Renungan Harian
Renungan Harian Protestan, Minggu 26 Mei 2019, "Makian Anjing dibalas Anjing, Kita Jadi Gukg-gukg"
Renungan Harian Protestan, Minggu 26 Mei 2019, "Makian Anjing dibalas Anjing, Kita Jadi Gukg-gukg"
Basis legalistik yang mengatur bingkai kehidupan masyrakat seperti “tit for tat” (artinya kebaikan dibalas kebaikan atau kejahatan dibalas kejahatan) sekarang diperhadapkan dengan prinsip anugerah yang diajarkan Yesus sebagai inti pesan Injil Kerajaan Allah.
Tuhan Yesus disini mengajarkan para murid dan orang percaya untuk hidup tidak sekedar memenuhi apa yang diwajibkan hukum, tetapi tanpa melihat jiwa dari hukum itu sendiri.
Lex Talionis atau Hukum balas membalas (dalam hukum Taurat lihat misalnya Keluaran 21:23 dan seterusnya) dikritisi Yesus. Hukum-hukum itu memang sudah baik untuk mengatur hubungan antar manusia, tetapi jika hanya itu saja tidak cukup.
Begitu juga budaya dan adat istiadat kita memamg baik dan perlu karena sudah mengatur kehidupan kita selama ini, tetapi semuanya harus diuji kembali dengan prinsip anugerah dan kasih Allah apakah cocok dan sesuai atau tidak?
Oleh karena itu sebelumnya dalam Injil Matius 5:20 Tuhan Yesus menekankan bahwa sikap hidup para murid dan orang percaya harus berbeda dengan Kaum Farisi dan ahli Taurat yang lebih menekankan aspek legal atau hukum dari pada hubungan persaudaraan antar manusia (Matius 5:20).
“Maka Aku berkata kepadamu: Jika hidup keagamaanmu tidak lebih benar dari pada hidup keagamaan ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, sesungguhnya kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga.”
Yesus mencela sikap hidup orang farisi yang lebih menekankan sisi legal atau menekankan Hukum Taurat dan mengorbankan persaudaraan dan tindakan kasih kepada sesama berdasarkan anugerah Allah tanpa membeda-bedakan manusia.
“Allah yang menerbitkan matahari bagi orang yang jahat dan orang yang baik dan menurunkan hujan bagi orang yang benar dan orang yang tidak benar” (Matius 5:45 b).
Bagi Yesus orang-orang beriman jangani hanya melihat kulit luar dari Taurat tanpa melihat jiwa dari Taurat itu sendiri.
Penafsir Jerman F. Rienecker, mengajak orang percaya jangan berpatokan pada hukum menurut pembalasan ku atau hukum menurut pembalasan yang diatur dalam aturan, tetapi hidup dalam hukum pembalasan kasih.
Rienecker membedakan antara “Von der Ich-Vergeltung” (Pembalasan ku), Von der Rechtsvergeltung (pembalasan menurut hukum), dan Von der Liebes-Vergeltung (pembalasan menurut kasih).
Dorongan manusia yang paling dalam adalah dorongan perilakunya untuk membalas jika disakiti. Selama dorongan ini dibangun atau bergerak pada jalan yang benar, maka hal ini dikatakan sehat atau alamiah.
Dorongan itu baru menjadi buruk, jikalau ia disertai dengan kekerasan yang tanpa peduli pada orang lain; dalam napsu ku, dalam kerakusanku, dalam ketamakanku, dalam napsu membalas dendam, dalam rasa dengki, dan dalam kebencian.
Dsb. Jahat akan dibalas dengan yang lebih jahat. Penghinaan akan dibalas dengan penghinaan yang lebih keras.
Akibatnya hubungan manusia menjadi lebih buruk dan orang tidak lagi dapat berhubungan dengan orang lain secara baik, oleh karena kehidupan pribadinya telah diracuni oleh prinsip pembalasanku.