Sinyal Kuat, Pimpinan DPRD NTT Dari Partai Golkar Diwakili Perempuan, Baca Gagasannya Tentang Gender

dukungan kepada srikandi Partai Golkar NTT sebagai Pimpinan DPRD NTT baik itu Akbar Tanjung, Aburizal Bakri dan Agung Laksono.

Penulis: Thomas Mbenu Nulangi | Editor: Rosalina Woso
zoom-inlihat foto Sinyal Kuat, Pimpinan DPRD NTT Dari Partai Golkar Diwakili Perempuan, Baca Gagasannya Tentang Gender
POS KUPANG/ISTIMEWA
Wakil Sekjen DPP Partai Golkar Bidang Pemenangan Pemilu Indonesia Timur, Herman Hayong.

Masuk AMPI (Angkatan Muda Pembaharuan Indonesia), di HWK (Himpunan Wanita Karya), KNPI (Komite Nasional Pemuda Indonesia). T

ahun 1999 masuk menjadi pengurus Partai Golkar. Aktif di organisasi ini membuat saya mengenal banyak hal, termasuk politik. Saya juga aktif dalam kegiatan sosial kemasyarakatan. Karena itu ketika ada tawaran saya coba dulu sesuatu yang baru. Saya sudah sepuluh tahun jadi akademisi, karena itu memulai sesuatu yang baru, dunia baru.

Ternyata di politik, tidak saja berpikir tentang pendidikan tapi tentang semua hal. Saya berpikir harus berada dalam sistim agar bisa membantu pemerintah dan masyarakat yang lebih luas.

Bukan karena penghasilan seorang dosen swasta saat itu masih minim? 

Dunia kampus menarik buat saya. Sudah sangat saya suka. Penghasilan bukan jadi alasan karena menjadi dosen adalah cita- cita saya.

Pertimbangan paling utama waktu itu ketika mereka hubungi saya, mereka bilang tidak ada kader perempuan yang mau direkomendasikan untuk duduk di DPRD. Semua kader perempuan waktu itu ada di lembaga eksekutif, menjadi pegawai negeri sipil. Sehingga tawaran itu saya terima.

Pandangan Anda tentang politik?

 Kalau kita omong soal politik, sesuatu yang berkaitan dengan kekuasan, pengambilan keputusan, dalam pengertian yang formal. Karena itu, bagi saya politik itu adalah suatu seni untuk mengelola kekuasaan dan bagaimana mengelola strategi mengambil keputusan yang berdampak pada orang banyak. Ini yang membuat saya berpikir lebih luas lagi dan bisa menjangkau orang lebih banyak lagi.

Bagaimana pergunakan potensi yang saya punya, tidak saja berpikir tentang dunia pendidikan tapi dalam berbagai aspek merambah ke situ.

Selama ini praktek politik yang dimainkan pelaku-pelaku politik, baik dalam parpol maupun struktural birokrasi memberi kesan kepada publik bahwa politik itu sesuatu yang kotor, saling sikut menyikut, penuh intrik dan orang bisa menghalalkan segala cara untuk mengambil keputusan, orang bisa menghalalkan cara untuk mencapai kekuasaan.

Kondisi itu Anda rasakan? 

Saat pertama itu penuh dengan keterkejutan. Saya orang akademisi, apa yang ada dalam benak saya adalah sebuah idealisme yang lurus.

Ketika ada di dalam itu ternyata apa yang saya pikirkan sendiri belum tentu bisa diterima orang lain. Saya berupaya mengkolaborasi pikiran saya dengan pikiran orang lain. Saya menyadari bahwa tidak ada orang yang sekolah khusus menjadi anggota DPRD. Saya dulu ngajar di Fakultas Hukum, tentu saya lebih banyak tahu tentang hukum.

Persoalan kemasyarakatan hanya sedikit saya tahu, itu pun ketika berada dalam organisasi kemasyarakatan. Saya dituntut mengetahui banyak hal, misalnya belajar tentang menyusun pemandangan umum. Belajar membaca anggaran.

Tahun pertama di DPRD saya pake belajar untuk memperdalam keterampilan- keterampilan yang dibutuhkan dalam lembaga. Saya tidak mau berada dalam lembaga hanya untuk dipakai pada saat voting dan minta baca pemandangan. Saya ingin memperjuangan misi perempuan.

Halaman
1234
Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved