Renungan Harian Kristen Protestan Senin 26 Agustus 2019, 'Adakah Keberanian Membongkar Topeng?'
Renungan Harian Kristen Protestan Senin 26 Agustus 2019, 'Adakah Keberanian Membongkar Topeng?'
Tetapi justru Yesus menuju Bait Allah dan disana ia membongkar “topeng” (arti kiasan) yang dipakai oleh para imam dan para petugas Bait Allah. Memang Yesus seakan-akan ketika memasuki Yerusalem dielu-elukan (Matius 21:1-17) dan disambut dengan mereka seperti pesta Karnaval Venesia.
Jika Karnaval Venesia memakai topeng adalah ciri khasnya, maka maksud Yesus ke Bait Allah Yerusalem justru untuk membongkar “topeng kebusukan” yang dipakai oleh orang Farisi, ahli Taurat dan oknum-oknum imam yang telah lalai dalam menjalankan tugasnya dan bahkan dengan tega menyalahgunakan wewenang dan kuasa yang ada pada mereka.
Betapa tidak Yesus mengobrak abrik meja bangku yang ada di pelataran Bait Allah yang dipakai sebagai alat perdagangan. Dengan marah dan penuh ketegasan serta kewibawaan Yesus berkata” rumah ku adalah rumah doa dan bukan sarang penyamun (Matius 21:12-13 “Lalu Yesus masuk ke Bait Allah dan mengusir semua orang yang berjual beli di halaman Bait Allah.
Ia membalikkan meja-meja penukar uang dan bangku-bangku pedagang merpati 13 dan berkata kepada mereka: "Ada tertulis: Rumah-Ku akan disebut rumah doa. Tetapi kamu menjadikannya sarang penyamun”).
Bagi beberapa penafsir ada hal yang unik dan menarik ketika Yesus memasuki Yerusalem. Meskipun Yesus datang ke Yerusalem disambut dengan meriah bak seorang Raja, tetapi Ia tidak menuju ke istana Raja, melainkan langsung ke Bait Allah.
Ini mengindikasikan bahwa misi Kerajaan Yesus lebih bersifat rohani dari pada duniawi. Yesus tidak menuju istana untuk merasakan kemewaan dan kebesaran seperti seorang raja yang di istana, tetapi yang Ia tujui adalah Bait Allah untuk melayani dan memberitakan Kerajaan Allah.
Yang Yesus cari bukan kekuasaan duniawi dengan segala macam intriknya, tetapi Rumah Tuhan tempat orang berdoa pada Tuhan.
Dengan kata lain arah tujuan Yesus bukan pada pusat kekuasaan manusia (kekuasaan pemerintah-para raja, pusat kekuasaan budaya, pusat kekuasaan sosial ekonomi dan budaya, tetapi pusat kekuasaan yang jauh lebih besar yaitu kuasa Tuhan Allah yang maha tinggi.
Tujuan Yesus ke Bait Allah sudah bulat untuk “membongkar topeng” para oknum yang telah mengubah suasana hikmat Bait Allah yang tenang dan teduh tempat berdoa, tetapi penuh dengan hiruk-pikuk orang berdagang.
Yesus tidak mendapati suasana yang tenang dan khusuk, dimana orang berdoa dan mendekatkan diri kepada Tuhan dengan ketulusan dan sikap penyembahan, karena Bait Allah telah menjadi tempat dagang.
Fungsi Bait Allah telah diselewengkan. Pelataran Bait Allah yang biasanya tempat orang non Yahudi dan orang Kafir dapat berdiri dan turut berdoa pada Tuhan, sudah diselewengkan.
Penyelewengan yang dilakukan adalah bahwa tempat itu telah menjadi tempat jual beli dan tempat tukar menukar menukar uang (lihat R.E. Nixon, Matthew, dalam New Bible Commentary, Third Edition, Guthrie, dkk, Inter Varsity Press, Leicester-England, 1970, hlm., 842).
Sebetulnya Yesus tidak marah, jika proses transaksi atau jual beli dan tukar menukar uang di Bait Allah masih dalam batas-batas kewajaran, artinya bahwa hal itu dilakukan dengan tujuan rohani.
Yesus juga sebetulnya tidak akan marah jika praktek yang demikian masih dalam relnya atau masih dalam batas-batas yang disebut dengan “in ordine ad spiritualia” (sesuatu yang dilakukan dengan tujuan rohani dan mulia).
Menurut Matthew Henry Concise Commentary (MHCC) praktek jual-beli hewan korban supaya mendapatkan uang, bertujuan rohani dan mulia agar memudahkan orang. Karena lebih mudah seseorang membawa uang daripada menyeret-nyeret binatang ke Bait Allah.