Renungan Harian

Renungan Harian Kristen Protestan Minggu 30 Juni 2019, "Motif Kita Berdoa"

Renungan Harian Kristen Protestan Minggu 30 Juni 2019, "Motif Kita Berdoa"

Editor: Eflin Rote
istimewa
Pdt DR Mesakh A P Dethan MTh MA 

Artinya Allah menutup telinga kepada karakter sombong dan suka mencela orang lain, tetapi Allah membuka telinga dan dengan tangan terbuka menerima kembali orang-orang berdosa yang menyesal dan bertobat.

Kesimpulan dari cerita ini sebetulnya Tuhan Yesus sudah ungkapan di awal cerita.

Para pendengar diingatkan bahwa pada satu pihak di hadapan Allah yang Maha tinggi tidak ada seorang pun dapat dengan sombong dan bangga akan prestasi-prestasi, kebaikan-kebaikan yang dilakukanya dan demikian dapat mengklaim sebagai orang benar, atau dpat digunakan sebagai suatu posisi tawar untuk meraih anugerah Allah, dan dipihak lain dengan gampang menghina dan merendahkan orang lain yang dianggap sebagai orang berdosa (Lukas 18:9).

Karena itu menurut Yesus karakter dan tabiat si Farisi itu membuat doanya tidak didengar, tetapi sebaliknya penyesalan dan pertobatan sipemungut cukai tanpa membanding-banding atau mempersalahkan dan atau mencari-cari kesalahan orang lain, itulah yang membuat doanya didengar (Lukas 18:14).

Tentu dengan mendengar cerita ini diantara kita semua tidak ada seorang pun yang mau mengindentikan diri dengan si Farisi itu. Kita akan dengan cepat mengatakan “saya lah si pemungut cukai itu, yang doanya di dengar. Heheheh!

Jika kita berpikir demikian sebetulnya cerita Tuhan Yesus ini kembali terulang dalam kehidupan kita. Bahwa kitalah si Farisi itu!

Yesus mengingatkan kita bahwa hal pengabulan doa tidak bergantung pada segala perbuatan baik kita, tetapi bergantung kepada rahmat dan anugerah Allah semata. Kita tidak dapat mengklaim bahwa karena perbuatan baik kita, karena prestasi-prestasi kita, karena kedudukan dan jabatan kita, kita berhak untuk mendapat prioritas di hadapan Allah, kita berhak berbuat dan memutuskan apa saja, dan atau  kita juga berhak menilai orang lain buruk dan tak pantas mendapat perhatian dari Allah.

Itulah sebabnya dalam doa Bapa Kami Tuhan Yesus mengajarkan bahwa hal pengabulan doa tidak bergantung kepada kita, tetapi bergantung kepada kehendak Allah sendiri.

Kehendak Tuhanlah yang jadi dan bukan kehendak kita (bandingkan Matius 6: 10). Berdoa bukanlah suatu kesempatan untuk menuduh orang lain dan bukan pula suatu cara mengungkapan kesombongan dan kehebatan-kehebatan kita.

Kita juga  mestinya mampu merubah karakter dan tabiat kita yang dengan gampang memandang rendah orang lain.

Tabiat dan karakter manusiawi kita cenderung menganggap diri yang paling hebat dan semua orang yang lain adalah pecundang dan penuh kelemahan.

Sikap kepala besar kita makin memuncak, kalau misalnya kita memenangi sebuah perlombaaan atau tim kita memenangi sebuah kontestasi, maka kecenderungan kita adalah membully dan mengolok-olok mereka habis-habisan, sehingga mereka betul-betul kita tempatkan di titik terendah, baik melalui ujaran-ujaran, gambar-gambar, vedeo meme sarkastik, etc.

Kita bisa dengan santai, dengan senyuman dan dengan tertawa kita merendahkan orang lain tanpa disadari oleh orang-orang di sekitar kita yang mendengarnya atau menyaksikannya bahwa sebetulnya kita sedang menghina orang yang tidak kita sukai, karena kita mampu bersilat kata dan mampu menyembunyikannya dengan berbagai cara.

Apalagi kalau orang yang sedang kita bicarakan itu sudah terlanjur mendapatkan stereotip buruk, maka ketika katakan apapun maka semua orang akan percaya.  Ini yang terjadi ketika si Farisi berdoa di Bait Allah dan dilihatnya sipemungut cukai itu yang berdiri juga dalam Bait Allah itu pada saat yang sama (Lukas 18:10).

Orang Farisi itu dengan jelas melihat dan memperhatikan dengan seksama si pemungut cukai itu, sehingga tanpa ampun lagi langsung menyimpulkannya sebagai seorang pezinah, perampok, orang lalim dan segala kejelekan lainnya.

Halaman
123
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved