2.708 Jiwa Penduduk di Sumba Timur Menderita Kekurangan Air Bersih Akibat Kekeringan
Sebanyak lima belas desa di Sumba Timur mengalami dampak kekeringan akibat kemarau panjang yang melanda wilayah itu.
Penulis: Robert Ropo | Editor: Adiana Ahmad
2.708 Jiwa Penduduk di Sumba Timur Menderita Kekurangan Air Bersih Akibat Kekeringan
POS-KUPANG.COM | WAINGAPU- Sebanyak lima belas desa di Sumba Timur mengalami dampak kekeringan akibat kemarau panjang yang melanda wilayah itu.
Kepala Pelaksana (Kalak) BPBD Kabupaten Sumba Timur Martina D. Jera, ST menyampaikan hal itu ketika dikonfirmasi POS-KUPANG.COM di ruang kerjanya, Selasa (23/7/2019).
Martina menjelaskan berdasarkan data yang dikantongi pihaknya ke lima belas desa itu yakni Kecamatan Haharu Desa Napu sebanyak 4 RW/10 RT jumlah kepala keluarga (KK) 37 dengan jumlah jiwa 183, Desa Wunga 4 RW 14 RT KK 32 dengan jumlah jiwa 160, Desa Mbatapuhu 6 RT 13 RW KK 39 dengan jumlah jiwa 196, Desa Persiapan Matawai Pandangu di 4 RT 8 RW KK 19 jumlah jiwa 97. Kecamatan Ngaha Ori Angu, Desa Tanatuku 9 RW 20 RT KK 42 jumlah jiwa 208, Desa Praihambuli 8 RW 16 RT KK 67 jumlah jiwa 333, Desa Praikarang di 8 RW 16 RT KK 42 jumlah jiwa 212, Desa Makamenggit 8 RW 16 RT KK 59 jumlah jiwa 294, Desa Persiapan Mbinudita 6 RT 12 RW KK 23 jumlah jiwa 116.
Selain itu, di Kecamatan Kambera, Kelurahan Prailiu (Padadita) di 11 RW 31 RT KK 22 jumlah jiwa 91, Kelurahan Mauhau (Bukit Persaudaraan) 3 RW 10 RT KK 18 dengan jumlah jiwa 82. Kecamatan Kota Waingapu Desa Pambotanjara di 8 RT 16 RW jumlah KK 83 dengan jumlah jiwa 417.
Kecamatan Kanatang Desa Persiapan Palindi Tana Bara 4 RW 8 RT KK 21 jumlah jiwa 104. Dan di Kecamatan Kambata Mapambuhang yakni Desa Lukuwingir 4 RW 8 RT KK 25 dengan jumlah jiwa 123, dan Desa Persiapan Ngaru Kahiri 4 RW 8 RW KK 18 jumlah jiwa 92 dengan total keseluruhan sebanyak 91 RW 206 RT dengan jumlah 547 KK dan 2.708 jiwa.
• Antisipasi Dampak Kekeringan, DPRD NTT Minta Pemprov NTT Alokasikan Dana Cadangan
Martina mengatakan, warga di lima belas desa ini sangat kesulitan air bersih di musim kemarau karena dampak kekeringan yang melanda. Di saat musim hujan warga tidak kesulitan air bersih, warga dapat memanfaatkan air hujan dan debit mata air yang ada di sungai terdekat.
Terkait dengan kekeringan itu, jelas Martina pemerintah daerah melalui BPBD Kabupaten Sumba Timur memberikan bantuan air bersih. Air bersih itu mulai disalurkan sejak pekan lalu, dan tinggal 2 Desa yakni Desa Ngaru Kaheri dan Desa Lukuwingir di Kecamatan Kambata Mapambuhang.
"Rencana kita besok antar kesitu dan setiap minggu pasti kita akan droping terus air bersih ini,"ungkap Martina.
Kasi Kedaruratan dan Logistik BPBD Kabupaten Sumba Timur Simon Petrus juga menbahkan warga di lima belas desa itu sangat kesulitan air bersih. Warga harus menempuh perjalanan jauh sekitar 3 sampai belasan kilometer.
"Contohnya saja warga di Desa Pambotanjara di Kecamatan Kota Waingapu mereka harus menempuh jarak hingga belasan kilometer untuk dapat air di kali Kalela yang lokasinya terletak di Desa Persiapan Matawai Torung, ini membutuhkan biaya yang banyak. Warga-warga di 15 desa ini juga selalu beli air pada setiap tahun di musim kering,"jelas Simon.
• Lima Kabupaten dan Kota di NTT Darurat Kekeringan
Simon juga mengatakan, sumber mata air kali Kalela itu merupakan salah satu sumber mata air bagi warga di sejumlah desa di Kecamatan Nggoa dan Kota Waingapu. Desa-desa itu yakni Pambotanjara, Makamenggit, Matawai Torung, Tanatuku, dan sejumlah desa lainya.
Sementara itu, warga Pambotanjara Ardiles Kapuru Kolambani ketika ditemui POS-KUPANG. COM di kampung Wairinding, desa setempat, Jumat (19/7/2019) pekan lalu, mengaku ia bersama keluarganya sangat hemat dalam menggunakan air bersih.
Karena hemat, dalam sebulan Ardiles bersama keluarganya hanya menghabiskan sekitar 3 drum aspal atau sekitar 300 liter air saja.
"Saya dengan keluarga saya, kami pakai air hemat sekali. Dalam satu bulan kami hanya habiskan sekitar 3 drum aspal saja,"ungkap Ardiles.
Ketika ditanya kenapa hemat dalam pemakaian air itu, kata Ardiles mereka sangat menderita air bersih, dan tidak pernah alpa pada setiap musim memasuki musim kemarau.
Untuk mendapatkan air bersih, kata dia rata-rata harus mengeluarkan rupiah, sebab kondisi mata air kali Kalela jaraknya sangat jauh hingga mencapai 15 kilometer. Sementara untuk mata air di sekitar wilayah Desa tersebut juga sudah kering, bahakan dua danau yang menjadi andalan warga untuk mandi dan cuci juga sudah mulai mengering.
"Kondisi jalan yang jauh ini, tentu kami tidak bisa tempuh dengan berjalan kaki pergi pulang 30 kilometer setiap hari, kami harus dengan sewa ojek atau numpang di kendaraan umum. Memang kami dibantu oleh mobil tangki air milik desa dan itu juga tidak gratis, kami harus beli dengan 500 ribu perdrum, maka karena kondisi ekonomi kami terbatas, sehingga kami harus hemat menggunakan air,"urai Ardiles.
Warga setempat lainya, Ndawa Ndula juga menyampaikan keluhan yang sama.
Ndawa mengharapkan, agar bagaimana usaha pemerintah untuk bagaimana caranya bisa membangun air lading hingga ke wilayah desa mereka.
"Kasihan kami ini, setiap tahun selalu menderita. Dapat air bersih harus pakai beli, sementara ekonomi pas-pasan mau hasil apa disini,"tutup Ndawa.
Yuliana Bangkahe (45) seorang warga desa Prahambuli di Kecamatan Nggoa, kepada POS-KUPANG. COM, Jumat (19/7/2019) pekan lalu juga mengatakan, mereka warga desa Praihambuli khususnya Kampung Haurani sangat kesulitan air bersih.
Kata dia, bagi yang memiliki uang bisa membeli air di mobil tangki air, namun bagi ia dan keluarganya yang tak memiliki uang terpaksa harus menempuh perjalanan jauh dengan berjalan kaki untuk memperoleh air bersih.
"Saya dan keluarga pakai jalan kaki saja sejauh 8 kilometer untuk dapat air bersih di mata air Kambohepang. Mau beli uang tidak ada, kalau ada warga disini yang punya uang dia beli di mobil tangki atau pun membeli per drom air, kalau saya pikir uang sedikit biar beli beras dan kebutuhan lain untuk anak sekolah, biar air kami pergi ambil jauh,"kisah Yuliana.
Warga setempat lainya Naumi Ka Eumata (40) juga mengaku, mereka sangat kesulitan untuk mendapatkan air bersih. Untuk memperoleh air bersih warga harus menempuh jarak sekitar 8 kilometer di kali Kombahepang.
Kata dia, sejauh ini ia dan keluarganya hanya dengan membeli air dari mobil tangki air dengan harga permobil tangki ukuran 5000 liter Rp 150.000.
"Jadi kalau ada yang jual air pakai mobil tangki kita beli. Harga tangki yang ukuran 5000 itu Rp 150.000,"ungkapnya.
Naumi juga mengaku, dalam sebulan ia dan keluarganya bisa menghabiskan air sekitar 2 sampai 3 tangki mobil ukuran tersebut. Bahakan jika acara adat atau kematian bisa sampai 4 tangki dalam sebulan.
"Kalau kita kali bagi sudah 450 ribu selama sebulan kita habiskan hanya untuk beli air. Coba kalau ada air kita bisa manfaatkan uang itu untuk kenpentingan lain,"ungkap Naumi.
Warga lainya Behar Ndapawawa juga kepada POS-KUPANG. COM mengaku, mereka sangat kesulitan air bersih sudah bertahun-tahun pada setiap musim kemarau tiba. Disaat musim hujan mereka bisa memanfaatkan air hujan dan sejumlah mata air yang ada di wilayah itu, namun kini mata airnya sudah kering.
Kata dia, untuk mengambil air bersih harus pergi jauh sekitar 8 kilometer di Kambohepang.
"jadi kalau ada uang saya beli tampung di bak,tapi kalau tidak saya dengan motor pergi ambil baru datang tampung,"ungkapnya.
130 Desa di Kabupaten TTU Alami Kekeringan
Sebagian besar desa di Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU) mengalami bencana kekeringan. Dari 194 desa dan kelurahan yang ada di Kabupaten TTT, ada sekira 130an desa yang mengalami bencana kekeringan.
Hal itu disampaikan oleh Plt. Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten TTU, Simon Soge kepada wartawan saat ditemui di ruang kerjannya, Selasa (23/7/2019).
Simon mengungkapkan, jumlah desa yang mengalami bencana kekeringan itu tersebar di semua wilayah kecamatan di Kabupaten TTU, dan sampai degan saat ini belum mendapatkan bantuan dari pemerintah.
Simon menambahkan, data mnegenai jumlah desa yang mengalami bencana kekeringan tersebut diperoleh setelah pihaknya turun langsung ke desa-desa untuk melakukan investigasi lapangan beberapa waktu yang lalu.
"Posisi kita di TTU setelah melakukan investigasi di lapangan, dari 194 desa dan kelurahan, ada sekitar 130 desa yang mengalami bencana kekeringan. Dari potret yang ada, sama halnya dengan bencama gagal panen. Jadi hampir semua wilayah kecamatan di TTU mengalami bencana kekeringan," ujarnya.
Simon menuturkan, untuk jangka pendek, intervensi yang dilakukan oleh pemerintah melalui BPBD TTU dianggarkan sebesar Rp. 70 juta. Dana sebanyak itu bersumber dari APBD TTU tanun anggaran 2019.
"Tapi dari anggaran yang dialokasikan kami hanya bisa membantu sekitar 50an desa saja, karena anggaran kita terbatas. Kita hanya bisa mmebagikan air bersih 5-10 tangki per desa yang terkena dampak bencana kekeringan. Kita lihat jumlah warga desanya," ujarnya.
Dengan data yang ada, ungkap Simon, pihaknya akan mengusulkan ke pemerintah pusat melalui Badan Penanggulangan Bencana Nasional (BPBN) untuk penanganan bencana rawan kekeringan di wilayah Kabupaten TTU.
"Dan setelah kami koordinasi mereka bersedia membantu kita, berdasarkan data yang akan kita sampaikan, dan dasarnya juga ada pernyataan bencana dari Bupati dan data dari BMKG terkait dengan kondisi curah hujan di TTU," terangnya.
Simon menambahkan, pihaknya sudah mengusulkan permohonan bantuan melalui BPBD Provinsi NTT kepada pemerintah melalui BPBN. Dengan adanya usulan tersebut, besar harapan pemerintah provinsi yang nantinya akan menyampaikan kepada pemerintah pusat.
"Kita berharap dengan kondisi Kabupaten TTU yang sebagian besar desa mengalami bencana kekeringan supaya usulan dari kita bisa diprioritaskan untuk dapat diakomodir oleh pemerintah pusat," pungkasnya.
DPRD NTT Minta Pemprov NTT Alokasikan Dana Cadangan Atasi Kekeringan
Pemerintah diminta agar mengalokasikan anggaran untuk mengatasi bencana kekeringan di wilayah NTT.
Hal ini disampaikan Anggota Komisi V DPRD NTT, Yohanes Rumat, Selasa (23/7/2019).
Menurut Yohanes, pemerintah sebagai pengguna anggaran harus tanggap dan segera mengatasinya dengan cara-cara yang cepat dan tepat.
"Kasus kekeringan ini bukan hal baru tapi selalu terjadi setiap tahun. Karena itu, saya kira pemerintah sudah punya skema anggaran untuk atasi," kata Yohanes.
Politisi PKB NTT ini mengatakan, perlu ada dana cadangan sehingga apabila ada kasus kekeringan visa langsung diatasi. Jangan sampai masalah kekeringan sudah berdampak baru ditangani, karena alasan anggaran.
Dikatakan, perlu ada timdakan dan reaksi cepat dalam mengatasi maupun mengantisipasi masalah kekeringan di NTT.
"Paling penting kesigapan instansi teknis untuk segera melapor kepada gubernur dan selanjutnya gubernur segera memberikan laporan ke pusat," katanya.
Lima Kabupaten dan Kota di NTT Darurat Kekeringan
Sejumlah wilayah kabupaten dan kota telah menetapkan status siaga darurat kekeringan.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mengidentifikasi hingga, Senin (22/7/2019) kemarin, sebanyak 55 kepala daerah telah menetapkan Surat Keputusan Bupati dan Walikota Tentang Siaga Darurat Bencana Kekeringan.
Propinsi yang wilayah kabupaten dan kotanya menetapkan status siaga darurat kekeringan antara lain di Banten, Jawa Barat, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat (NTB) dan propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Sementara itu, wilayah kabupaten/kota yang terdampak kekeringan teridentifikasi berjumlah 75 kabupaten/kota, termasuk dua kabupaten di Bali.
Hal itu dijelaskan Plh. Kepala Pusat Data, Informasi dan Humas BNPB Agus Wibowo, melalui siaran pers yang dikirim oleh Kepala Stasiun Meteorogi UMK Waingapu, Elias Limahelu di group Info BMKG Sumba, Selasa (23/7/2019) pagi.
Wibowo menjelaskan, untuk di wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), terdapat lima kabupaten dan kota, yaitu Kabupaten Sumba Timur, Timor Tengah Selatan (TTS), Manggarai, Rote Ndao, dan Flores Timur, dan Kota Kupang.
Wibowo juga menjelaskan, sedangkan propinsi di sisi barat, wilayah yang telah menetapkan status ini yaitu Kabupaten Bima, Dompu dan Sumbawa.
Sementara itu, wilayah terbanyak yang menetapkan status Siaga Darurat Kekeringan yaitu Provinsi Jawa Timur. Sejumlah 25 kabupaten teridentifikasi berpotensi kekeringan. Wilayah Banten hanya di Kabupaten Lebak yang telah menetapkan status siaga.
Menghadapi darurat kekeringan, kata Wibowo, BNPB, Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), telah melakukan koordinasi untuk operasi teknologi modifikasi cuaca (TMC).
Pertemuan koordinasi yang digelar, Senin (22/7/2019) kemarin, menyebutkan operasi tersebut akan difokuskan pada penanganan kekeringan dan kegagalan panen di wilayah-wilayah teridentifikasi.
Lebih lanjut Wibowo juga menjelaskan, saat ini potensi awan hujan kurang dari 70% sehingga belum dapat dilakukan operasi TMC. Namun demikian, pesawat milik BPPT dalam posisi stand by jika ada wilayah yang berpotensi untuk dilakukannya TMC.
"BMKG menyampaikan, Selasa (22/7/2019) potensi hujan 7 hari ke depan masih cukup rendah untuk wilayah Sumatera bagian Selatan, Jawa, Bali dan Nusa Tenggara. Di sisi lain, pertumbuhan awan dan potensi hujan masih terfokus di Sumatera bagian utara, Kalimantan Timur dan Utara, Maluku Utara, Maluku, Papua Barat dan Papua,"jelas Wibowo.
Wibowo juga menjelaskan, data BNPB per 22 Juli 2019, rincian 75 kabupaten dan kota terdampak kekeringan yaitu Jawa Barat 21 kabupaten, Banten 1, Jawa Tengah 21, DI Yogyakarta 2, Jawa Timur 10, Bali 2, NTT 15, dan NTB 9 Kabupaten.
"Dilihat sebaran bencana kekeringan berdasarkan tingkatan wilayah administrasi sebagai berikut 7 provinsi, 75 kabupaten, 490 kecamatan, dan 1.821 desa. Total air bersih yang telah didistribusikan mencapai 7.045.400 liter. Strategi lain yang telah diupayakan antara lain penambahan jumlah mobil tanki, hidran umum, pembuatan sumur bor, dan kampanye hemat air," tutup Wibowo.(*)
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/kupang/foto/bank/originals/kekeringan-di-sumba-timur_20180705_100645.jpg)