Depresi, Mantan Pedagang Asongan Bumbu Daging Kurban Raih Omzet Puluhan Juta, Simak Kisahnya
Nyaris depresi, mantan pedagang asongan bumbu daging kurban raih omzet puluhan juta, simak kisahnya
Bisnis Tutik terus tumbuh dan bertahan hingga kini. Ia membangun jualan bumbu bersama sang suami Simron Guswanto, 42. Dapur kecilnya mampu mempekerjakan 4 karyawan.
Ketiga anaknya kadang ikut membantu di saat waktu luang. Mantan pedagang asongan kereta yang nyaris depresi Tidak ada yang instan.
Tutik bersama Simron, suaminya, melewati perjalanan jatuh bangun usaha sebelum terjun ke dunia bumbu masakan.
Sebelum itu, keduanya hanyalah penjual ayam bakar di Yogyakarta. Warung mereka bangkrut karena jadi korban investasi bodong.
Makan pernah satu kali sehari, hingga menahan diri dari lapar dan sakit. Dalam kejatuhannya, keduanya mengadu nasib ke Jakarta di 2004.
Simron dan Tutik malah mencoba peruntungan dengan menjadi pedagang asongan yang menawarkan panganan kemasan dari stasiun ke stasiun, dari Stasiun kereta Kranji di Bekasi hingga Pasar Senin di Jakarta Pusat.
"Bawa nasi gudeg ngasong. Waktu itu sudah punya 2 anak, tapi tinggal sama neneknya di Wates," kata Tutik mengenang masa itu.
Nasib berkata lain. Belum lama mengasong, mereka harus kejar-kejaran dengan petugas trantib setempat. Dagangan mereka habis disita. Keduanya nyaris depresi hingga akhirnya memutuskan kembali ke Wates dengan tekad akan mengubah nasib.
"Kami sampai berdiri berdua di ujung jembatan layang. Mobil terlihat kecil di bawah kami. Saya bilang dunia ku bukan di sini. Ayo bali (ayo pulang) ning Wates. Kita bisa hidup layak. Kita harus hidup layak," katanya.
Keduanya bertekad membangun bisnis bisa di mana saja. "Saya ini sebenarnya bisa bikin kue kering dan kue basah. Kenapa harus seperti ini (jadi pengasong). Ayo pulang. Pulang," katanya.
"Dari sakit hati, saya harus bangkit..." Kegiatan memasak daging berlangsung seiring pembagian daging kurban yang berlangsung massal pada musim Lebaran Haji di Hari Raya Idul Adha seperti sekarang ini.
Sesampai di Wates, keduanya menekuni kembali bisnis kuliner. Kali ini, ia produksi bumbu masakan. Bersamaan dengan itu, ia juga menjual sayur matang yang disebar di berbagai pedagang kaki lima di Wates. Ia juga sering dapat proyek catering sayuran.
"Kuncinya kemauan dan kreatif. Peluang sebenarnya banyak sekali. Dari semula sakit hati, saya harus bangkit. Orang kalau ingin sukses itu harus berjuang, melampauinya dengan tidak putus asa," katanya.
Kini, usaha bumbu rumahannya cukup besar. Ia memiliki 4 karyawan, baik ikut memasak, membungkus, hingga ikut mengantar jualan.
Dulu, ketika musim pesanan sangat tinggi, ia harus membawa 7 orang untuk ikut bekerja. Karena usaha ini pula, ketiga anaknya bisa terus sekolah.