5.000. Satu bulan saya dengan keluarga bisa habiskan lima drum," urai Matius. *