Kisah Antoni Tsaputra, Penyandang Disabilitas Berat Asal Indonesia, Meraih Gelar Doktor di Australia
Menyelesaikan pendidikan doktoral, menurut Antoni, merupakan salah satu pencapaian yang sudah dilaluinya namun perjuangan hidupnya terus berlanjut
Kisah Antoni Tsaputra, Penyandang Disabilitas Berat Asal Indonesia, Meraih Gelar Doktor di Australia
POS-KUPANG.COM - Prinsip hidupnya, siapapun yang berusaha keras akan mencapai keberhasilan. Prinsip itulah yang membuat Antoni Tsaputra mampu menyelesaikan pendidikan doktoral di Universitas New South Wales Sydney - walau dia seorang penyandang disabilitas fisik berat.
Sekarang Antoni Tsaputra dan istrinya Yuki Melani yang menemaninya selama beberapa tahun di Sydney, sudah kembali ke Padang (Sumatera Barat) untuk bekerja dan menyesuaikan diri dengan kehidupan di Indonesia - yang belum ramah disabilitas.
Menyelesaikan pendidikan doktoral, menurut Antoni, merupakan salah satu pencapaian yang sudah dilaluinya namun perjuangan hidupnya masih terus berlanjut.
Dan pria kelahiran Padang ini bangga bahwa dia berhasil menyelesaikan pendidikan doktornya.
"Sudah ada 3 atau 4 orang penyandang disabilitas yang meraih doktor di Indonesia kalau saya tidak salah. Tapi saya mungkin penyandang disabilitas fisik berat pertama di Indonesia yang meraih PhD di luar negeri," katanya lewat percakapan email dengan wartawan ABC Indonesia Sastra Wijaya.
Antoni menyelesaikan pendidikan di Jurusan Ilmu Sosial (Social Sciences) di UNSW dengan disertasinya penganggaran pemerintah yang inklusif terhadap penyandang disabilitas (Disability Inclusive Budgeting).
"Saya meneliti bagaimana potensi penganggaran pemerintah di Indonesia yang berpihak kepada penyandang disabilitas bisa membantu merealisasikan pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas dalam seluruh sektor tidak lagi hanya dalam ranah rehabilitasi sosial," kata Antoni sebelumnya.
Lalu ada rekomendasinya dari kesimpulan disertasi tersebut.
"Temuan terpenting dari studi doktoral saya adalah bahwa alokasi anggaran tidak cukup untuk para warga difabel berpartisipasi aktif dalam pembangunan di Indonesia," katanya.

Menurut Antoni perlunya penganggaran inklusif disabilitas (Disability Inclusive Budgeting) sehingga nantinya tidak hanya sekedar kebijakan untuk membantu para disabilitas dalam pembangunan tapi harus memungkinkan penyandang disabilitas atau difabel menjadi agen aktif dalam pembangunan sebagai warga masyarakat berdaya," katanya lagi.
Secara pribadi, kesulitan apa yang terbesar yang dialaminya sebagai seorang difabel dibandingkan mereke yang lain dalam studi?
"Pendidikan doktoral bukanlah perjalanan studi yang mudah bagi siapa saja termasuk mereka yang memiliki disabilitas," kata Antoni.
Antoni tidak melihat apa yang dijalankannya selama beberapa tahun studi di Sydney sebagai kesulitan, namun lebih sebagai tantangan.
"Tantangan terkait disabilitas saya adalah waktu yang diperlukan relatif lebih lama dalam menulis, karena saya mengetik menggunakan virtual keyboard, sehingga saya juga harus menghabiskan lebih banyak waktu di lab untuk bekerja," katanya.
