Kekeringan, Ribuan Warga dari 15 Desa di Sumba Timur Kesulitan Air Bersih
Alami Kekeringan, ribuan warga dari 15 desa di Sumba Timur Kesulitan Air Bersih
Penulis: Robert Ropo | Editor: Kanis Jehola
"Untung airnya tidak terasah asin, jadi kami sekitar puluhan KK di RT ini hanya manfaatkan ini untuk minum, mandi dan cuci. Kalau bagi warga yang ada uang pakai beli dari mobil tangki air, kami disini susah air bersih,"ungkap Wanyi.
Warga lainya, Dominggus Welem (25) juga menyampaikan hal yang sama.
"Kami mau mandi, cuci, minum dari air sumur ini saja, air sumur cukup dalam sampai 30 meter lebih. memang sumur bor pernah dibangun tapi tidak berfungsi, harapan kami bangun sumur bor lagi,"ungkap Welem.
Warga Pambotanjara Ardiles Kapuru Kolambani ketika ditemui POS-KUPANG. COM di kampung Wairinding, desa setempat, Selasa (19/7/2019) lalu, mengaku ia bersama keluarganya sangat hemat dalam menggunakan air bersih.
Karena hemat, dalam sebulan Ardiles bersama keluarganya hanya menghabiskan sekitar 3 drum aspal atau sekitar 300 liter air saja.
"Saya dengan keluarga saya, kami pakai air hemat sekali. Dalam satu bulan kami hanya habiskan sekitar 3 drum aspal saja,"ungkap Ardiles.
Ketika ditanya kenapa hemat dalam pemakaian air itu, kata Ardiles mereka sangat menderita air bersih, dan tidak pernah alpa pada setiap musim memasuki musim kemarau.
Untuk mendapatkan air bersih, kata dia rata-rata harus mengeluarkan rupiah, sebab kondisi mata air kali Kalela jaraknya sangat jauh hingga mencapai 15 kilometer. Sementara untuk mata air di sekitar wilayah Desa tersebut juga sudah kering, bahakan dua danau yang menjadi andalan warga untuk mandi dan cuci juga sudah mulai mengering.
"Kondisi jalan yang jauh ini, tentu kami tidak bisa tempuh dengan berjalan kaki pergi pulang 30 kilometer setiap hari, kami harus dengan sewa ojek atau numpang di kendaraan umum. Memang kami dibantu oleh mobil tangki air milik desa dan itu juga tidak gratis, kami harus beli dengan 500 ribu perdrum, maka karena kondisi ekonomi kami terbatas, sehingga kami harus hemat menggunakan air,"urai Ardiles.
Warga setempat lainya, Ndawa Ndula juga menyampaikan keluhan yang sama.
Ndawa mengharapkan, agar bagaimana usaha pemerintah untuk bagaimana caranya bisa membangun air lading hingga ke wilayah desa mereka.
"Kasihan kami ini, setiap tahun selalu menderita. Dapat air bersih harus pakai beli, sementara ekonomi pas-pasan mau hasil apa disini,"tutup Ndawa.
Yuliana Bangkahe (45) seorang warga desa Prahambuli di Kecamatan Nggoa, kepada POS-KUPANG. COM, Jumat (19/7/2019) pekan lalu juga mengatakan, mereka warga desa Praihambuli khususnya Kampung Haurani sangat kesulitan air bersih.
Kata dia, bagi yang memiliki uang bisa membeli air di mobil tangki air, namun bagi ia dan keluarganya yang tak memiliki uang terpaksa harus menempuh perjalanan jauh dengan berjalan kaki untuk memperoleh air bersih.
"Saya dan keluarga pakai jalan kaki saja sejauh 8 kilometer untuk dapat air bersih di mata air Kambohepang. Mau beli uang tidak ada, kalau ada warga disini yang punya uang dia beli di mobil tangki atau pun membeli per drom air, kalau saya pikir uang sedikit biar beli beras dan kebutuhan lain untuk anak sekolah, biar air kami pergi ambil jauh,"kisah Yuliana.