TPDI NTT Sentil Proyek Pembangunan Bendungan Napun Gete di Sikka NTT, Apa Ada yang Tak Beres?
TPDI NTT Sentil Proyek Pembangunan Bendungan Napun Gete di Sikka NTT, Apa Ada yang Tak Beres?
Penulis: OMDSMY Novemy Leo | Editor: OMDSMY Novemy Leo
Menurut Dado, sebagai proyek strategis nasional maka Paket Pekerjaan Pembangunan Bendungan Napun Gete yang terletak diantara Desa Ilin Medo dan Desa Werang, Kecamatan Waiblama, Kabupaten Sikka senilai Rp. 849.939.499.000,- yang dikerjakan oleh PT. Nindya Karya (Persero) selaku Kontraktor Utama
dan PT. Bumi Indah selaku Sub-Kontraktor itu bisa jadi berada dalam pengawalan, pengamanan dan pendampingan oleh TP4 Kejaksaan Agung.
• VIDEO: Koordinator TPDI NTT Ungkap Dugaan Korupsi Pada 3 Mega Proyek di NTT, Seperti Apa?
Keberadaan TP4 Kejaksaan Agung dalam mengawal dan mengamankan Paket Pekerjaan Pembangunan Bendungan Napun Gete diharapkan bisa memberikan penerangan hukum secara maksimal kepada pejabat penanggung jawab proyek serta pihak Kontraktor Utama PT. Nindya Karya (Persero) dan Sub-Kontraktor PT. Bumi Indah agar dalam pelaksanaan pekerjaan proyek itu mematuhi tata aturan yang berlaku tentang kegiatan usaha pertambangan Galian C, perizinannya serta sanksi dan larangannya.
* TPDI NTT Punya Data
Berdasarkan data-data yang kami miliki menyebutkan, PT. Bumi Indah selaku Sub-Kontraktor Paket Pekerjaan Pembangunan Bendungan Napun Gete telah mendapatkan mandat dari PT. Nindya Karya (Persero) untuk mengerjakan sebagian pekerjaan antara lain yaitu Pekerjaan Galian Tanah, Pekerjaan Galian Batu, Pekerjaan Timbunan Inti, Pekerjaan Timbunan Pasir, Pekerjaan Timbunan Sirtu dan Pekerjaan Timbunan Batu.
Pekerjaan-pekerjaan yang membutuhkan material pasir dan batuan (Galian C) itu tentunya harus merupakan hasil pertambangan Galian C yang wajib memiliki legalitas Izin Usaha Pertambangan (IUP) ataupun Izin Pertambangan Rakyat (IPR).
"Namun pada kenyataannya PT. Bumi Indah diduga kuat bukan hanya sekedar menerima atau mendapatkan material Galian C dari hasil suplai para penambang, tetapi PT. Bumi Indah juga terindikasi langsung melakukan kegiatan penambangan menggunakan alat-alat berat miliknya di wilayah Kecamatan Waigete sebelum diangkut ke lokasi proyek, padahal kita semua sudah sama-sama mengetahui bahwa PT. Bumi Indah tidak memiliki legalitas berupa Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) dan Izin Usaha Pertambangan (IUP) sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara," ungkap Dado.
• Wanita Pura-Pura Orgasme di Ranjang, Ini Alasannya, Pria Mesti Tahu Hal Ini Loh
• Waspada! Pura-Pura Orgasme Saat Berhubungan Intim, Bisa Berbahaya Loh, Benarkah?
Bahkan kalaupun PT. Nindya Karya (Persero) menyatakan bahwa PT. Bumi Indah hanya sekedar menerima material Galian C hasil suplai dari para penambang dan lalu mengangkut material Galian C dari Kecamatan Waigete ke lokasi Proyek Pembangunan Bendungan Napun Gete maka tetap saja kegiatan berupa pengangkutan material Galian C tersebut sudah termasuk dalam nomenklatur Usaha Pertambangan sesuai ketentuan Pasal 1 angka 6 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara yang menegaskan bahwa Usaha Pertambangan adalah kegiatan dalam rangka pengusahaan mineral atau batubara yang meliputi
tahapan kegiatan penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta
pascatambang.
Dengan melakukan kegiatan-kegiatan yang termasuk dalam Usaha Pertambangan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara
maka PT. Bumi Indah selaku Sub-Kontraktor Paket Pekerjaan Pembangunan Bendungan Napun Gete tentu wajib hukumnya untuk memiliki legalitas Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) dan Izin Usaha Pertambangan (IUP).
"Oleh karena itu untuk mencegah terjadinya penyimpangan yang berpotensi menimbulkan kerugian bagi keuangan Negara maka TP4 Kejaksaan Agung seharusnya sedari awal bisa meminta pejabat penanggung jawab Proyek Pembangunan Bendungan Napun Gete agar menghentikan ikatan kerja sama antara PT. Nindya Karya (Persero) dengan pihak-pihak yang telah melakukan usaha pertambangan Galian C tanpa dilengkapi oleh legalitas Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) dan Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang sah," kata Dado.
Dado menilai, usaha Pertambangan Galian C yang tidak memiliki legalitas yang sah sudah barang tentu berdampak pada tidak adanya pemasukan bagi negara dan daerah berupa pajak Galian C sehingga hal itu tentu mengakibatkan negara mengalami kerugian secara finansial. TP4 Kejaksaan Agung juga harus memberikan saran hukum kepada PT. Nindya Karya (Persero).
"Sebab bila perusahaan itu terbukti menampung, memanfaatkan, melakukan pengolahan serta pemurnian material Galian C dari hasil usaha pertambangan oleh pihak-pihak yang diduga bukan pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) atau izin-izin lainnya, maka PT. Nindya Karya (Persero) bisa dipidanakan sesuai ketentuan Pasal 161 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara yang menegaskan bahwa "Setiap orang atau pemegang IUP Operasi Produksi atau IUP Khusus
Operasi Produksi yang menampung, memanfaatkan, melakukan pengolahan dan pemurnian, pengangkutan, penjualan mineral dan batubara yang bukan dari pemegang IUP, IUPK, atau izin," jelas Dado.
• Seperti Apa Kasus Tomy Winata yang Ditangani Pengacara Desrizal Hingga Serang Dua hakim PN Jakarta
• Apa Alasan Dezrisal Menyerang Hakim Pakai Ikat Pinggang, Dijawab Tomy Winata
Hal itu diatur dalam Pasal 37, Pasal 40 ayat (3), Pasal 43 ayat (2), Pasal 48, Pasal 67 aya t (l),
Pasal 74 ayat (I), Pasal 81 ayat (2), Pasal 103 ayat (2), Pasal 104 ayat (3), atau Pasal 105 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling
banyak Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah)".
Selanjutnya dalam Pasal 163 Undang-Undang dimaksud dinyatakan bahwa dalam hal tindak pidana itu dilakukan oleh suatu badan hukum maka selain pidana penjara dan denda terhadap pengurusnya, pidana yang dapat dijatuhkan terhadap badan hukum tersebut berupa pidana denda dengan pemberatan ditambah 1/3 (satu per tiga) kali dari ketentuan maksimum pidana denda yang dijatuhkan.
Badan hukum itu pun dapat dijatuhi pidana tambahan berupa pencabutan izin usaha dan/ atau pencabutan status badan hukum.
Harus dipahami bahwa tugas TP4 ditingkat pusat dan TP4D di daerah-daerah lebih ditujukan pada upaya-upaya pencegahan terhadap terjadinya tindak pidana korupsi ataupun penyimpangan lainnya.
"Sehingga menurut kami semestinya tidak perlu lagi ada perbuatan melawan hukum, penyalahgunaan kewenangan dan/atau perbuatan lainnya yang menimbulkan kerugian keuangan negara dalam proyek-proyek pengadaan barang dan jasa milik pemerintah yang dikawal oleh TP4 Pusat atau TP4D," kata Dado. (POS-KUPANG.COM, Novemy Leo)
Nonton videonya di sini: