Gerindra Tolak Masuk dalam Pemerintahan, Takut Buat Korupsi, Di Luar Bisa Keritik
Meski demikian, elit Gerindra member sinyalemen bahwa partai yang dimpimpin Prabowo Subianto tersebut tetap berada di luar cabinet.
Gerindra Tolak Masuk dalam Pemerintahan, Takut Buat Korupsi, Bisa Keritik Dari Luar
POS KUPANG.COM, JAKARTA – Desus-sesus masuknya Partai Gerindra dalam Pemerintahan Jokowi-Maruf masih belum ada kepastian.
Bahkan belakangan beredar kabar bahwa Fadli Zon bakal diangkat menjadi menter di Kabinet Jokowi.
Meski demikian, elit Gerindra member sinyalemen bahwa partai yang dimpimpin Prabowo Subianto tersebut tetap berada di luar cabinet.
Ketua DPP Partai Gerindra ahmad riza patria mengatakan, partainya kini sedang mengkaji tiga opsi sikap politik ke depan.
Tiga opsi tersebut adalah berkoalisi di pemerintahan, berkoalisi di parlemen, serta menjadi partai oposisi.
"Koalisi di pemerintahan, koalisi di parlemen, atau oposisi di pemerintahan, di luar untuk pengawasan, itu hal yang mulia," ujar Riza di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (9/8/2019).
Dari ketiga opsi tersebut, peluang semuanya masih sangat terbuka.
Keinginan akar rumput Gerindra pun menurutnya bermacam-macam.
Mulai dari yang mengusulkan berjuang di dalam pemerintah, berjuang di jalur oposisi, atau di tengah-tengah, yakni cukup berkoalisi di parlemen saja.
"Kalau kami di dalam, kami ingin visi misi program Pak Prabowo-Sandi, Adil-Makmur bisa diimplementasikan untuk kepentingan bangsa."
"Kalau kami di luar, kami mau koreksi pemerintah agar ke depan lebih baik," katanya.
Menurut Riza, yang harus menjadi fokus bukanlah berada di dalam pemerintahan atau oposisi.
Melainkan, kontribusi apa yang bisa diberikan untuk bangsa dan negara.
"Kalau kami di dalam (pemerintahan) cuma masuk dan duduk tapi enggak berkontribusi, apalagi malah korupsi, itu engga baik untuk rakyat."
"Lebih baik di luar berikan kritik dan konstruktif. Sebaliknya, di luar (pemerintahan) tapi cuma bisa teriak-teriak dan enggak bisa berikan masukan konstruktif kan enggak baik juga," tuturnya.
Riza mengatakan, kemungkinan ketiga opsi tersebut akan diputuskan pada September mendatang.
Prabowo Subianto yang diberi kewenangan memutuskan sikap politik, akan mendiskusikannya dengan pengurus serta kader Partai Gerindra.
"Sampai saat ini kita belum bicara soal koalisi atau oposisi."
"Kami di internal juga belum mendiskusikan hal itu. Mungkin di Bulan September, kami ada event nasional untuk mendiskusikanya," paparnya.
Menurutnya, dalam event nasional yang masih dimatangkan konsepnya tersebut, ada tiga agenda yang akan digelar Partai Gerindra.
Pertama, evaluasi Pemilu Presiden dan Pemilu Legislatif 2019, persiapan Pilkada 2020, serta menentukan sikap politik Partai Gerindra ke depan.
Sebelumnya Wartakotalive memberitakan, setelah Jokowi-Maruf Amin ditetapkan sebagai presiden dan wakil presiden terpilih, beberapa partai politik yang sebelumnya berada di kubu oposisi, mulai bermanuver merapat ke kubu pemerintahan.
Sebut saja PAN, Partai Gerindra, dan Partai Demokrat yang sudah tebar pesona kepada Jokowi-Maruf Amin.
Menanggapi hal itu, akademisi Rocky Gerung menyebut dewasa ini, para elite politik di Indonesia sebagian besar masih merasa kedudukan oposisi di bawah derajat kubu pemerintahan.
Padahal, menurutnya, di luar negeri kedudukan oposisi setara Perdana Menteri.
"Itu masalahnya, karena orang merasa beroposisi itu nomor dua," ujarnya, seusai diskusi bertajuk 'Oposisi Tugas Suci Amanat Rakyat 2019', di Padepokan Pencak Silat, Jakarta Timur, Jumat (2/8/2019).
"Padahal, oposisi itu setara dengan perdana menteri kalau di luar negeri," sambung Rocky Gerung.
Berkenaan dengan itu, Rocky Gerung mengatakan, selama satu minggu ke belakang, banyak elite politik berlomba menerjemahkan apa fungsi oposisi.
Kedudukan oposisi dalam membangun negeri, ia nilai masih menjadi momok yang ditakuti kalangan elite.
Bahkan, masih ada yang beranggapan kedudukan oposisi adalah pecundang pencari masalah.
"Padahal itu hal yang normal dalam demokrasi."
"Jadi seolah-olah orang takut untuk beroposisi, karena dianggap sebagai pecundang, dianggap sebagai orang kalah yang nyari gara-gara," ulasnya.
Rocky Gerung berpandangan, demokrasi tidak memerlukan persatuan.
Yang diperlukan ialah bagaimana negara bersistem demokrasi, mengolah kemampuan dari perbedaan-perbedaan tersebut.
"Saya terangkan, bahwa demokrasi itu tidak memerlukan persatuan."
"Demokrasi memerlukan kemampuan mengolah perbedaan," ucapnya.
Sebelumnya, Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah angkat bicara mengenai peta koalisi pasca-Pilpres 2019.
Menurut Fahri Hamzah, masih adanya tarik ulur partai pendukung Prabowo-Sandi masuk ke dalam pemerintahan, disebabkan tidak memiliki konsep yang jelas mengenai oposisi dan koalisi.
"Tarik ulur itu karena enggak punya konsep," kata Fahri Hamzah di Kompleks Parlemen, senayan, Jakarta, Jumat (5/7/2019).
"Jadi semuanya, bagi yang di luar maupun yang di dalam, itu enggak punya konsep tentang apa itu oposisi dan apa itu koalisi dalam sistem presidensialisme."
"Enggak ada yang ngerti tentang ini, makanya bingung," sambungnya.
Menurut Fahri Hamzah, dalam negara dengan sistem presidensial, maka otomatis parlemen merupakan oposisi.
Presiden dipilih secara langsung sebagai eksekutif yang menjalankan roda pemerintah, dan anggota DPR juga dipilih langsung sebagai legislatif yang memiliki tugas pengawasan.
"Maka di dalam presidensialisme itu tidak ada oposisi. Tetapi dalam presidensialisme itu, otomatis legislatif itu menjadi oposisi, gitu loh."
"Nah, ini poin-poin menurut saya mereka itu enggak paham," ucapnya.
Menurutnya juga, tarik ulur yang terjadi bukan hanya karena tidak jelasnya konsep, melainkan juga karena ketidakpahaman terhadap konsep koalisi dan oposisi.
Contohnya, menurut Fahri Hamzah, bila ada partai yang sebelumnya berada di luar koalisi pemerintah, kemudian bergabung dan mendapatkan jatah satu kursi menteri.
Lalu, hanya karena jatah satu menteri tersebut, fraksi partainya di DPR tidak bisa mengkritik.
"(Padahal) akad dia dengan rakyat itu oposisi. Jadi dalam pemerintahan presidensil, oposisi diciptakan oleh rakyat melalui pemilihan legislatif," terangnya.
Sebelumnya, pengamat politik Tony Rosyid memprediksi Partai Amanat Nasional (PAN) dan Partai Demokrat akan merapat ke koalisi partai pendukung Jokowi-Maruf Amin.
Apalagi, Koalisi Indonesia Adil dan Makmur sudah resmi bubar.
Hal itu ia katakan saat menjadi narasumber dalam diskusi bertajuk 'Setelah Putusan Mahkamah...', di Gado-Gado Boplo Cikini, Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (29/6/2019).
"Yang saya lihat kalau berdasarkan kajian dan analisis saya, Demokrat jelas 100 persen ke sana (pemerintah), PAN 100 persen, tinggal gimana Pak Amien Rais yang sedikit mengganggu," ujarnya.
Partai Gerindra, kata Toni, masih melihat dinamika yang berkembang, terutama di internal partai.
Ia menyebut Partai Gerindra tengah galau apakah akan gabung ke pemerintah atau menjadi oposisi kembali.
"Kalau saya suka dengan bahasa apa adanya, (Gerindra) lagi bingung, lagi galau," katanya.
"Intinya yang ada di Gerindra saat ini, belum selesai secara internal," imbuhnya.
Sebelumnya, Prabowo Subianto mengumpulkan partai koalisi Adil dan Makmur di kediamannya, Jalan Kertanegara Nomor 4, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Jumat (28/6/2019).
Prabowo Subianto menggelar pertemuan sejak pukul 14.30 Wib hingga menjelang magrib.
Pertemuan digelar di ruang tengah rumah dengan meja melingkar.
Prabowo Subianto diapit oleh Ketua Majelis Syuro PKS Salim Segaf Aljufri dan Ketua Badan Pemenangan Nasional Prabowo-Sandi Djoko Santoso.
Sedangkan di meja sebelah kiri Prabowo Subianto, duduk para sekjen partai koalisi, yakni Sekjen Partai Gerindra Ahmad Muzani dan Sekjen Partai Demokrat Hinca Pandjaitan.
Lalu ada Sekjen PAN Eddy Soeparno, Sekjen Partai Berkarya Priyo Budi Santoso, Sekjen PKS Mustafa Kamal, dan lainnya.
Sedangkan di meja sebelah kanan tampak Dewan Pembina Partai Berkarya Siti Hediati Hariyadi atau yang karib disapa Titiek Soeharto, dan Wakil Ketua Dewan Syuro PKS Hidayat Nur Wahid.
Ada juga Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon.
Sementara, di meja yang menghadap Prabowo Subianto tampak Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Sugiono, dan juru bicara Prabowo-Sandi Dahnil Anzar Simanjuntak, serta lainnya.
Sandiaga Uno tidak hadir karena sedang berada di luar kota.
Sekjen Gerindra Ahmad Muzani mengatakan, pertemuan digelar atas undangan Prabowo Subianto.
Dalam pertemuan tersebut, Prabowo Subianto menyampaikan ucapan terima kasih kepada parpol pengusung dan pendukungnya.
"Pak Prabowo merasa bahwa pemilihan presiden yang berlangsung bisa menjadi besar suaranya, karena dukungan dari berbagai macam elemen-elemen masyarakat."
"Dan tentu saja partai koalisi, dan beliau mengucapkan terima kasih yang berulang-ulang ke partai koalisi," ungkap Ahmad Muzani di Media Center Prabowo-Sandi, Jalan Sriwijaya, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
Dalam kesempatan tersebut, Prabowo Subianto, kata Ahmad Muzani, juga mendengar pandangan dari parpol koalisi mengenai kerja sama partai yang telah dijalin selama pilpres berlangsung.
Prabowo Subianto juga menyampaikan permintaan maaf karena dukungan dari parpol dan relawan yang begitu besar, tidak membuahkan hasil setelah keluarnya putusan MK.
"Beliau merasa bertanggung jawab pada perolehan itu, beliau merasa bertanggung jawab pada persoalan-soalan ini."
• Selalu Tampil di ILC, Ternyata Rocky Gerung Punya Adik Kandung Professor, Lebih Jago dari Kakaknya?
• Marion Jola Satu Panggung dengan BCL, Ini Sikap Istri Ashraf Sinclair yang Jadi Sorotan!
• Netizen Jodohkan Gading Marten & Nadine Kaiser Jadian, Menteri Susi Beberkan Kriteria Calon Menantu
"Menyampaikan permohonan maaf kepada seluruh partai koalisi, kepada para pendukung."
"Kepada seluruh elemen masyarakat yang memberikan dukungan amat besar di setiap kampanye, di setiap lorong kekuatan, dan inilah modal yang akan terus kita angkat," paparnya.
Menurutnya, Prabowo Subianto menyadari bahwa perjuangan di Pilpres 2019 sudah selesai.
Perjuangan untuk membela kepentingan rakyat bisa dilakukan melalui forum lainnya.
Oleh karena itu, dalam pertemuan tersebut, Prabowo Subianto mengatakan bahwa kerja sama koalisi Adil dan Makmur sudah berakhir. Begitu juga dengan Badan Pemenangan Nasional (BPN).
"Sebagai koalisi yang mengusung pasangan calon presiden dan calon wakil presiden di dalam pemilu17 April lalu, tugas koalisi adil dan makmur dinggap selesai."
"Oleh karena itu, sejak hari ini beliau menyampaikan terima kasih, dan koalisi Adil dan Makmur selesai. begitu juga dengan BPN, selesai," jelasnya.
Meskipun demikian, Prabowo Subianto, menurut Ahmad Muzani, menyatakan komunikasi yang telah dijalin tidak begitu saja berakhir.
Komunikasi tetap dilakukan melalui sebuah format atau kaukus antar-partai Koalisi Adil dan Makmur.
Artikel ini telah tayang di Wartakotalive dengan judul Gerindra: Daripada di Dalam Pemerintahan Malah Korupsi, Lebih Baik di Luar Kasih Kritik Konstruktif, https://wartakota.tribunnews.com/2019/08/10/gerndra-daripada-di-dalam-pemerintahan-malah-korupsi-lebih-baik-di-luar-kasih-kritik-konstruktif?page=all.
Editor: Yaspen Martinus