Mempertahankan Harmoni dan Toleransi, Orang Mestinya Belajar ke NTT
Mempertahankan Harmoni dan Toleransi, orang mestinya belajar ke Provinsi NTT
Penulis: Ryan Nong | Editor: Kanis Jehola
Mempertahankan Harmoni dan Toleransi, orang mestinya belajar ke Provinsi NTT
POS-KUPANG.COM | KUPANG -- Meja bundar yang berada di tengah ruangan Kolbano itu tampak dikelilingi oleh dua baris kursi yang disusun melingkar. Usai berbuka puasa bersama pada Selasa (7/5/2019) petang, satu persatu peserta mengambil tempat pada kursi yang mengelilingi meja dengan taplak warna coklat itu.
Di sana tampak para tokoh. Ada tokoh agama, tokoh masyarakat, tokoh perempuan, tokoh pemuda. Juga bersama mereka ada beberapa kepala lembaga di Provinsi Nusa Tenggara Timur.
• Bupati Don Ingatkan Guru Arahkan Siswa Wajib Sarapan Pagi
Ketika pemandu acara yang berdiri di antara kursi itu mengambil mikrofon dan menyapa satu persatu dari mereka, suasana nampak hangat dan bersahabat.
Kepala Kesbangpol Provinsi NTT Dra Johanna Lisapaly dalam pengantarnya mengungkapkan Provinsi NTT selama ini telah dikenal sebagai provinsi yang menjunjung tinggi toleransi. Bahkan, karena tingginya tingkat toleransi yang telah diciptakan masyarakat NTT, kini NTT mendapat apresiasi dan predikat sebagai Nusa Terindah Toleransi.
• 4 Menteri Jokowi Diprediksi Gagal Lolos ke Senayan, Tiga di Antaranya dari PKB
Wujud toleransi yang telah terjalin antar umat beragama dan warga negara dapat dilihat dalam berbagai perhelatan keagamaan, baik itu saat peringatan hari besar keagamaan untuk umat Kristiani seperti Paskah maupun dalam peringatan hari besar lainnya seperti pelaksanaan Puasa dan Lebaran.
Dan pasca perhelatan pesta demokrasi, suasana damai pun tetap tercipta dalam harmoni di provinsi yang berbatasan dengan RDTL dan Australias ini. Oleh karenanya semua pihak diingatkan bahwa memiliki peran dan tanggung jawab yang sama untuk tetap menjaga suasana harmoni ini terus berlangsung.
"Kita menginisiasi dan menghadirkan semua di sini karena kita percaya bahwa ini tokoh yang punya komitmen yang tinggi tentang bagaimana menjaga harmoni dan toleransi di NTT. Dari NTT kita bisa suarakan lebih, bahwa kita sudah dan kita mau mempertahankan harmoni yang sudah berjalan," kata Johanna tentang acara buka puasa dan silaturahmi bersama pada petang itu.
Acara yang digagas oleh Kesbangpol Provinsi NTT petang itu dihadiri oleh Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi NTT Sarman Marselinus, Kepala Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) NTT dr Maria Theresia Geme.
Hadir pula imam Keuskupan Agung Kupang RD Yeri Sisno, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) NTT Abdul Kadir Makarim, Ketua Walubi NTT Indra Effendy, tokoh masyarakat Frans X. Skera, tokoh perempuan Prof Mien Ratoe Oedjoe, pengamat politik Ahmad Atang, ketua KNPI Heri Boki, dan perwakilan Pos Kupang Bebet Hidayat serta tim Badan Kesbangpol NTT Ursula Lio dan Samuel Halundaka.
Para tokoh agama yang hadir menyampaikan catatannya tentang kondisi toleransi dan keharmonisan hidup antar umat di NTT. Menurut mereka, toleransi hidup di NTT adalah sesuatu yang sudah selesai, sudah final dan niscaya. Mereka bahkan menyampaikan bahwa NTT dapat menjadi ruang belajar atau laboratorium toleransi dan keharmonisan hidup untuk bangsa Indonesia.
"Mestinya mereka dari daerah lain datang ke NTT, belajar soal toleransi dari NTT," ungkap Aba Abdul Makarim.
Semua sepakat bahwa gonjang ganjing yang terjadi pasca Pilpres tidak dirasakan secara signifikan di NTT. Baik itu gerakan yang mengarah kepada people power maupun berbagai penetrasi perang hoax, ujaran kebencian dan provokasi tidak memiliki tempat di ruang ruang publik masyarakat NTT.
"Masyarakat sudah dewasa, masyarakat sudah mampu membedakan apakah itu rekayasa, atau ada kepentingan yang menggiring," kata dr Ahmad Atang.
Namun demikian Frans Skera berpendapat bahwa ketahanan nasional menurun menurut Lemhanas terutama karena ideologi Pancasila sejak era reformasi seperti dilupakan. Oleh karenanya ia mengingatkan pentingnya pemahaman dan pelaksanaan Pancasila bagi generasi muda untuk menangkal berbagai gerakan yang dapat membahayakan ketahanan bangsa.
