Pengamat Pertahanan dan Intelijen Ungkap Alasan 4 Tokoh Nasional Jadi Sasaran Pembunuhan
Pengamat Pertahanan dan Intelijen Ungkap Alasan Budi Gunawan, Wiranto, Luhut Pandjaitan dan Gories Mere Jadi Sasaran Pembunuhan
Menurut Wawan Purwanto, kejadian 21-22 Mei sekarang ini link up nya sudah kemana-mana.
Ibarat peluru ditembakan mantulnya bisa kemana-mana.
Ia yakin dibalik semua itu ada master mindnya. Sekarang ini sudah mengarah ke sana, master
mind.
"Sekarang tinggal mencari pembuktian saja. Hanya soal hukum, jangan ngomong kalau tak ada bukti, " ucap Wawan.
Menurut Wawan Pak Wiranto juga sudah mengatakan itu, yakni dalang kerusuhan.
Kini tinggal menunggu polisi mengumpulkan bukti.
"Karena tidak mungkin menuduh orang hanya berdasar asumsi," katanya.
Lihat Video Wawancara dengan Wawan Purwanto dan pengamat politik Hermawan Sulistiyo di
Kompas Petang
Siapa Gories Mere
Dirangkum TribunWow.com, Gregorious Gories Mere merupakan lulusan AKABRI Kepolisan pada tahun 1976.
Ia lalu melanjutkan di tingkat Sespimpol pada tahnu 1992 dan Sesko ABRI di tahun 1998.
Menurut Wikipedia, Gories sempat lama bertugas di Timor Timur (saat masih bergabung dalam
NKRI) ketika masih perwira pertama dan menengah, khususnya di bidang intelijen keamanan (Intelkam).
Oleh karena prestasinya yang prima di setiap medan penugasan, karier Gories pun menanjak dengan pasti
Gories mulai terkenal namanya saat memburu Ratu Ekstasi Zarima di Texas, AS, pada 1996 silam karena kedapatan memiliki 29.667 butir ekstasi.
Selain itu juga, Gories juga menuntaskan kasus penyanyi rock Ahmad Albar yang terjerat
narkoba
Saat terjadi kasus Bom Bali 2002 Gories (saat itu Kombes senior) ditunjuk Kapolri menjadi
'komandan lapangan' (Ketua Tim Penyidik) dalam penanganan aksi teror tersebut, di bawah komando Irjen Made Mangku Pastika sebagai Ketua Tim Investigasi Kasus Bom Bali I.
Sebelum menjadi Kalakhar BNN, Gories sempat menjadi Penanggung Jawab Sementara Kalakhar BNN yang menggantikan Komjen Pol Made Mangku Pastika yang sedang nonaktif dalam rangka Pilgub Bali 2008.
Pada tahun 2011, Bersama beberapa tokoh polisi dan masyarakat, Gories pernah mendapat teror bom buku yang cukup heboh kala itu.
Setelah pensiun dari Kepolisian, bersama Mantan Kepala BIN A.M. Hendropriyono, mendirikan Hendropriyono Strategic Consulting, dengan Gories menjadi CEO.
Gories juga diangkat menjadi Komisaris di perusahaan tambang PT. Darma Henwa Tbk sejak 31 Mei 2013.
Dilansir oleh situs perusahaan Darma Henwa, Gories Mere mengemban tugas sebagai petugas
kepolisian sebagai Kasatserse Um Dit Serse Polda Metro Jaya, Kapolres Metro Jakarta Timur, Kadit Serse Polda Jabar.
Ia juga pernah menjabat sebagai Kadit Serse Polda Metro Jaya, Irpolda Nusa Tenggara Timur, Wakapolda Nusa Tenggara Timur, Dirserse Pidana Narkoba Mabes Polri, dan Wakabareskrim Polri.
Ia juga merupakan mantan Kepala Densus 88 yang dituding menjadi dalang penangkapan teroris Abu Bakar Baasyir.
Serta terlibat dalam penangkapan teroris Dr. Azhari.
Nama Gories Mere juga pernah disebutkan Abu Bakar Baasyir saat berada di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
"Densus 88 mempunyai pasukan khusus satgas anti bom dibawah komando Gories Mere. Semua saksi-saksi sudah disiapkan dengan tekanan Densus 88. Dalam kasus Aceh ini orang-orang yang jadi saksi saya juga mengadapi siksaan," kata Abu Bakar Baasyir di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, 2011 silam.
Menjadi sasaran pembunuhan juga bukan kali pertama dialami oleh Gories Mere.
Dikutip dari Tribunnews, saat menjabat sebagai Kepala BNN, Gories Mere pernah dikirimi paket bom.
Bom tersebut berupa buku yang ditujukan untuk politisi Partai Demokrat di tahun 2011.
Tak hanya di kantor, di rumah ia juga pernah dikirimi paket bom tersebut.
Saat ini, Gories Mere menjadi Staf Khusus untuk Presiden Joko Widodo sebagai staf khusus
bidang intelijen.
Ia diangkat menjadi staf khusus pada Juli 2017 bersama dengan beberapa staf khusus lainnya.
Pada waktu itu, pengangkatan Gories Mere menjadi pertanyaan banyak pihak karena banyak yang
menganggap tugasnya sama dengan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN).
Namun, sampai saat ini ia masih menjabat di posisi tersebut.
(Wartawan BBC News Indonesia/Callistasia Wijaya)